NEW DELHI, KOMPAS.com - Seorang juru kampanye anti-vaksinasi karismatik telah mendulang popularitas di India, dengan mengeklaim bahwa pendekatan ilmu kedokteran terhadap pandemi sepenuhnya salah.
Tetapi para kritikus mengatakan Biswaroop Roy Chowdhury membahayakan nyawa, sebab ia secara keliru mengeklaim bahwa dia dapat menyembuhkan Covid-19 melalui makanan saja, lapor Ed Main dan Reha Kansara.
Biswaroop Roy Chowdhury bukanlah orang yang bisa menahan diri.
"Menurut saya, kebanyakan kematian bukan karena virus corona itu sendiri, tapi karena perawatannya," ujarnya dalam salah satu video yang dipublikasikan melalui situsnya.
Bintang media sosial India - atau bisa dibilang mantan bintang media sosial karena ia telah dilarang di sejumlah platform - tersebut menegaskan bahwa pengobatan konvensional adalah konspirasi yang dirancang untuk memenuhi kantong dokter dan bisnis besar.
"Saya benar-benar yakin bahwa manusia tak memerlukan vaksinasi sama sekali."
Dalam videonya, ia mengeklaim pola makanannya yang kaya akan buah-buahan dan sayuran, akan menyembuhkan tak hanya Covid-19, tapi juga diabetes dan AIDS.
Ilmu kedokteran mengatakan semua ini tidak masuk akal.
Tapi Chowdhury telah memanfaatkan pandemi untuk menyebarkan pesannya.
Dia mengajari para pengikutnya bahwa rumah sakit meningkatkan kemungkinan kematian mereka dan mengatakan bahwa pasien Covid-19 yang sulit bernapas akan lebih baik duduk di depan kipas angin ketimbang menerima oksigen.
Bagi para pengkritiknya, dia adalah penipu berbahaya yang nasihat buruknya hanya dapat memicu gelombang kedua virus corona yang mengerikan di India.
Baca juga: Corona di India Renggut Banyak Nyawa, Badan Industri Pun Desak Pembatasan Ekonomi
"Dia memiliki banyak pengikut dan itu membuatnya lebih berbahaya."
Mereka adalah pengikut yang telah dia kumpulkan melalui banyak buku, video dan kursus online dan siaran langsung ceramahnya.
YouTube, Twitter, dan Facebook melarang Chowdhury tahun lalu, setelah dia berhasil mengumpulkan banyak pengikut - hampir satu juta di YouTube saja - sebelum akunnya dihapus.
Ia masih memiliki akun resmi di WhatsApp dan Telegram.
Pendukungnya juga mengunggah dan menyebarkan isi ceramahnya melalui akun proxy.
WhatsApp berkata bahwa mereka bekerja keras untuk membatasi penyebaran informasi bohong soal virus corona di platform mereka.
Sedangkan Telegram tidak memberi respons ketika dimintai tanggapan.
Chowdhury menampilkan dirinya sebagai sosok underdog yang berani melawan lembaga medis yang bermaksud menipu publik.
Dia menegaskan bahwa covid-19 "sama seperti flu biasa", meskipun faktanya virus itu jauh lebih mematikan.
Kendati ada banyak bukti yang menunjukkan sebaliknya, ia mengeklaim bahwa masker tak membantu menghentikan penyebaran virus dan justru akan membuat para pemakainya sakit.
Dia telah mengooptasi kata dalam bahasa Urdu azaadi, yang berarti "kebebasan" - seruan yang menggema di banyak komunitas tertindas di India, untuk slogannya "masks se azaadi" ("kebebasan dari masker").
Baca juga: Demi Dapat Obat di RS India, Istri Pasien Covid-19 Sampai Ancam Bunuh Diri
Tentu saja, ada literatur penelitian medis yang sangat banyak selama beberapa dekade yang mendokumentasikan bagaimana vaksin telah membantu mengendalikan dan bahkan memberantas penyakit di seluruh dunia.
Tapi Chowdhury mengabaikannya sepenuhnya.
Chowdhury mulai mengembangkan "obat" diet kontroversialnya sekitar satu dekade lalu.
Itu hanya salah satu dari untaian karier yang penuh warna dan beragam.
Setelah belajar sebagai seorang insinyur, ia mencoba-coba pembuatan film Bollywood dan bahkan menjadikan dirinya sebagai pemain dalam satu film.
Dia juga pemimpin redaksi dan pendiri India dan Asia Book of Records yang meniru, tetapi tidak berafiliasi dengan Guinness Book of Records.
Nilesh Christopher, seorang jurnalis dari situs teknologi Rest of World, berkata Chowdhury menjadi tertarik dengan nutrisi ketika istrinya tak bisa sembuh dari penyakit seperti flu.
"Apa yang dia katakan kepada saya adalah, dia mengunjungi beberapa dokter, dan mencoba mencari obat untuk itu, tapi tak ada yang bisa menyembuhkan," katanya.
"Saat itulah dia memasuki mode belajar mandiri ini dan dia mengeklaim telah membaca makalah penelitian dan menemukan formula ajaib ini, yaitu air kelapa, buah jeruk, dan sayuran."
India memang memiliki sejarah tradisi pengobatan Ayurveda yang panjang, dengan menggunakan makanan dan pengobatan herbal untuk mengobati penyakit.
Baca juga: Kasus Harian Covid-19 Capai 400.000, India Diminta Lockdown 15 Hari
"Dia jelas salah satu dukun paling terkemuka di India," kata Christopher.
Ketika Covid-19 muncul, Chowdhury segera mengumumkannya sebagai "penyakit seperti influenza" yang bisa disembuhkan dengan pola makan tiga tahap yang telah ia terapkan.
Ia membuka layanan konsultasi dengan memasang harga 500 rupee, atau hampir Rp 100.000 kepada para pasien, jika mereka ingin mendapatkan rencana diet.
"Dia membangun kerajaan digital besar-besaran melalui kursus nutrisi online, program sertifikasi, dan layanan konsultasi, dan itulah model bisnisnya," kata Christopher.
"Itu tidak berubah, tidak peduli penyakit apa yang Anda katakan padanya."
Chowdhury mengatakan, dia telah menyembuhkan lebih dari 50.000 pasien Covid-19 tanpa korban jiwa.
Tetapi Dr Arun Gupta, Presiden Dewan Medis Delhi mengatakan bahwa kebanyakan orang akan sembuh dari virus terlepas dari apa yang mereka makan.
"Jika ada 100 pasien dan saya mengklaim bahwa saya menyembuhkan Anda semua, Anda melihat 97 persen akan sembuh, bahkan tanpa intervensi apa pun," katanya.
Dr Gupta mengatakan lebih banyak yang harus dilakukan untuk menghentikan penyebaran informasi yang salah tersebut.
"Ini adalah tanggung jawab pemerintah untuk mencatatnya dan memastikan orang-orang ini terkendali," katanya.
Betapa pun, Chowdhury mendukung metodenya dan menolak tuduhan bahwa ajarannya membahayakan orang.
"Apa mereka memberikan bukti apa pun? Saya kira tidak," katanya kepada BBC.
Baca juga: Pasien Covid-19 di India Meninggal Setelah Oksigennya Diberikan ke Pasien VIP
Namun, ahli gizi itu kini sedang diselidiki terkait satu klaim spesifik bahwa metodenya telah menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
Jaideep Bihani, seorang insinyur dari Delhi, telah mengajukan tuntutan pidana terhadap Chowdhury atas kematian ibunya, Shanti Bihani, pada Agustus 2017.
Bihani mengatakan kepada BBC bahwa dia "100 persen" menyalahkan Chowdhury atas kematian ibunya.
Setelah menemukan metode pengobatan Chowdhury di internet, Bihani membayar ratusan dollar untuk membawa ibunya ke acara yang digelar oleh Chowdhury selama tiga hari guna mempelajari penyembuhan diabetesnya.
Acara tersebut diadakan di tempat pengobatan holistik di pinggiran Delhi.
Sebuah video pada malam pertama menunjukkan Chowdhury mendesak para hadirin untuk berhenti minum obat-obatan mereka.
"Saya punya satu kotak, itu disebut kotak obat oranye ... Semua obat, akan kita taruh di sini dan kita kunci. Jadi saya harap Anda tidak akan membutuhkan obat-obatan itu lagi," dia kata.
Chowdhury mengatakan kepada hadirin bahwa pasien dengan kondisi kesehatan yang sangat buruk, seperti Shanti Bihani, akan dipantau dan diberi beberapa obat jika diperlukan.
Namun makanan dari metode dietnya akan berfungsi sebagai obat utama mereka di masa mendatang.
Baca juga: Kerja Berat Penggali Makam Covid-19 India: Shift 24 Jam dan Tak Bisa Puasa
Keesokan harinya dia mengeluh merasa mengantuk dan kemudian pingsan.
Akhirnya dia dibawa ke rumah sakit di mana dia meninggal setelah menderita serangan jantung.
Dalam pengaduan pidana, Bihani menuduh Chowdhury mengaku sebagai praktisi medis, menawarkan perawatan palsu dan gagal memberikan perawatan darurat dalam kursus.
Namun Chowdhury menyangkal semua ini.
Itu adalah lembaga yang menurut situsnya bukan bermarkas di Afrika tetapi di Karibia.
Gelar ini tampaknya menjadi alasan mengapa Chowdhury menyebut dirinya seorang dokter, meskipun dia tidak menjawab pertanyaan kami tentang masalah ini.
Menanggapi tuduhan Bihani, juru bicara Chowdhury memberi tahu kami bahwa ibu Bihani adalah perempuan yang sangat sakit yang telah menyantap paan masala, stimulan ringan namun membuat ketagihan yang dibuat dari pinang dan zat lainnya. Putranya menyangkal ini.
Juru bicara Chowdhury juga mengatakan Bihani memiliki obat ibunya selama kursus berlangsung. Namun Bihani juga membantahnya.
Bihani mengatakan dia berharap pengalamannya harus menjadi peringatan bagi siapa pun yang berpikir untuk mengikuti nasihat Chowdhury.
"Melihat ayah saya setiap hari sendirian di usia ini, dan melihat anak-anak saya tidak bersama nenek mereka - Anda tahu, saya bahkan tidak bisa memberi tahu Anda apa yang saya rasakan."
Baca juga: India Kehabisan Vaksin, Krisis Covid-19 Makin Parah
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.