Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perempuan Berdaya: Reputasi Aung San Suu Kyi dari Ikon Perdamaian, Jatuh Akibat Krisis Etnis Rohingya

NAYPYIDAW, KOMPAS.com - Aung San Suu Kyi, perempuan berdaya kelahiran Yangon, Myanmar 19 Juni 1945 pernah dikenal sebagai mercusuar hak asasi manusia, yang melawan kekejaman militer yang berkuasa di tanah airnya dalam beberapa dekade.

Pada 1991, Aung San Suu Kyi menerima Hadiah Nobel Perdamaian, ketika masih menjadi tahanan rumah dan dipuji sebagai "contoh luar biasa dari kekuatan orang yang tidak berdaya".

Suu Kyi memiliki perjalanan yang cukup panjang dalam tampuk pemerintahan de facto Myanmar.

Perjuangan politik Suu Kyi di negara pagoda emas mungkin tidak terlepas dari peran ayahnya yang merupakan pahlawan kemerdekaan Myanmar, jenderal Aung San.

Sang jenderal tewas dibunuh saat Suu Kyi berusia 2 tahun dan tepat sebelum Myanmar memperoleh kemerdekaan dari penjajah Inggris pada 1948.

Lika-liku politik

Melansir BBC, wanita kelahiran 1945 itu menghabiskan hampir 15 tahun dalam penahanan antara 1989 hingga 2010.

Ia berjuang untuk membawa demokrasi ke Myanmar yang dikuasai militer, menjadikan dirinya sebagai simbol internasional yang melawan penindasan secara damai.

Pada 2015, dia memimpin Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) meraih kemenangan dalam pemilihan umum (pemilu) pertama yang diperebutkan secara terbuka selama 25 tahun.

Namun, konstitusi Myanmar melarangnya menjadi presiden karena memiliki anak yang berwarganegara asing, Alexander dan Kim, dari suaminya, Michael Aris asal Inggris.

Sehingga, hanya memberikan ia gelar resmi sebagai penasihat negara, pembantu dekat presiden yang dijabat oleh Win Myint hingga kudeta Myanmar pada 2021 pada Senin (1/2/2021).

Pada 2020, partai Suu Kyi, NLD, sekali lagi memenangkan mayoritas suara dalam pemilu kedua Myanmar, yang mendapatkan lebih banyak suara dari pada 2015.

Militer yang masih berkuasa membantah hasil tersebut, mengklaim adanya penipuan pemilu dan melakukan penangkapan terhadap Suu Kyi serta anggota parlemen yang akan duduk kembali ke kursi mereka untuk pertama kalinya pada Senin (1/2/2021).

Keadaan darurat diumumkan yang membuat penyerahan kekuasaan kepada militer selama setahun penuh.

Krisis Rohingya

Sejak menjadi penasihat negara Myanmar, sepakterjangnya menarik perhatian terkait perlakuannya terhadap minoritas Rohingya yang sebagian besar Muslim di negara itu.

Pada 2017, ratusan ribu orang Rohingya melarikan diri ke negara tetangga, Bangladesh, karena tindakan keras militer yang dipicu oleh serangan mematikan di kantor polisi di negara bagian Rakhine, seperti yang dilansir dari BBC.

Di tengah krisis kemanusiaan yang terjadi dalam etnis minoritas Rahingya, citranya sebagai ikon perdamaian mendapatkan tamparan.

Ia dituduh membiarkan kekerasan yang menimpa minoritas Rohingya Myanmar tersebut.

Muslim Rohingya selalu menjadi salah satu minoritas yang paling teraniaya di Myanmar, tetapi telah lama percaya pada Aung San Suu Kyi dapat menjadi pemimpin yang akan memperlakukan mereka sebagai warga negara yang sah.

Etnis Rohingya selalu berada di antara massa yang berdemonstrasi membela Suu Kyi sejak 1990-an, berdiri bahu-membahu dengan partai NLD.

Namun melansir The Guardian, kepercayaan itu nampaknya salah.

Suu Kyi memang tidak bertanggung jawab atas tidnakan keras militer terhadap orang-orang Rohingya yang berpusat di Rakhine, tapi dia juga tidak membela etnis minoritas itu dengan mengutuk tindakan militer yang menganiaya.

Aung San Suu Kyi menyatakan tindakan militer tersebut merupakan tanggapan yang tepat terhadap pemberontakan milisi Rohingya, bahkan menggambarkan para jenderal yang dituduh melakukan genosida sebagai "cukup manis".

Myanmar sekarang menghadapi gugatan di Mahkamah Internasional (ICJ), yang menuduh negara melakukan genosida. Sementara, Pengadilan Kriminal Internasional sedang menyelidiki negara tersebut atas kejahatan terhadap kemanusiaan.

Mantan pendukung internasional Suu Kyi menuduhnya tidak melakukan apa pun untuk menghentikan pemerkosaan, pembunuhan, dan kemungkinan genosida dengan menolak untuk mengutuk militer yang masih kuat atau mengakui laporan kekejaman.

Beberapa awalnya berpendapat bahwa dia adalah seorang politikus pragmatis, mencoba untuk memerintah negara multi-etnis dengan sejarah yang kompleks.

Dikabarkan, ia juga sering mengungkapkan kekesalahan kepada diplomat yang membicarakan etnis minoritas itu.

Yanghee Lee, utusan khusus PBB untuk Myanmar, mengatakan Aung San Suu Kyi "kesal" ketika dia mengangkat isu etnis Rohingya dalam pertemuan mereka.

Bill Richardson, veteran diplomat Amerika Serikat (AS) yang termasuk angota dalam panel penasihat yang dibentuk Aung San Suu Kyi untuk membantu mengatasi krisis Rohingya, dengan cepat keluar karena sikap keras kepala Suu Kyi terhadap topik Rohingya.

"Saya pikir dia telah membeli narasi militer tentang apa yang terjadi di Rakhine," kata Richardson.

"Tidak ada ruang untuk berdialog dengan Aung San Suu Kyi soal Rakhine. Dia memandang setiap orang yang memberikan kritik membangun yang tidak sesuai dengan narasinya, adalah tidak loyal," lanjutnya.

Richardson tidak menyesal dalam mengutuk wanita yang pernah dia bantu dengan susah payah.

"Retorika luhurnya memungkiri kenyataan," ucapnya yang dikutip dari The Guardian.

"Dia memiliki gaya kepemimpinan otokratis dan terlalu bergantung pada lingkaran kecil penasihat lama," ungkapnya.

Salah satu dari sedikit tokoh yang masih memiliki akses reguler ke Aung San Suu Kyi, dan tetap bersikap positif tentangnya, adalah Roelf Meyer, politikus dari Partai Kongres Nasional Afrika, yang membantu merundingkan akhir apartheid

Meyer sekarang bekerja di lapangan di Rakhine untuk rekonsiliasi terhadap Rohingya.

“Saya memiliki akses kepadanya dan saya memiliki akses ke apa yang ingin saya capai di Rakhine dan tidak ada yang melarang saya,” kata Meyer, berbicara untuk pertama kalinya tentang keterlibatannya di Myanmar.

“Kapanpun saya ingin bertemu dengannya untuk memberi tanggapan, saya bisa. Jika dia tidak ingin menyelesaikan ini, dia tidak akan mengizinkan saya untuk melanjutkan," ujarnya.

Namun, pembelaan pihak Suu Kyi atas tindakan tentara pada sidang ICJ di Den Haag dipandang sebagai titik balik baru untuk reputasi internasionalnya.

Di luar dari reputasinya yang dipertanyakan dalam membela hak kemanusiaan yang adil, di rumah, "The Lady", begitu Suu Kyi dikenal, tetap sangat populer di antara mayoritas Buddha yang memiliki sedikit simpati untuk Rohingya.

https://www.kompas.com/global/read/2021/02/03/130530470/perempuan-berdaya-reputasi-aung-san-suu-kyi-dari-ikon-perdamaian-jatuh

Terkini Lainnya

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Saat Warga Swiss Kian Antusias Belajar Bahasa Indonesia...

Global
Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Lulus Sarjana Keuangan dan Dapat Penghargaan, Zuraini Tak Malu Jadi Pencuci Piring di Tempat Makan

Global
Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun 'Menampakkan Diri'

Bendungan di Filipina Mengering, Reruntuhan Kota Berusia 300 Tahun "Menampakkan Diri"

Global
Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Pria India Ini Jatuh Cinta kepada Ibu Mertuanya, Tak Disangka Ayah Mertuanya Beri Restu Menikah

Global
Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Perbandingan Kekuatan Militer Rusia dan Ukraina

Internasional
Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Setelah Punya Iron Dome, Israel Bangun Cyber Dome, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Protes Pro-Palestina Menyebar di Kampus-kampus Australia, Negara Sekutu Israel Lainnya

Global
Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Apa Tuntutan Mahasiswa Pengunjuk Rasa Pro-Palestina di AS?

Internasional
Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Setelah Menyebar di AS, Protes Pro-Palestina Diikuti Mahasiswa di Meksiko

Global
Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Dilanda Perang Saudara, Warga Sudan Kini Terancam Bencana Kelaparan

Internasional
Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Rangkuman Hari Ke-799 Serangan Rusia ke Ukraina: Gempuran Rudal Rusia di 3 Wilayah | Rusia Disebut Pakai Senjata Kimia Kloropirin

Global
Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Biaya Rekonstruksi Gaza Pascaperang Bisa Mencapai Rp 803 Triliun, Terparah sejak 1945

Global
Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Paus Fransiskus Teladan bagi Semua Umat dan Iman

Global
Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Rusia Dilaporkan Kirimkan Bahan Bakar ke Korea Utara Melebihi Batasan PBB

Global
Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Turkiye Hentikan Semua Ekspor dan Impor dengan Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke