"Belum ada kasus seperti ini," kata Prof Tan.
Baca juga: Setahun, Para PRT Indonesia di Singapura Kirim Uang Rp 7,1 Triliun
"Kegagalan sistemik yang tampak dalam kasus ini telah menyebabkan keresahan publik. Pertanyaan yang muncul di benak banyak orang adalah: Bagaimana jika saya berada di posisinya? Apakah kasus itu akan diselidiki secara adil… dan tidak berpihak?
Kenyataan bahwa keluarga Liew mampu membuat polisi dan pengadilan yang lebih rendah percaya pada tuduhan palsu telah menimbulkan pertanyaan yang sah tentang apakah sistem check and balances (pengawasan dan keseimbangan) sudah memadai."
Menyusul protes publik, Liew Mun Leong mengumumkan pengunduran dirinya dari jabatannya sebagai pimpinan beberapa perusahaan bergengsi.
Dalam sebuah pernyataan, dia mengatakan dia "menghormati" keputusan Pengadilan Tinggi dan percaya pada sistem hukum Singapura.
Namun dia juga membela diri terkait laporannya ke polisi dengan mengatakan: "Saya sangat yakin bahwa jika ada kecurigaan seseorang melakukan kesalahan, sudah menjadi kewajiban kita sebagai warga negara untuk melaporkan masalah tersebut ke polisi".
Baca juga: Gaji PRT Indonesia di Inggris Bisa Mencapai Rp 35 Juta Sebulan
Karl Liew tetap diam dan belum merilis pernyataan apapun tentang masalah tersebut.
Kasus ini telah memicu peninjauan proses polisi dan penuntutan. Menteri Hukum dan Dalam Negeri K Shanmugam mengakui "ada yang tidak beres dalam rangkaian kejadian".
Apa yang dilakukan pemerintah selanjutnya akan diawasi dengan sangat ketat. Jika pemerintah gagal memenuhi tuntutan warga Singapura untuk "akuntabilitas yang lebih besar dan keadilan sistemik", ini dapat mengarah pada "persepsi yang mengkhawatirkan bahwa elite menempatkan kepentingannya di atas kepentingan masyarakat," tulis komentator Singapura Donald Low dalam esai baru-baru ini.
"Inti dari perdebatan ini [adalah] apakah elitisme telah merembes ke dalam sistem dan mengungkap kerusakan dalam sistem moral kita," kata mantan jurnalis PN Balji dalam komentar terpisah.
"Jika hal ini tidak diselesaikan secara memuaskan, maka pekerjaan asisten rumah tangga, pengacara, aktivis, dan hakim akan sia-sia."
Kasus tersebut juga menyorot masalah akses pekerja migran terhadap keadilan.
Baca juga: Aniaya Majikan, PRT asal Indonesia Dipenjara 4 Bulan di Singapura
Parti dapat tinggal di Singapura dan memperjuangkan kasusnya karena dukungan dari organisasi non-pemerintah Home, dan pengacara Anil Balchandani, yang bertindak pro bono tetapi memperkirakan biaya hukumnya bisa mencapai 150.000 dollar Singapura (Rp 1,6 miliar).
Singapura memang menyediakan bantuan hukum bagi para pekerja migran, tetapi para pekerja biasanya merupakan tulang punggung keluarga, sehingga banyak dari mereka yang menghadapi proses hukum seringkali memutuskan untuk tidak mempermasalahkan kasus mereka karena tidak memiliki kemewahan untuk tidak berpenghasilan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun, kata Home.
"Parti diwakili oleh pengacaranya yang… berjuang dengan gigih melawan kekuatan negara. Kekuatan tenaga hukum yang tak seimbang terlihat sangat mencolok," kata Prof Tan.
"Itu adalah pertarungan Daud melawan Goliath - dengan Daud muncul sebagai pemenang."
Sementara Parti, dia mengatakan dia sekarang akan kembali ke rumah.
"Sekarang masalah saya hilang, saya ingin kembali ke Indonesia," katanya dalam wawancara.
"Saya memaafkan majikan saya. Saya hanya ingin memberi tahu mereka agar tidak melakukan hal yang sama kepada pekerja lain."
Baca juga: Siksa PRT Asal Myanmar, Suami Istri Asal Singapura Dipenjara
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.