Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasukan Tandingan Dibentuk, Siap Melawan Junta Militer Myanmar

Kompas.com - 29/05/2021, 19:24 WIB
Tito Hilmawan Reditya,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Pemerintah tandingan Junta Myanmar akan membentuk Pasukan Pertahanan Rakyat yang bertujuan menyaingi angkatan bersenjata yang saat ini menguasai Myanmar.

Dilansir Reuters, National Unity Government (NUG) mengumumkan angkatan bersenjata yang baru dibentuknya sudah menyelesaikan pelatihan militer gelombang pertama.

Dalam video yang dirilis Yee Moon, Menteri Pertahanan NUG pada Jumat (28/5/2021), tampak sekelompok pasukan yang tampil dengan memakai seragam. 

"Militer ini dibentuk oleh pemerintah sipil resmi. Pasukan Pertahanan Rakyat harus sejalan dengan rakyat dan melindungi rakyat. Kami akan berjuang memenangkan pertempuran ini," kata seorang perwira dalam video itu.

Baca juga: Berbulan-bulan Kudeta Myanmar, Apa Kabar Aung San Suu Kyi?

Video itu juga memperlihatkan sekitar 100 personel berbaris di lapangan berlumpur di tengah hutan. Semuanya berdiri di belakang bendera pasukan yang berwarna merah dengan gambar bintang putih. Meski begitu, pasukan tidak tampak membawa senjata.

Beberapa hari sebelumnya, junta militer menegaskan kembali bahwa NUG adalah sekelompok pengkhianat. Pasukan Pertahanan Rakyat milik NUG, juga sudah ditetapkan sebagai kelompok teroris.

Di sisi lain, protes anti-junta militer masih terjadi setiap hari di berbagai penjuru Myanmar. Aksi mogok oleh penentang junta militer bahkan sudah melumpuhkan bisnis dan perekonomian "Negari Pagoda Emas."

Baca juga: Masih Dilanda Kudeta, Myanmar Tak Diundang ke Rapat Tahunan WHO

Pemandangan yang lebih ekstrem terjadi di wilayah pedalaman. Dilansir Reuters, kelompok etnis bersenjata masih terus menggempur militer Myanmar. Bahkan, milisi ini mulai berani menyerang wilayah perkotaan.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencatat, bentrokan antara penentang Junta Militer dan aparat Myanmar sudah menewaskan lebih dari 800 orang sejak kudeta berlangsung. Lebih dari 4.000 orang juga sudah ditahan junta militer karena menentang kudeta.

Rakyat Myanmar, mengutip Associated Press, kabarnya juga menginginkan agar PBB segera menerjunkan pasukan perdamaiannya, mencegah aksi kekerasan Junta Militer.

Baca juga: Bergabung dalam Gerakan Anti-Kudeta, Lebih dari 125.000 Guru Sekolah di Myanmar Diskors

Stephane Dujarric, Juru bicara PBB pada Senin (22/3/2021) lalu, mengatakan bahwa sanksi yang dijatuhkan dirasa belum mempan untuk melawan aksi militerisme. 

"Orang-orang benar-benar mencari tindakan internasional bersama dalam hal sanksi. Terus terang, beberapa orang di sini ingin melihat penjaga perdamaian," ujar Dujarric.

"Ada harapan besar pada PBB, dengan seluruh komunitas internasional," tambahnya.

PBB menilai, kudeta Myanmar membuat kemajuan demokrasi di Myanmar selama bertahun-tahun jadi berbalik arah.

Sebelumnya, sudah lima dekade Myanmar mendekam di bawah pemerintahan militer ketat. Membuat Myanmar seolah diisolasi dari dunia internasional.

Baca juga: Hadir secara Fisik di Sidang, Ini Ucapan Tegas Aung San Suu Kyi

Saat Aung San Suu Kyi, aktivis demokrasi Myanmar sukses di pemilu 2015, komunitas internasional langsung menyambutnya dengan positif. Sanksi internasional sebagian besar dicabut, dan investasi ke Myanmar menjadi terbuka.

Namun kudeta mendadak mengubah segalanya. Menjadikan Myanmar tak lagi berjalan ke arah yang seharusnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Puluhan Ribu Warga Israel Demo Minta Sandera Segera Dipulangkan

Puluhan Ribu Warga Israel Demo Minta Sandera Segera Dipulangkan

Global
Serangan Roket dan Drone Rusia, 2 Warga Ukraina Tewas

Serangan Roket dan Drone Rusia, 2 Warga Ukraina Tewas

Global
Gencatan Senjata di Gaza Masih Bergantung Israel

Gencatan Senjata di Gaza Masih Bergantung Israel

Global
Balita Ini Sebut Ada Monster di Dinding Kamar, Ternyata Sarang 50.000 Lebah

Balita Ini Sebut Ada Monster di Dinding Kamar, Ternyata Sarang 50.000 Lebah

Global
Serang Wilayah Ukraina, Pesawat Tempur Rusia Ditembak Jatuh

Serang Wilayah Ukraina, Pesawat Tempur Rusia Ditembak Jatuh

Global
Remaja 16 Tahun di Australia Ditembak di Tempat setelah Lakukan Serangan Pisau

Remaja 16 Tahun di Australia Ditembak di Tempat setelah Lakukan Serangan Pisau

Global
Sempat Jadi Korban AI, Warren Buffett Beri Pesan Serius

Sempat Jadi Korban AI, Warren Buffett Beri Pesan Serius

Global
Kompetisi Band Metal Kembali Digelar di Jeddah

Kompetisi Band Metal Kembali Digelar di Jeddah

Global
Di KTT OKI Gambia, Menlu Retno: Negara Anggota OKI Berutang Kemerdekaan kepada Rakyat Palestina

Di KTT OKI Gambia, Menlu Retno: Negara Anggota OKI Berutang Kemerdekaan kepada Rakyat Palestina

Global
Warga Palestina Berharap Perang Berakhir, Tapi Pesimis Gencatan Senjata Cepat Terwujud

Warga Palestina Berharap Perang Berakhir, Tapi Pesimis Gencatan Senjata Cepat Terwujud

Global
Politikus Muslim Sadiq Khan Menang Pemilihan Wali Kota London untuk Kali Ketiga

Politikus Muslim Sadiq Khan Menang Pemilihan Wali Kota London untuk Kali Ketiga

Global
Hamas Tuntut Gencatan Senjata Abadi, Israel: Itu Menghambat Proses Negosiasi

Hamas Tuntut Gencatan Senjata Abadi, Israel: Itu Menghambat Proses Negosiasi

Global
Makna di Balik Lagu Pop Propaganda Korea Utara yang Ternyata banyak Disukai Pengguna TikTok

Makna di Balik Lagu Pop Propaganda Korea Utara yang Ternyata banyak Disukai Pengguna TikTok

Global
Rangkuman Hari Ke-801 Serangan Rusia ke Ukraina: Rusia Resmi Buru Zelensky | Ukraina Tembak Sukhoi Su-25

Rangkuman Hari Ke-801 Serangan Rusia ke Ukraina: Rusia Resmi Buru Zelensky | Ukraina Tembak Sukhoi Su-25

Global
China Luncurkan Chang'e-6 ke Sisi Jauh Bulan, Ini Misinya

China Luncurkan Chang'e-6 ke Sisi Jauh Bulan, Ini Misinya

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com