"Jika ternyata pemerintah mencoba membungkam kami dengan menggunakan Pasal 112, berarti jelas bahwa kami hanya bisa memuji raja di negara ini, tetapi tidak boleh mempertanyakan,” ujar Patsaravalee Tanakitvibulpon, seorang aktivis terkemuka yang menghadapi tuntutan pidana karena menyatakan perbedaan pendapat, kepada DW.
Pekan lalu, jaksa mendakwa mahasiswa teknik berusia 25 tahun dan 11 aktvis lainnya dengan tuduhan "lese majeste" dan hasutan, untuk peran utama mereka dalam rapat umum di luar Kedutaan Besar Jerman pada Oktober tahun lalu.
Seperti para terdakwa "lese majeste" lainnya yang telah dibebaskan dengan jaminan, dia dibebaskan dengan syarat, antara lain yakni tidak boleh terlibat dalam kegiatan yang "menghina monarki‘‘.
Baca juga: RS di Thailand Jual Vaksin Moderna via Shopee, Ludes dalam 15 Detik
Agar gerakan itu berhasil, Pavin mengatakan para pengunjuk rasa harus bekerja sama dengan partai politik untuk memastikan bahwa agenda mereka dibawa dari protes di jalanan ke parlemen.
"Kita semua tahu ini sangat sulit," kata Patsaravalee, menunjuk pada fakta bahwa insitusi kekuasaan yang didukung oleh elite negara itu masih memegang kekuasaan tertinggi dengan 250 senator yang ditunjuk junta.
Walaupun ada seruan agar Prayuth mengundurkan diri, pria berusia 25 tahun itu mengatakan, tanpa mengubah tatanan politik, mengganti perdana menteri tidak akan banyak berpengaruh.
Fakta bahwa isu-isu ini sekarang menjadi bagian dari debat publik di Thailand sangat signifikan, dan Patsaravalee yakin pihak berwenang pada akhirnya akan dipaksa untuk memenuhi tuntutan para pengunjuk rasa.
Meskipun reformasi monarki tampaknya masih jauh dari realita, Patsaravalee yakin prospeknya tidak terlalu mengada-ada.
"Kami tidak pernah membayangkan bahwa orang akan membahas monarki sejauh ini, tetapi itu sekarang sudah terjadi," pungkasnya.
Baca juga: Istri Polisi Thailand Pamer di TikTok Naik Helikopter Kepolisian, Pangkat Suami Langsung Diturunkan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.