Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kalah Perang dari Azerbaijan, Armenia Alami Krisis

Kompas.com - 16/11/2020, 07:45 WIB
Aditya Jaya Iswara

Penulis

Sumber Al Jazeera

YEREVAN, KOMPAS.com - Armenia masuk ke jurang krisis beberapa menit setelah Perdana Menteri Nikol Pashinyan menandatangani perjanjian untuk mengakhiri konflik di Nagorno-Karabakh.

Dukacita dan rasa frustrasi ditumpahkan rakyat Armenia ke jalanan ibu kota di Yerevan, menyusul pengumuman mengejutkan itu pada Selasa (10/11/2020).

Kesepakatan damai yang diteken itu meliputi konsesi teritorial yang menguntungkan Azerbaijan, dan kehadiran pasukan penjaga perdamaian dari Rusia setidaknya sampai lima tahun ke depan.

Baca juga: Putin Minta Azerbaijan Jaga Gereja dan Tempat Suci Kristen Peninggalan Armenia di Nagorno-Karabakh

Para demonstran menyerbu parlemen dan kantor-kantor pemerintahan, disusul aksi protes dari partai-partai oposisi sehari setelahnya. Mereka menuntut Pashinyan mundur dan diganti pemimpin baru.

Aksi yang dimulai di Teater Opera itu diwarnai cacian kepada PM Armenia. Massa berteriak, "Nikol, pengkhianat!", lalu menuju gedung parlemen untuk menyerukan pemakzulan Pashinyan.

Diberitakan Al Jazeera pada Kamis (12/11/2020), polisi antihuru-hara dikerahkan untuk mengendalikan massa, dan mereka melakukan beberapa penangkapan.

Baca juga: PM Armenia jadi Target Pembunuhan oleh Para Mantan Pejabat Dalam Negeri

Anna Mkrtchyan (26), seorang pengacara dari Yerevan, ditangkap karena melakukan protes di dekat Teater Opera. Dia dibawa ke kantor polisi, tetapi dibebaskan beberapa jam kemudian.

"Saya protes untuk melindungi tanah saya, tanah yang sekarang diberikan oleh Pashinyan ke Azerbaijan, tempat ribuan orang Armenia terbunuh."

"Kami berjuang untuk Tanah Air kami dan hak-hak orang yang tinggal di Artsakh," lanjutnya merujuk pada istilah Armenia untuk menyebut Nagorno-Karabakh.

Wilayah sengketa itu terletak di dalam Azerbaijan, tetapi dihuni etnis Armenia. Penguasaannya diperdebatkan sejak 1980-an. Banyak orang di Yerevan percaya bahwa Nagorno-Karabakh termasuk bagian negara mereka.

Baca juga: 2.317 Tentara Armenia Tewas dalam Perang Lawan Azerbaijan di Nagorno-Karabakh

Selama pertempuran terbaru yang berlangsung lebih dari sebulan, tak kurang dari 1.000 orang tewas, termasuk puluhan warga sipil di kedua pihak.

Banyak etnis Armenia di Nagorno-Karabakh melarikan diri dari wilayah itu, sedangkan warga Azerbaijan di daerah yang dihantam rudal juga mengungsi ke tempat lain.

"Saya bekerja dengan anak-anak telantar dan saya harus menemui mereka hari ini untuk memberitahu bahwa mereka tidak akan pernah bisa pulang, karena PM mereka telah menyerahkannya," kata seorang pengunjuk rasa yang tidak disebut namanya.

"Jika negara kita akan diserahkan, itu bisa dilakukan 44 hari yang lalu dan kita tidak akan kehilangan ribuan nyawa."

Baca juga: Tak Terima Damai dengan Azerbaijan, Etnik Armenia di Nagorno-Karabakh Bakar Rumah Mereka

Banyak yang merasa ditipu karena mereka baru tahu perjanjian damai itu saat sudah diberlakukan. Kata mereka, penandatanganan tersebut tidak demokratis tanpa keterlibatan rakyat.

Terlepas dari maraknya aksi protes di jalan, Richard Giragosian, direktur lembaga konsultan Regional Studies Center di Yerevan, mengemukakan, demo itu tidak cukup kuat untuk mendesak Pashinyan mundur.

"Dia tidak punya saingan atau alternatif yang bisa dipercaya... Namun demikian, rasa frustrasi itu nyata, kekecewaan itu benar adanya."

Pemerintah dan militer Armenia juga membantah klaim kekalahan telak, seperti kehilangan kota strategis Shushi, atau Shusha dalam istilah Azerbaijan.

Baca juga: Perancis, AS, dan Turki Bersama Rusia Akan Kawal Implementasi Perjanjian Gencatan Senjata Armenia-Azerbaijan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com