SEOUL, KOMPAS.com - Korea Selatan dan China sama-sama menancapkan tonggak sejarah baru bulan ini, dengan berhasil menyalakan matahari buatan.
Inovasi yang sebenarnya bernama reaktor fusi nuklir itu sukses dinyalakan China pada awal Desember, lalu diikuti Korsel kemarin (28/12/2020).
Keduanya pun mencatatkan pencapaian tinggi masing-masing.
Baca juga: [VIDEO] Detik-detik Matahari Buatan Korsel Menyala dan Pecahkan Rekor Dunia
Reaktor HL-2M Tokamak merupakan perangkat penelitian eksperimental fusi terbesar dan tercanggih di China, sedangkan perangkat fusi superkonduktor Korsel memecahkan rekor dunia.
Lalu, apa bedanya matahari buatan Korsel dengan matahari buatan China? Berikut penjelasannya.
Para ilmuwan di China bekerja mengembangkan versi yang lebih kecil dari reaktor fusi nuklir sejak 2006.
Mereka berencana menggunakan perangkat tersebut bersama para ilmuwan yang mengerjakan Reaktor Eksperimental Termonuklir Internasional (ITER).
ITER merupakan proyek penelitian fusi nuklir terbesar di dunia yang berbasis di Perancis, yang diharapkan selesai pada 2025.
China juga akan melanjutkan pembangunan China Fusion Engineering Test Reactor (CFETR) paling cepat tahun depan. Pembangunan reaktor eksperimental tersebut membutuhkan waktu setidaknya 10 tahun.
Sementara itu matahari buatan Korsel dibuat oleh Korea Superconducting Tokamak Advanced Research (KSTAR), memanfaatkan energi nuklir untuk menjadi perangkat fusi superkonduktor.
Baca juga: Matahari Buatan Korea Selatan Pecahkan Rekor Dunia Baru
Matahari buatan Korea Selatan sukses mencetak rekor dunia, usai mempertahankan plasma bersuhu tinggi selama 20 detik.
Suhu ion yang dihasilkan matahari buatan Korsel itu dilaporkan mencapai lebih dari 100 juta derajat Celsius.
Waktu 20 detik ini memecahkan rekor pengoperasian sebelumnya yaitu 8 detik, yang dicatatkan KSTAR tahun lalu.
Matahari buatan China tidak diketahui persis berapa durasi saat menyala pertama kali, tetapi pastinya lebih singkat dari matahari buatan Korsel yang memecahkan rekor dunia.
Baca juga: Penjelasan Reaksi Fusi pada Matahari
Diberitakan Kompas.com pada 8 Desember 2020, matahari buatan China menggunakan medan magnet yang kuat untuk memadukan plasma panas, yang dapat mencapai suhu hingga lebih dari 150 juta derajat Celcius
Dengan demikian, panas yang dihasilkan oleh reaktor tersebut sekitar 10 kali lebih panas dari inti matahari yang suhunya bisa mencapai sekitar 15 juta derajat Celcius.
Kemudian untuk matahari buatan Korsel dilansir dari Phys Senin (28/12/2020), pada percobaan yang dilakukan tahun 2018 KSTAR dapat mencapai suhu ion plasma 100 juta derajat Celsius untuk pertama kalinya, dengan waktu retensi sekitar 1,5 detik.
Untuk kembali menciptakan kembali reaksi fusi yang terjadi pada matahari di Bumi, maka isotop hidrogen harus ditempatkan di dalam perangkat fusi nuklir seperti KSTAR.
Hal itu dilakukan guna menciptakan keadaan plasma, di mana ion dan elektron dipisahkan, kemudian ion dipanaskan dan dipertahankan pada suhu tinggi.
Baca juga: Mengenal Matahari Buatan China yang Akhirnya Menyala, Apa Fungsinya?
Ilmuwan utama proyek reaktor fusi nuklir HL-2M, Zhong Luwu dari Southwestern Institute of Physics mengatakan pada China National Radio, HL-2M dapat menahan pemboman berulang oleh partikel limbah yang dapat dihasilkan oleh gas panas, yang membawa energi dalam jumlah besar.
Akan tetapi profesor fisika nuklir, Wang Yugang dari Peking University mengatakan, beberapa partikel radioaktif yang dihasilkan oleh reaksi fusi nuklir tidak dapat dibendung oleh medan magnet HL-2M.
"Tidak apa-apa untuk dioperasikan dalam jangka pendek," kata Wang.
Dia menambahkan, tidak ada bahan buatan manusia yang dapat menahan kerusakan kumulatif dari partikel subatom selama beberapa tahun atau dekade.
Namun untuk matahari buatan Korsel, belum diungkap secara rinci apa saja manfaat pembuatannya.
Energi fusi nuklir sendiri sudah lama diharapkan dapat mengatasi masalah kekurangan energi, yang secara teori hidrogen dari air laut dapat digunakan sebagai bahan bakar.
Baca juga: Meski Namanya Kurang Tepat, Matahari Buatan Jadi Tonggak Bersejarah China
China membeberkan rencana mereka, untuk mencapai target produksi energi fusi reaktor HL-2M Tokamak yang akan dikomersialkan pada 2050.
Lalu tujuan akhir dari matahari buatan KSTAR adalah dapat melakukan operasi plasma berkelanjutan selama 300 detik, dengan suhu ion lebih tinggi dari 100 juta derajat Celsius pada 2025.
Baca juga: China Berencana Komersilkan Matahari Buatan pada 2050
Sumber: Kompas.com (Penulis: Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas, Bernadette Aderi Puspaningrum, Danur Lambang Pristiandaru | Editor: Holy Kartika Nurwigati Sumartiningtyas, Bernadette Aderi Puspaningrum, Danur Lambang Pristiandaru)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.