Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

AS Desak Perusahaan Segera Putus Bisnis dengan Xinjiang atau Kena Masalah Hukum

Kompas.com - 14/07/2021, 19:37 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Al Jazeera

WASHINGTON DC, KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) memperingatkan peningkatan risiko bagi perusahaan yang melakukan bisnis di Xinjiang, dan mengatakan mereka dapat dikenakan tuntutan berdasarkan hukum AS.

Washington menuduh China melakukan “genosida” dan “kejahatan terhadap kemanusiaan” terhadap Uighur dan etnis minoritas Muslim lainnya di wilayah tersebut.

Baca juga: Kebijakan China Disebut Bisa Mencegah Kelahiran Jutaan Bayi di Xinjiang

Dalam laporan anjuran bisnis terbaru yang dikeluarkan pada Selasa (13/7/2021), AS mengatakan ada "bukti yang berkembang" terkait kerja paksa, serta pelanggaran hak asasi manusia (HAM) lainnya dan laporan pengawasan yang "mengkhawatirkan".

“Mengingat tingkat keparahan dan tingkat pelanggaran ini, bisnis dan individu yang tidak keluar dari rantai pasokan, usaha, dan/atau investasi yang terkait dengan Xinjiang dapat berisiko tinggi melanggar hukum AS,” kata Kementerian Luar Negeri AS dalam pernyataan bersama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keamanan Dalam Negeri.

Untuk pertama kalinya, Kementerian Tenaga Kerja dan Kantor Perwakilan Dagang AS juga menandatangani anjuran peraturan tersebut.

PBB memperkirakan setidaknya satu juta orang telah ditahan dalam beberapa tahun terakhir di jaringan kamp pendidikan ulang di wilayah barat China.

Menurut Beijing, lokasi itu adalah pusat pelatihan keterampilan kejuruan yang diperlukan untuk memerangi "ekstremisme".

Melansir Al Jazeera pada Rabu (14/7/2021), para peneliti telah mendokumentasikan pelanggaran lain termasuk sterilisasi paksa, pembongkaran masjid, pembersihan pemakaman Muslim dan pemisahan keluarga.

Amnesty International bulan lalu menuduh China menciptakan "neraka distopia" di Xinjiang.

Baca juga: 21 Pekerja Terjebak di Tambang Banjir di Xinjiang China

Dalam anjuran peraturan baru yang dikeluarkan Washington, disebutkan bahwa mereka yang ingin melakukan bisnis di Xinjiang harus waspada terhadap potensi risiko sehubungan dengan pengembangan alat pengawasan terhadap sumber barang dan tenaga kerja dari Xinjiang yang menyediakan produk bagi AS.

Pengawasan itu termasuk pada perangkat lunak atau produk yang membantu dalam pembangunan atau pengoperasian pusat-pusat kamp atau pabrik-pabrik di dekat Xinjiang atau di tempat lain sepanjang rantai pasokan China.

“AS akan terus mempromosikan pertanggungjawaban atas kekejaman China dan pelanggaran lainnya melalui upaya seluruh pemerintah, dan dalam koordinasi yang erat dengan sektor swasta dan sekutu serta mitra kami,” kata Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken.

Pemberitahuan itu mencatat kurangnya transparansi, dan mendesak perusahaan untuk melakukan peningkatan uji kelayakan.

Peringatan itu menyatakan ada risiko penuntutan bagi mereka yang ditemukan, bahkan secara tidak langsung, mendukung sistem pengawasan pemerintah China di wilayah tersebut, atau memberikan dukungan keuangan kepada bisnis terkait dengan pelanggaran HAM.

Setiap perusahaan yang memiliki investasi dan operasi bisnis yang dapat terpengaruh harus mempertimbangkan "divestasi yang bertanggung jawab", tambahnya.

AS telah memasukkan daftar hitam beberapa perusahaan China atas operasi mereka di Xinjiang, serta menjatuhkan sanksi pada pejabat kunci atas dugaan pelanggaran hak.

Setidaknya 10 perusahaan China diperkirakan akan ditambahkan ke daftar hitam minggu ini.

AS juga menerbitkan "Xinjiang Supply Chain Business Advisory" pertama kali pada Juli tahun lalu.
Baca juga: Efek Ribut Uighur dan Kapas Xinjiang: TV China Sensor Logo Merek Barat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Global
Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Rangkuman Hari Ke-792 Serangan Rusia ke Ukraina: Jerman Didorong Beri Rudal Jarak Jauh ke Ukraina | NATO: Belum Terlambat untuk Kalahkan Rusia

Rangkuman Hari Ke-792 Serangan Rusia ke Ukraina: Jerman Didorong Beri Rudal Jarak Jauh ke Ukraina | NATO: Belum Terlambat untuk Kalahkan Rusia

Global
PBB: 282 Juta Orang di Dunia Kelaparan pada 2023, Terburuk Berada di Gaza

PBB: 282 Juta Orang di Dunia Kelaparan pada 2023, Terburuk Berada di Gaza

Global
Kata Alejandra Rodriguez Usai Menang Miss Universe Buenos Aires di Usia 60 Tahun

Kata Alejandra Rodriguez Usai Menang Miss Universe Buenos Aires di Usia 60 Tahun

Global
Misteri Kematian Abdulrahman di Penjara Israel dengan Luka Memar dan Rusuk Patah...

Misteri Kematian Abdulrahman di Penjara Israel dengan Luka Memar dan Rusuk Patah...

Global
Ikut Misi Freedom Flotilla, 6 WNI Akan Berlayar ke Gaza

Ikut Misi Freedom Flotilla, 6 WNI Akan Berlayar ke Gaza

Global
AS Sebut Mulai Bangun Dermaga Bantuan untuk Gaza, Seperti Apa Konsepnya?

AS Sebut Mulai Bangun Dermaga Bantuan untuk Gaza, Seperti Apa Konsepnya?

Global
[POPULER GLOBAL] Miss Buenos Aires 60 Tahun tapi Terlihat Sangat Muda | Ukraina Mulai Pakai Rudal Balistik

[POPULER GLOBAL] Miss Buenos Aires 60 Tahun tapi Terlihat Sangat Muda | Ukraina Mulai Pakai Rudal Balistik

Global
Putin Berencana Kunjungi China pada Mei 2024

Putin Berencana Kunjungi China pada Mei 2024

Global
Eks PM Malaysia Mahathir Diselidiki Terkait Dugaan Korupsi 2 Anaknya

Eks PM Malaysia Mahathir Diselidiki Terkait Dugaan Korupsi 2 Anaknya

Global
TikTok Mungkin Segera Dilarang di AS, India Sudah Melakukannya 4 Tahun Lalu

TikTok Mungkin Segera Dilarang di AS, India Sudah Melakukannya 4 Tahun Lalu

Global
Suhu Panas Tinggi, Murid-murid di Filipina Kembali Belajar di Rumah

Suhu Panas Tinggi, Murid-murid di Filipina Kembali Belajar di Rumah

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com