Di tengah krisis kemanusiaan yang terjadi dalam etnis minoritas Rahingya, citranya sebagai ikon perdamaian mendapatkan tamparan.
Ia dituduh membiarkan kekerasan yang menimpa minoritas Rohingya Myanmar tersebut.
Muslim Rohingya selalu menjadi salah satu minoritas yang paling teraniaya di Myanmar, tetapi telah lama percaya pada Aung San Suu Kyi dapat menjadi pemimpin yang akan memperlakukan mereka sebagai warga negara yang sah.
Etnis Rohingya selalu berada di antara massa yang berdemonstrasi membela Suu Kyi sejak 1990-an, berdiri bahu-membahu dengan partai NLD.
Namun melansir The Guardian, kepercayaan itu nampaknya salah.
Baca juga: Aung San Suu Kyi Dikabarkan Jadi Tahanan Rumah dalam Kudeta Myanmar
Suu Kyi memang tidak bertanggung jawab atas tidnakan keras militer terhadap orang-orang Rohingya yang berpusat di Rakhine, tapi dia juga tidak membela etnis minoritas itu dengan mengutuk tindakan militer yang menganiaya.
Aung San Suu Kyi menyatakan tindakan militer tersebut merupakan tanggapan yang tepat terhadap pemberontakan milisi Rohingya, bahkan menggambarkan para jenderal yang dituduh melakukan genosida sebagai "cukup manis".
Myanmar sekarang menghadapi gugatan di Mahkamah Internasional (ICJ), yang menuduh negara melakukan genosida. Sementara, Pengadilan Kriminal Internasional sedang menyelidiki negara tersebut atas kejahatan terhadap kemanusiaan.
Mantan pendukung internasional Suu Kyi menuduhnya tidak melakukan apa pun untuk menghentikan pemerkosaan, pembunuhan, dan kemungkinan genosida dengan menolak untuk mengutuk militer yang masih kuat atau mengakui laporan kekejaman.
Beberapa awalnya berpendapat bahwa dia adalah seorang politikus pragmatis, mencoba untuk memerintah negara multi-etnis dengan sejarah yang kompleks.
Dikabarkan, ia juga sering mengungkapkan kekesalahan kepada diplomat yang membicarakan etnis minoritas itu.
Baca juga: Orang-orang Rohingya Rayakan Aung San Suu Kyi Ditangkap Militer Myanmar
Yanghee Lee, utusan khusus PBB untuk Myanmar, mengatakan Aung San Suu Kyi "kesal" ketika dia mengangkat isu etnis Rohingya dalam pertemuan mereka.
Bill Richardson, veteran diplomat Amerika Serikat (AS) yang termasuk angota dalam panel penasihat yang dibentuk Aung San Suu Kyi untuk membantu mengatasi krisis Rohingya, dengan cepat keluar karena sikap keras kepala Suu Kyi terhadap topik Rohingya.
"Saya pikir dia telah membeli narasi militer tentang apa yang terjadi di Rakhine," kata Richardson.
"Tidak ada ruang untuk berdialog dengan Aung San Suu Kyi soal Rakhine. Dia memandang setiap orang yang memberikan kritik membangun yang tidak sesuai dengan narasinya, adalah tidak loyal," lanjutnya.