Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Pasifik Diminta Waspada terhadap China dalam Proyek Bawah Laut, Ada Apa?

Kompas.com - 19/12/2020, 15:53 WIB
Bernadette Aderi Puspaningrum,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

TAIPEI, KOMPAS.com - Taiwan mengeklaim bahwa China mendukung investasi swasta di jaringan kabel bawah laut di kawasan Pasifik.

Langkah ini disebut sebagai cara bagi negeri panda untuk memata-matai negara-negara asing dan mencuri data dari para pesaingnya.

Klaim ini disampaikan menyusul laporan Amerika Serikat (AS) pekan ini, yang memeringatkan negara-negara Pasifik agar tidak memberikan kontrak kabel kepada negara terkait perusahaan China.

“China berencana memonopoli jaringan informasi dan komunikasi Pasifik. Proyek ini menjadi sarana untuk mengintai negara lain dan mencuri informasi dan data berharga,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Taiwan, Joanne Ou kepada Newsweek Jumat (18/12/2020).

Reuters melaporkan pada Kamis (17/12/2020), bahwa pemerintah AS prihatin tentang kemungkinan keterlibatan China dalam Proyek Konektivitas Kiribati (KCP).

Dengan itu, koneksi China ke negara-negara pulau kecil di Kiribati, Nauru, dan Negara Federasi Mikronesia akan meningkat.

Baca juga: Hubungan Dengan China Makin Panas, Taiwan Luncurkan Pembunuh Kapal Induk

Kabel KCP juga direncanakan untuk terhubung ke jaringan HANTRU-1 yang melayani Guam.

Wilayah Pasifik AS itu memiliki nilai strategis yang signifikan, mengingat kedekatannya dengan China, Korea Utara, dan seluruh Asia timur. Kehadiran militer Amerika juga signifikan di sana.

AS telah mengirim peringatan negara-negara Pasifik di Negara Federasi Mikronesia dan Nauru, tentang tawaran dari Huawei Marine.

Perusahaan tersebut baru-baru ini melepaskan diri dari perusahaan raksasa Huawei Technologies, yang menjadi sumber konfrontasi teknologi yang panas antara AS-China. Huawei Marine sekarang mayoritas dimiliki oleh perusahaan China lainnya.

AS memeringatkan negara-negara Pasifik, bahwa Huawei Marine dan perusahaan China lainnya, diharuskan bekerja sama dengan badan intelijen dan keamanan Beijing.

Baca juga: Taiwan yang Terancam Perkuat Aliansi untuk Lawan Tatanan Otoriter China

Pejabat AS telah berulang kali mengelompokkan perusahaan besar China sebagai bagian dari Partai Komunis China.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, misalnya, telah berulang kali menyebut Huawei dan lainnya sebagai "Kuda Troya" untuk Beijing.

Huawei Marine berharap untuk memenangkan proyek senilai 72,6 juta dollar AS (Rp 1 triliun), yang didukung oleh Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia, mengutip Reuters.

Juru bicara kementerian luar negeri China, Wang Wenbin mengatakan kepada Reuters, bahwa Amerika Serikat sedang mencoreng nama perusahaan China.

Taiwan adalah elemen kunci dari strategi Pasifik China. Beijing berusaha menggantikan AS sebagai kekuatan dominan disana dan mengamankan kendali atas perairan di sekitar garis pantainya.

China menganggap Taiwan sebagai provinsi pemberontak. Taiwan telah lama bersumpah untuk mengambil kendali atas negara pulau yang demokratis, yang didukung oleh AS.

Baca juga: Ancaman China Makin Besar, Taiwan Bangun Armada Kapal Selam

"Strategi bantuan luar negeri China selalu memperluas pengaruh strategis ekonominya. Tapi itu tidak pernah mempromosikan kesejahteraan rakyat negara penerima," kata Ou kepada Newsweek dalam menanggapi laporan Reuters.

Menurutnya, pemerintah China hanya mengeklaim prihatin tentang infrastruktur informasi dan komunikasi negara-negara Pasifik. Kemudian berinvestasi dalam pembangunan kabel bawah laut di Pasifik.

Tapi sebenarnya "Negeri Panda" bermaksud memonopoli jaringan informasi dan komunikasi di kawasan Pasifik.

Tujuan strategisnya adalah untuk mengontrol infrastruktur utama negara-negara terkait di kawasan, dan memperoleh data besar untuk memantau setiap negara dengan mencuri informasi.

Reuters melaporkan, Huawei Marine menawarkan 20 persen lebih rendah dari para pesaingnya. Tawaran itu menempatkannya pada posisi terdepan untuk memenangkan kontrak. Meskipun proyek itu bisa saja dibagi kepada beberapa penawar.

Kiribati diyakini sangat mendukung tawaran China. Pemerintahnya tidak menanggapi permintaan komentar Newsweek.

Baca juga: Laksamana AS Dikabarkan Kunjungi Taiwan Diam-diam, Ini Respons China

Ou mengatakan perusahaan China melanggar norma pasar internasional. Pasalnya mereka bersaing dalam tawaran pembangunan internasional menggunakan harga potongan dan subsidi pemerintah.

“Ini bukan praktik perdagangan dan investasi yang normal atau sah. Tetapi perpanjangan dari strategi diplomatik prajurit serigala China, sebuah frasa yang menjelaskan diplomasi luar negeri agresif Beijing,” terangnya.

China telah berusaha memanfaatkan kekuatan ekonomi, diplomatik, dan militernya untuk mengisolasi Taiwan dan merusak kemerdekaannya.

Caranya termasuk dengan menekan negara-negara lain untuk membatalkan pengakuan diplomatik atas pulau tersebut dan mendukung Beijing. Kiribati melakukannya tahun lalu.

Wilayah tersebut merupakan medan pertempuran diplomatik antara Beijing dan Taipei. Nauru adalah salah satu dari empat negara Pasifik yang memelihara hubungan diplomatik dengan Taiwan.

Delapan negara kawasan lainnya mempertahankan hubungan diplomatik dengan Beijing.

Ou menepis kekhawatiran bahwa Nauru mungkin terpengaruh untuk beralih kesetiaan ke China. "Taiwan dan Nauru adalah negara yang cinta demokrasi dan kebebasan yang menjunjung tinggi hak asasi manusia," katanya.

Baca juga: Joe Biden Menang Pilpres AS, Taiwan Harap Hubungan Taipei-Washington Tetap Terjalin

Ou juga memperingatkan soal kualitas yang sangat rendah dari proyek-proyek investasi milik "Negeri Panda".

Hal itu menurutnya bisa membahayakan perkembangan Nauru dan keselamatan rakyatnya. Bahkan bisa membuat pemerintah Nauru dan rakyatnya merasa tidak aman dan tidak puas.

Seorang juru bicara pemerintah pulau itu mengatakan kepada Reuters bahwa tawaran sedang diperiksa. Pemangku kepentingan sedang menangani masalah teknis dan administratif untuk memastikan kemajuan proyek.

Ou mendesak semua negara dan badan bantuan yang terlibat untuk waspada mengenai keterlibatan China. Mereka diminta memeriksa kembali rasionalitas proses penawaran dan kualitas proyek yang diselesaikan.

"Pemerintah China telah menggunakan metode yang sama untuk memperoleh proyek informasi dan komunikasi, termasuk untuk kabel bawah laut, di banyak negara Pasifik," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com