Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ratu Elizabeth II Terjebak dalam Skandal Pandora Papers

Kompas.com - 05/10/2021, 17:42 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Newsweek

LONDON, KOMPAS.com - Ratu Elizabeth II disebut dalam liputan Pandora Papers atas kesepakatan properti senilai 91 juta dollar AS (Rp 1,29 triliun) yang terkait dengan dana publik resminya.

Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional mengungkap pengaturan keuangan orang kaya dan berkuasa di seluruh dunia, berdasarkan kebocoran jutaan dokumen rahasia.

Baca juga: Apa Itu Pandora Papers dan Siapa Saja Pemimpin Negara yang Dicatut Namanya?

Salah satu dokumen menyebutkan The Crown Estate, yang secara nominal dimiliki oleh Ratu Elizabeth II, terlibat dalam kesepakatan properti.

Kesepakatan yang menghasilkan keuntungan 42 juta dollar AS itu, disebut terkait dengan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev.

Di bawah Aliyev, bekas Republik Soviet telah dituduh melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan korupsi sistemik, menurut laporan The Guardian.

Atas pengungkapan ini, ada usulan untuk mengadakan penyelidikan terkait pencucian uang guna menentukan apakah uang kotor terlibat pada tahap apa pun dalam kesepakatan itu.

Newsweek pada Senin (5/10/2021) melaporkan, The Crown Estate telah meluncurkan tinjauan tentang kesepakatan itu, dan hubungan ratu dengan organisasi itu rumit.

Meskipun memang menyediakan dana publik resmi bagi keluarga kerajaan, Ratu Elizabeth II diklaim tidak secara langsung mendapat untung darinya. Pemimpin monarki tertua itu juga disebut tidak terlibat dalam keputusan manajemen.

Baca juga: Skandal Pandora Papers, Ini Sikap Para Pemimpin Dunia


The Crown Estate

The Crown Estate dimiliki oleh Ratu Elizabeth II dalam kapasitasnya sebagai penguasa, tetapi Ratu tidak terlibat dalam operasi sehari-hari.

Semua keuntungan dari portofolionya yang luas masuk ke perbendaharaan Inggris. Namun sebagian diberikan kembali ke Keluarga Kerajaan sebagai dana publik resminya.

Pada 2021, hibah ini berjumlah 117 juta dollar AS (Rp 1,6 triliun), atau 25 persen dari keuntungan dari The Crown Estate, termasuk 10 persen tambahan untuk menutupi layanan di Istana Buckingham.

"The Crown Estate dimiliki oleh Ratu sebagai pemilik tahkta. Ini berarti bahwa Ratu memilikinya karena posisinya sebagai Ratu yang memerintah, selama dia berada di atas takhta, begitu juga penggantinya,” menurut keterangan dalam situs webnya.

Tanggung jawab untuk mengelola The Crown Estate dipercayakan kepada Crown Estate Act, dan Ratu tidak terlibat dalam keputusan manajemen.

Dengan pemisahan fungsi ini, artinya dampak dari Pandora Papers akan jatuh pada pemerintah Inggris sama seperti pada Ratu Elizabeth II sendiri, yang menerima manfaat dari kesepakatan itu secara tidak langsung.

Baca juga: Uni Eropa Buka Suara soal Pandora Papers, Ini yang Akan Dilakukan

Pandora Papers

Keterlibatan The Crown Estate diungkap dalam kebocoran 12 juta dokumen dari 14 perusahaan jasa keuangan yang beroperasi di seluruh dunia.

The Guardian dan BBC termasuk di antara 150 outlet berita yang telah diberi akses, sebagai bagian dari kemitraan lebih dari 600 jurnalis yang bekerja sama untuk memeriksa file selama dua tahun.

Wartawan mengidentifikasi bahwa The Crown Estate membeli sebuah properti, 56-60 Conduit Street, di London, dengan harga 91 juta dolar AS (1,29 triliun) pada Agustus 2018, dan menghasilkan keuntungan 42 juta dollar AS (Rp 597 miliar) dari penjual.

Bangunan itu dimiliki secara sah oleh perusahaan lepas pantai, Hiniz Trade and Investment Ltd. Namun, Pandora Papers mengungkapkan pemilik manfaat dari kesepakatan itu adalah putra Presiden Aliyev, Heydar, yang berusia 11 tahun saat diakuisisi pada 2009, menurut The Guardian.

Baca juga: Kebocoran Pandora Papers Ungkap Daftar Nama Orang-orang Penting Ini...

Itu kemudian diteruskan ke putri Presiden, Arzu Aliyeva, sebelum pindah ke kakeknya Arif Pashayev yang ditempatkan dalam perwalian pada 2015, The Guardian melaporkan.

"Penjualan selanjutnya dari setiap properti yang awalnya dibeli dengan dana yang berpotensi kotor melengkapi siklus pencucian uang, dengan memberikan jejak dokumen baru yang secara efektif melegitimasi hasil,” kata Dylan Kennedy, mantan petugas penegak hukum Inggris, melansir Newsweek pada Senin (5/10/2021).

"Dalam hal ini, jika sumber dana terbukti dipertanyakan, penjualan properti ke The Crown Estate adalah puncak legitimasi."

Seorang juru bicara The Crown Estate mengatakan: "Sebelum pembelian kami atas 56-60 Conduit Street, kami melakukan pemeriksaan termasuk yang disyaratkan oleh undang-undang Inggris. Pada saat itu kami tidak menetapkan alasan mengapa transaksi tidak boleh dilanjutkan. Mengingat potensi kekhawatiran yang diangkat, kami sedang menyelidiki masalah ini."

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com