KABUL, KOMPAS.com - Kecepatan laju kelompok milisi Taliban di Afghanistan tampaknya mengejutkan banyak orang - beberapa ibu kota regional agaknya bakal jatuh seperti kartu domino.
Pekan ini, sebuah laporan intelijen AS yang bocor memperkirakan bahwa Kabul bisa diserang dalam beberapa pekan, dan pemerintahan Afghanistan bisa runtuh dalam 90 hari.
Sejauh ini Taliban mengeklaim telah merebut kota terbesar kedua di Afghanistan, Kandahar, yang dapat disebut sebagai kemenangan besar bagi mereka.
Baca juga: Inggris Akui AS Sudah Salah Menarik Pasukannya dari Afghanistan
Kota ini pernah menjadi benteng Taliban, dan secara strategis penting sebagai pusat perdagangan yang terkemuka.
Beberapa kota lainnya juga jatuh pada Kamis (12/8/2021) dalam serangkaian kemenangan paling dramatis.
Jadi, bagaimana semua ini bisa berlangsung begitu cepat?
AS dan negara-negara sekutu NATO telah menghabiskan sebagian besar dalam 20 tahun terakhir untuk program pelatihan dan memperlengkapi pasukan keamanan Afghanistan.
Tak terhitung para jenderal ASdan Inggris mengeklaim telah membentuk tentara Afghanistan yang lebih kuat dan cakap. Janji-janji itu terlihat seperti omong kosong pada hari-hari ini.
Baca juga: Taliban Makin Beringas, Kini Kuasai 15 Ibu Kota Provinsi Afghanistan
Pemerintah Afghanistan seharusnya, secara teori, masih berada di atas angin dengan kekuatan lebih besar yang dimilikinya.
Pasukan keamanan Afghanistan berjumlah lebih dari 300.000 orang, setidaknya di atas kertas. Jumlah itu termasuk angkatan darat, udara, serta kepolisian Afghanistan.
Namun kenyataannya, negara ini selalu kepayahan dalam memenuhi target perekrutan anggota keamanan.
Tentara dan polisi Afghanistan punya riwayat buruk perihal kematian yang tinggi, desersi, serta korupsi - sejumlah komandan tak bermoral meminta anggaran yang diklaim untuk pasukannya, namun sebenarnya prajurit-prajurit itu tidak pernah ada - yang disebut "tentara hantu".
Dalam laporan terbarunya kepada Kongres AS, Inspektur Jenderal Khusus untuk Afghanistan (SIGAR) menyatakan keprihatinan serius tentang efek korupsi yang merusak dan pertanyaan keakuratan data mengenai kekuatan pasukan yang sebenarnya.
Baca juga: Afghanistan Berpotensi Jadi Negara Gagal dan Al Qaeda Bisa Berkembang
Jack Watling, dari Royal United Services Institute, mengatakan bahkan Angkatan Darat Afghanistan tidak pernah yakin berapa banyak pasukan yang sebenarnya mereka miliki.
Selain itu, dia mengatakan, ada persoalan dengan perawatan alat pertahanan dan moral.
Pasukan sering kali dikirim ke wilayah di mana mereka tidak memiliki hubungan suku atau keluarga. Inilah salah satu alasan mengapa beberapa orang kemungkinan begitu cepat meninggalkan posnya tanpa melakukan perlawanan.
Kekuatan Taliban bahkan lebih sulit untuk diukur.
Menurut Pusat Pemberantasan Terorisme AS di West Point, ada perkiraan yang memperlihatkan bahwa kekuatan inti kelompok Taliban berjumlah 60.000 jiwa.
Baca juga: Lawan Taliban, Jenderal Muda Afghanistan Ini Raih Simpati Rakyat
Dengan tambahan kelompok milisi dan pendukung lainnya, jumlah mereka bisa melebihi 200.000 orang.
Tetapi Mike Martin, mantan perwira tentara Inggris yang menguasai bahasa Pashto dan telah menelusuri sejarah konflik di Helmand dalam bukunya An Intimate War, memperingatkan terlalu berbahaya mendefinisikan Taliban sebagai satu kelompok monolitik.
Dia mencatat bahwa pemerintah Afghanistan juga terbelah oleh berbagai kepentingan faksi-faksi di tingkat lokal.