Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dokter di Beirut, Lebanon, Kisahkan "Armageddon" di Rumah Sakit karena Ledakan

Dia menceritakan bagaimana "Armageddon" terjadi di rumah sakit, buntut dua ledakan hebat yang menggetarkan ibu kota Lebanon, Beirut.

Dr Qurban mengungkapkan, korban luka berada di jalanan dalam keadaan berlumuran darah. Bahkan, ada juga yang terbaring di halaman rumah sakit.

"Ini mengingatkanku akan misi bersama Dokter Lintas Batas (MSF) di Afghanistan beberapa tahun silam," kata Qurban kepada salah satu relawan medis.

Dokter bedah itu termasuk dalam 5.000 korban luka yang dirawat di rumah sakit, dengan bangunannya sendiri mengalami kerusakan karena ledakan.

Dua ledakan masif di pelabuhan Beirut pada Selasa (4/8/2020) memberikan tekanan bagi sektor kesehatan Lebanon, yang berjibaku melawan virus corona maupun krisis ekonomi.

"Ini seperti Armageddon," ujar Dr Qurban, berusia sekitar 60-an akhir, saat ditemui di Rumah Sakit Hotel Dieu di kawasan Beirut pusat.

Rumah sakit itu merupakan tempat kerjanya. Namun pada Selasa, dia menjadi satu dari banyak pasien yang dirujuk ke sana menyusul insiden mengerikan itu.

Saat kejadian, dia berada di sebuah kedai kopi ketika kawasan itu meledak pukul 18.00 waktu setempat. Menerbangkannya sekitar 20 meter.

Rumah sakit tempatnya bekerja dalam hitungan menit langsung kebanjiran pasien. Karena itu. Seorang asing kemudian menawarkan untuk membawanya ke fasilitas lain.

Namun setelah beberapa jam menunggu, seorang yang nampaknya merupakan petugas medis membebatnya dengan perban di jalanan.

"Dia sudah mati"

Pada Rabu (5/8/2020) dilansir AFP, suasana masih semrawut dengan korban luka terkena pecahan kaca mencari perawatan di tengah peralatan hancur dan bangunan rusak rumah sakit.

Seorang ibu secara putus asa bertanya mengenai nasib putranya yang terluka. Kemudian ada pria tua yang berusaha mencari tahu keberadaan istrinya, yang ternyata dibawa ke fasilitas lain.

Ponsel pun berdering hiruk pikuk, dengan fragmen percakapan bernada letih terdengar, di mana mereka menceritakan lagi bagaimana mereka bisa selamat.

"Keajaiban membuatnya tetap hidup," kata seorang perempuan, ketika saudaranya yang dibebat menyerahkan ponsel karena sudah "tak sanggup berrbicara".

RS Hotel Dieu merawat setidaknya 300 pasien pada Selasa dan melaporkan 13 korban kematian, jelas Direktur Medis Dr George Dabar.

Dia mengungkapkan masih menjadi mahasiswa kedokteran ketika Lebanon dilanda perang saudara pada 1975 sampai 1990 silam.

"Meski begitu, saya masih tak percaya menyaksikan kejadian seperti itu kemarin (Selasa)," terang Dr Dabar dengan suaranya tercekat.

Dengan emosional, dia mengatakan hal paling menyakitkan adalah ketika memberi tahu keluarga bahwa kerabat mereka jadi korban tewas.

"Sangat sulit dan menyakitkan ketika berusaha memberi tahu seorang ayah yang tengah membawa putrinya, bahwa dia sudah tewas," ratapnya.

Menurut keterangan kementerian pertahanan, dua rumah sakit mengaku sudah tidak berfungsi, dengan dua lainnya tidak bisa digunakan.

Dabar menjelaskan, tim medis sebenarnya sudah begitu lelah bertugas mengingat virus corona dan krisis ekonomi yang melanda negara Teluk tersebut.

"Namun ketika menghadapi insiden yang terjadi kemarin, mereka kembali bertsatu dengan solidaritas yang luar biasa," jelas Dabar.

Mulai dari bagian dapur hingga petugas perawatan, mereka bahu membahu untuk memastikan layanan di Rumah Sakit Hotel Dieu tetap berfungsi.

Mengevakuasi pasien Covid-19

Rumah Sakit St George, salah satu yang tertua di Beirut, mengalami kerusakan parah di mana langit-langit runtuh, dengan kabel listrik tergantung di atas tempat tidur.

"Kami sudah tidak bisa berfungsi," jelas kepala staf rumah sakit, Eid Azar, menegaskan kondisi final yang mereka alami.

Para stafnya berusaha hingga fajar menyingsing untuk melakukan evakuasi terhadap para pasien maupun peralatan yang masih bisa digunakan.

"Di tengah kondisi dan situasi ekonomi yang tengah berlangsung sekarang, saya tak tahu berapa lama fasilitas ini akan diperbaiki," kata dia.

Azar menerangkan, di antara pasien yang dievakuasi, terdapat pasien dalam skala prioritas tinggi karena mereka terinfeksi Covid-19.

Azar kemudian mengatakan gentingnya situasi mengingatkannya akan Badai Katrina yang menghantam Amerika Serikat (AS) pada 2005 silam.

Lahan parkir pun berubah menjadi klinik lapangan, dengan dokter yang jas kerjanya bersimbah darah berusaha merawat pasien.

"Tak ada yang lebih sulit daripada mengevakuasi rumah sakit dalam keadaan penuh pasien, sementara korban luka terus berdatangan," ucap Azar.

Apalagi, lanjut Azar, mereka melakukannya dalam keadaan sejumlah rekan mereka juga terluka. Jadi mereka berusaha memindahkan teman mereka juga.

Kemudian tanpa listrik atau air, para perawat mendapat tugas sangat berat karena harus menyediakan pelayanan terbaik yang bisa dilakukan.

"Lampu rumah sakit biasanya terus menyala selama 24 jam. Namun saat ini sepenuhnya gelap," jelas perawat spesialis klinik, Lara Daher.

https://www.kompas.com/global/read/2020/08/06/140831270/dokter-di-beirut-lebanon-kisahkan-armageddon-di-rumah-sakit-karena

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke