Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dokter di Beirut, Lebanon, Kisahkan "Armageddon" di Rumah Sakit karena Ledakan

Kompas.com - 06/08/2020, 14:08 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Penulis

Sumber AFP

BEIRUT, KOMPAS.com - Dengan kepalanya yang masih terbebat perban, sama seperti pasien lain, Dr Antoine Qurban mengungkapkan pengalaman buruk yang dialaminya.

Dia menceritakan bagaimana "Armageddon" terjadi di rumah sakit, buntut dua ledakan hebat yang menggetarkan ibu kota Lebanon, Beirut.

Dr Qurban mengungkapkan, korban luka berada di jalanan dalam keadaan berlumuran darah. Bahkan, ada juga yang terbaring di halaman rumah sakit.

Baca juga: Viral Foto Pekerja Mengelas Pintu Gudang Amonium Nitrat Sebelum Ledakan Lebanon

"Ini mengingatkanku akan misi bersama Dokter Lintas Batas (MSF) di Afghanistan beberapa tahun silam," kata Qurban kepada salah satu relawan medis.

Dokter bedah itu termasuk dalam 5.000 korban luka yang dirawat di rumah sakit, dengan bangunannya sendiri mengalami kerusakan karena ledakan.

Dua ledakan masif di pelabuhan Beirut pada Selasa (4/8/2020) memberikan tekanan bagi sektor kesehatan Lebanon, yang berjibaku melawan virus corona maupun krisis ekonomi.

"Ini seperti Armageddon," ujar Dr Qurban, berusia sekitar 60-an akhir, saat ditemui di Rumah Sakit Hotel Dieu di kawasan Beirut pusat.

Rumah sakit itu merupakan tempat kerjanya. Namun pada Selasa, dia menjadi satu dari banyak pasien yang dirujuk ke sana menyusul insiden mengerikan itu.

Baca juga: Langka, Balai Kota Tel Aviv Nyalakan Lampu Membentuk Bendera Lebanon Pasca-Ledakan Besar di Beirut

Saat kejadian, dia berada di sebuah kedai kopi ketika kawasan itu meledak pukul 18.00 waktu setempat. Menerbangkannya sekitar 20 meter.

Rumah sakit tempatnya bekerja dalam hitungan menit langsung kebanjiran pasien. Karena itu. Seorang asing kemudian menawarkan untuk membawanya ke fasilitas lain.

Namun setelah beberapa jam menunggu, seorang yang nampaknya merupakan petugas medis membebatnya dengan perban di jalanan.

"Dia sudah mati"

Pada Rabu (5/8/2020) dilansir AFP, suasana masih semrawut dengan korban luka terkena pecahan kaca mencari perawatan di tengah peralatan hancur dan bangunan rusak rumah sakit.

Seorang ibu secara putus asa bertanya mengenai nasib putranya yang terluka. Kemudian ada pria tua yang berusaha mencari tahu keberadaan istrinya, yang ternyata dibawa ke fasilitas lain.

Ponsel pun berdering hiruk pikuk, dengan fragmen percakapan bernada letih terdengar, di mana mereka menceritakan lagi bagaimana mereka bisa selamat.

Baca juga: Ledakan di Lebanon, Seberapa Besar Energinya Dibandingkan Bom Nuklir?

"Keajaiban membuatnya tetap hidup," kata seorang perempuan, ketika saudaranya yang dibebat menyerahkan ponsel karena sudah "tak sanggup berrbicara".

RS Hotel Dieu merawat setidaknya 300 pasien pada Selasa dan melaporkan 13 korban kematian, jelas Direktur Medis Dr George Dabar.

Dia mengungkapkan masih menjadi mahasiswa kedokteran ketika Lebanon dilanda perang saudara pada 1975 sampai 1990 silam.

"Meski begitu, saya masih tak percaya menyaksikan kejadian seperti itu kemarin (Selasa)," terang Dr Dabar dengan suaranya tercekat.

Dengan emosional, dia mengatakan hal paling menyakitkan adalah ketika memberi tahu keluarga bahwa kerabat mereka jadi korban tewas.

"Sangat sulit dan menyakitkan ketika berusaha memberi tahu seorang ayah yang tengah membawa putrinya, bahwa dia sudah tewas," ratapnya.

Baca juga: Ledakan di Lebanon, Kenapa Amonium Nitrat 6 Tahun Disimpan di Beirut?

Menurut keterangan kementerian pertahanan, dua rumah sakit mengaku sudah tidak berfungsi, dengan dua lainnya tidak bisa digunakan.

Dabar menjelaskan, tim medis sebenarnya sudah begitu lelah bertugas mengingat virus corona dan krisis ekonomi yang melanda negara Teluk tersebut.

"Namun ketika menghadapi insiden yang terjadi kemarin, mereka kembali bertsatu dengan solidaritas yang luar biasa," jelas Dabar.

Mulai dari bagian dapur hingga petugas perawatan, mereka bahu membahu untuk memastikan layanan di Rumah Sakit Hotel Dieu tetap berfungsi.

Baca juga: Lewat Twitter, Jokowi Sampaikan Duka Cita untuk Korban Ledakan Lebanon

Seorang wanita menangis pada acara solidaritas untuk tragedi ledakan besar di Beirut, Lebanon, yang digelar di Toulouse, Perancis, Rabu (5/8/2020). Ungkapan duka dan solidaritas mengalir dari berbagai penjuru dunia atas insiden ledakan dahsyat di Beirut, Lebanon, Selasa (4/8/2020), yang menewaskan lebih dari seratus orang.AFP/REMY GABALDA Seorang wanita menangis pada acara solidaritas untuk tragedi ledakan besar di Beirut, Lebanon, yang digelar di Toulouse, Perancis, Rabu (5/8/2020). Ungkapan duka dan solidaritas mengalir dari berbagai penjuru dunia atas insiden ledakan dahsyat di Beirut, Lebanon, Selasa (4/8/2020), yang menewaskan lebih dari seratus orang.

Mengevakuasi pasien Covid-19

Rumah Sakit St George, salah satu yang tertua di Beirut, mengalami kerusakan parah di mana langit-langit runtuh, dengan kabel listrik tergantung di atas tempat tidur.

"Kami sudah tidak bisa berfungsi," jelas kepala staf rumah sakit, Eid Azar, menegaskan kondisi final yang mereka alami.

Para stafnya berusaha hingga fajar menyingsing untuk melakukan evakuasi terhadap para pasien maupun peralatan yang masih bisa digunakan.

Baca juga: Kata Analis: Tidak Masuk Akal Lebanon Akan Terima Tawaran Bantuan dari Israel Pasca-ledakan Besar di Beirut

"Di tengah kondisi dan situasi ekonomi yang tengah berlangsung sekarang, saya tak tahu berapa lama fasilitas ini akan diperbaiki," kata dia.

Azar menerangkan, di antara pasien yang dievakuasi, terdapat pasien dalam skala prioritas tinggi karena mereka terinfeksi Covid-19.

Azar kemudian mengatakan gentingnya situasi mengingatkannya akan Badai Katrina yang menghantam Amerika Serikat (AS) pada 2005 silam.

Lahan parkir pun berubah menjadi klinik lapangan, dengan dokter yang jas kerjanya bersimbah darah berusaha merawat pasien.

"Tak ada yang lebih sulit daripada mengevakuasi rumah sakit dalam keadaan penuh pasien, sementara korban luka terus berdatangan," ucap Azar.

Apalagi, lanjut Azar, mereka melakukannya dalam keadaan sejumlah rekan mereka juga terluka. Jadi mereka berusaha memindahkan teman mereka juga.

Kemudian tanpa listrik atau air, para perawat mendapat tugas sangat berat karena harus menyediakan pelayanan terbaik yang bisa dilakukan.

"Lampu rumah sakit biasanya terus menyala selama 24 jam. Namun saat ini sepenuhnya gelap," jelas perawat spesialis klinik, Lara Daher.

Baca juga: Video Viral Ledakan Lebanon, Pengantin Wanita Ini Terempas Saat Sesi Foto Pernikahan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com