KOMPAS.com - Barham Salih yang lahir pada 12 September 1960, dikenal sebagai seorang politikus Kurdi Irak.
Pada 2018, dirinya terpilih menjadi presiden Irak yang ke-8.
Barham sempat menjadi mantan Perdana Menteri Wilayah Kurdistan dan mantan wakil perdana menteri pemerintah federal Irak.
Baca juga: AS Segera Kembalikan 17.000 Artefak Kuno Hasil Jarahan ke Irak
Pria yang lahir di Sulaymaniyah ini, pernah ditangkap pada 1979 oleh rezim Ba'athist sebanyak dua kali atas tuduhan keterlibatan dalam gerakan nasional Kurdi.
Setelah dibebaskan, dia menyelesaikan sekolah menengah dan pergi ke Inggris untuk melarikan diri.
Barham Salih pun bergabung dengan Persatuan Patriotik Kurdistan (PUK) pada akhir 1976 di mana dia menjadi anggota departemen PUK Eropa.
Dia juga bertanggung jawab atas hubungan luar negeri PUK di London.
Selain perjuangan politik, Salih sempat menyelesaikan studi universitas dan menerima gelar Sarjana Teknik Sipil dan Konstruksi dari Universitas Cardiff pada tahun 1983.
Dia melanjutkan studi dan memperoleh gelar Doktor dalam Statistik dan Aplikasi Komputer di bidang Teknik dari University of Liverpool pada tahun 1987.
Baca juga: Tolak Nominasikan Perdana Menteri, Presiden Irak Mengundurkan Diri
Karier politiknya meningkat saat terpilih sebagai anggota kepemimpinan PUK pada konferensi partai pertama ketika Kurdistan Irak dibebaskan dari Partai Ba'ath setelah Perang Teluk Persia.
Dia pun ditugaskan mengepalai Kantor PUK di Amerika Serikat.
Setelah jatuhnya rezim Ba'athist pada tahun 2003, dia menjadi Wakil Perdana Menteri di Pemerintahan Sementara Irak pada pertengahan 2004, Menteri Perencanaan dalam Pemerintahan Transisi pada tahun 2005.
Dia juga sempat jadi Wakil Perdana Menteri dalam Pemerintahan Irak terpilih (Nouri al- Maliki's Cabinet) yang membidangi portofolio ekonomi dan Ketua Komite Ekonomi.
Barham Salih juga mempelopori Daftar Kurdistan dalam pemilihan legislatif Kurdistan Irak 2009. Daftar tersebut memenangkan 59 dari 111 kursi. Ia menggantikan Nechervan Idris Barzani sebagai Perdana Menteri Pemerintah Daerah Kurdistan.
Baca juga: Biden Umumkan Tarik Pasukan AS di Irak pada Akhir 2021
Pada September 2017, Salih mengumumkan bahwa ia meninggalkan PUK dan membentuk partai oposisi baru, Koalisi untuk Demokrasi dan Keadilan, untuk bersaing dalam pemilihan Kurdistan Irak yang akan datang.
Menyusul kematian pemimpin PUK Jalal Talabani dan pemimpin oposisi Kurdi Nawshirwan Mustafa, aliansi tersebut dipandang memiliki potensi untuk mengubah lanskap politik Kurdi.
Dia berharap bisa mengumpulkan semua pihak oposisi lainnya, termasuk Gorran dan Komal, untuk menantang mengatur PPK aliansi PUK.
Pada 2 Oktober 2018, Barham Salih terpilih sebagai Presiden Irak ke-8. Ia menerima 219 suara dan mengalahkan Fuad Hussein yang memperoleh 22 suara.
Saat menjabat Salih mengutuk serangan Turki 2019 ke timur laut Suriah, dengan menyatakan bahwa itu, "akan menyebabkan penderitaan kemanusiaan yang tak terhitung, memberdayakan kelompok teroris."
Menurutnya, dunia harus bersatu untuk mencegah bencana, mempromosikan resolusi politik untuk hak semua warga Suriah, termasuk Kurdi, untuk perdamaian, martabat, dan keamanan.
Baca juga: Presiden Irak: Serangan Militer Turki ke Suriah Bisa Bangkitkan Kelompok Teroris
Pada bulan Maret 2019, Salih mengajukan terobosan “Hukum Penyintas Perempuan Yazidi” ke Parlemen untuk ditinjau.
RUU terobosan ini menetapkan sejumlah langkah-langkah reparasi bagi perempuan Yazidi yang selamat dari penangkaran.
Hal itu dilihat oleh para pemimpin Yazidi sebagai langkah penting menuju masa depan yang aman bagi para penyintas, sehingga mereka dapat melanjutkan dan membangun kembali rumah mereka, yang hancur oleh pertempuran IS.
Langkah penting lainnya terjadi pada 24 September 2019. Presiden Salih melakukan pertemuan bilateral pertamanya dengan Presiden AS Donald Trump.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.