Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Risiko Perang Saudara Memuncak, AS Tarik Diplomat dari Myanmar

Kompas.com - 31/03/2021, 13:42 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum

Penulis

Sumber Guardian

NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Amerika Serikat (AS) telah memerintahkan penarikan diplomat non-essential dari Myanmar, di tengah meningkatnya ancaman perang saudara menyusul kudeta militer untuk menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi.

Protes harian yang menuntut pemulihan pemerintah terpilih terus ditanggapi dengan tindakan keras dari militer.

Tercatat korban tewas sejak kudeta Myanmar 1 Februari mencapai lebih dari 520 warga sipil.

Tanggapan kekerasan junta telah memicu kecaman internasional - dan ancaman pembalasan dari beberapa kelompok etnis bersenjata Myanmar.

Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) menyatakan sedang memerintahkan "pegawai pemerintah AS non-essential dan anggota keluarga mereka" keluar dari negara tersebut.

“Keputusan itu diambil untuk melindungi keselamatan dan keamanan staf dan keluarga mereka,” kata Departemen Luar Negeri AS melansir Guardian pada Rabu (31/3/2021).

Baca juga: Kelompok Etnik Bersenjata di Myanmar Siap Bersatu Lawan Junta Militer

Negara-negara di dunia telah berulang kali mengutuk tindakan keras terhadap perbedaan pendapat dan menekan kader junta Myanmar dengan sanksi.

Tapi tekanan tidak memengaruhi para jenderal. Pada Sabtu (27/3/2021), Hari Angkatan Bersenjata tahunan, negara itu menyaksikan korban jiwa terbesar sejauh ini, dengan sedikitnya 107 orang tewas.

Dewan Keamanan PBB akan mengadakan sesi darurat terkait Myanmar pada Rabu (31/3/2021), atas permintaan Inggris.

Ke-15 anggota akan bertemu secara tertutup, dimulai dengan pengarahan dari utusan khusus PBB untuk Myanmar, Christine Schraner Burgener.

Pertumpahan darah yang membara telah membuat marah beberapa dari 20 atau lebih kelompok etnis bersenjata Myanmar. Kelompok ini menguasai sebagian besar wilayah di perbatasan.

Tiga dari mereka, Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang, Tentara Aliansi Demokratik Kebangsaan Myanmar, dan Tentara Arakan (AA), pada Selasa (30/3/2021) mengancam akan bergabung dengan para pengunjuk rasa, jika militer tidak menahan tindakan kerasnya.

Sementara ketiganya belum bertindak atas peringatan mereka, dua etnik lainnya sudah mulai bergerak. Persatuan Nasional Karen (KNU) dan Tentara Kemerdekaan Kachin (KIA) telah meningkatkan serangan terhadap militer dan polisi dalam beberapa hari terakhir.

Sebuah kantor polisi di Bago dilaporkan terkena serangan roket yang melukai lima petugas pada Selasa (30/3/2021), meskipun tidak jelas siapa yang bertanggung jawab.

Baca juga: Potensi Perang Saudara di Myanmar Semakin Besar, jika Kelompok Etnis Angkat Senjata

KNU, salah satu kelompok pemberontak terbesar, mengambil alih pangkalan militer di negara bagian Kayin timur pada akhir pekan. Aksi ini mendorong militer untuk menanggapi dengan serangan udara.

Serangan lebih lanjut diluncurkan pada Selasa (30/3/2021). Padoh Saw Taw Nee, Kepala urusan luar negeri KNU, mengatakan kelompok itu akan meningkatkan posisinya sebagai pihak yang "sangat mendukung gerakan rakyat melawan (kudeta) militer."

Pada hari yang sama, Brigade Kelima KNU mengeluarkan pernyataan mengutuk serangan udara dan memeringatkan bahwa tidak ada pilihan lain selain "menghadapi ancaman serius" yang ditimbulkan oleh militer.

Sekitar 3.000 orang melarikan diri melalui hutan untuk mencari keselamatan, melintasi perbatasan di Thailand setelah demonstrasi akhir pekan.

Baca juga: Pimpinan Junta Militer Myanmar Gelar Pesta Mewah pada Hari Paling Berdarah sejak Kudeta

Kementerian Luar Negeri Thailand mengatakan pada Selasa malam sekitar 2.300 pengungsi telah kembali ke Myanmar, sementara sekitar 550 tetap di Thailand.

Aktivis Karen menuduh pihak berwenang Thailand mendorong orang kembali dan menuduh mereka memblokir pejabat pengungsi PBB dari daerah tersebut.

Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-O-Cha bersikeras bahwa “tidak ada masuknya” pengungsi, dan bahwa otoritas kerajaan tidak “menakuti mereka dengan senjata atau tongkat”.

Beberapa orang Karen yang terluka dalam serangan akhir pekan mencari perawatan medis pada Selasa di sisi perbatasan Thailand.

Kasus paling serius adalah seorang anak berusia 15 tahun dengan paru-paru robek dan tulang rusuk patah.

Baca juga: Korban Tewas dari Kudeta Myanmar telah Lampaui 500 Orang, Para Pejabat di Dunia Marah

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Global
Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Internasional
Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Global
Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Internasional
Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Global
Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Internasional
Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Global
Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Global
Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Global
Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Global
Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com