Ketika kami menghubungi agen perjalanan, hasilnya tidak sesuai harapan. "Harganya 350 euro, dan itu hanya menyusuri garis pantai saja. Tidak bisa mendarat, hanya melihatnya dari atas boat,. Pulau itu dilarang untuk dikunjungi, “ tulis salah satu agen.
Baca juga: Desa di Boyolali Siapkan Rumah Karantina Angker untuk Pemudik Nekat
Kami memutuskan akan mencari sendiri water taxi yang bersedia mendaratkan kami ke sana, lalu menjemputnya kembali. Syukurlah, setelah ditolak beberapa kali dengan alasan keamanan, ada satu sopir water taxi yang bersedia mengantarkan kami kesana.
"Dua jam disana, lalu kami jemput. Jangan lebih dari dua jam, dan jika ada risiko apa pun, tanggung jawab kalian sendiri,“ kata si operator water taxi.
Sekitar 200 euro tarifnya. Lebih murah daripada tawaran agen perjalanan melalui internet sebelumnya. Kesepakatan itu seperti mendapatkan durian runtuh.
Meskipun sangat capek akibat 7 jam perjalanan darat Lucerne - Venezia, tanpa banyak istarahat, kami langsung bergegas melompat ke boat yang bisa muat 10 orang itu.
Sekitar 5 km jarak Poveglia dari Venezia. Setelah melewati kanal kanal khas Venezia, kami menuju laut lepas. Cuaca mendung, angin agak kencang.
"Dari sini sudah spooky,“ guman Natalis, Urbex Swiss. Ada beberapa pulau di kanan kiri. Namun kami bisa memastikan pulau dengan lindungan pohon menghijau dan menara yang mencuat dari kejauhan, itulah Poveglia, The Island of The Death (Pulau Kematian).
Baca juga: Tinjau Lokasi Isolasi Mandiri Angker di Madiun, Menko PMK: Belum Layak tetapi Bisa Jadi Alternatif
Sampai di dermaga, bekas dermaga rumah sakit jiwa tepatnya, kami menginjakkan kaki di pulau yang paling menyeramkan di Eropa itu. "Bisa jadi juga di dunia,“ kata sopir water taxi.
Bergegas kami melipir garis pantai, mencari celah pagar besi yang melindungi pulau ini dari terobosan orang luar.
"Tidak usah tengok kanan kiri, jalan terus sampai ketemu celah masuk,“ perintah saya ketika melihat dua rekan Urbex masih alon-alon menyusuri pulau ini. Saya waswas kedatangan kami dilihat polisi air, yang bersliweran di sepanjang laguna Venezia.
Tak sampai 300 meter berjalan, kami menemukan pagar kawat berkarat yang bisa terobos masuk. Ada kelegaan untuk sementara, karena kami tersembunyi dibalik pohon yang rimbun.
Namun di depan mata adalah bekas gedung rumah sakit jiwa tersebut, serta tanah pulau Poveglia yang menjadi ladang pembakaran 160 ribu penderita pes atau kolera.
Kami bertiga berpandangan. Diam. Tapi akhirnya terus melanjutkan perjalanan. Dua jam adalah waktu yang tidak panjang untuk mengelilingi 7,5 hektar tanah Poveglia.
Baca juga: Jauhkan Kesan Angker, TPU di Kota Madiun Diubah Jadi Kebun Sayur dan Dicat Warna-warni
Seperti biasa, kami menemukan gedung yang dimakan zaman. Temboknya jebol, ranjang berkarat dan akar pepohonan yang menguasai areal.
Ruangan yang gelap gulita kami terangi dengan lampu, dan serpihan kaca dan paku berkarat kami langkahi dengan sangat hati-hati. "Kabarnya kan ada hantu yang agresif, yang bisa mendorong orang,“ kata Natalis. Repot kalau memang benar ada hantu semacam itu.