Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Di Tengah Krisis Kemanusiaan, Ribuan Warga AS Tak Bisa Pulang dari Yaman

Kompas.com - 05/07/2020, 17:17 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Penulis

Sumber Fox News

 

SANA'A, KOMPAS.com - Ribuan warga Amerika masih terjebak di tengah negara yang berkecamuk dalam perang dan wabah virus corona, Yaman.

Ribuan warga Amerika itu terjebak di Yaman karena adanya aturan batasan penerbangan dan perbatasan sejak pertengahan Maret lalu.

Yaman sendiri adalah negara paling terdampak wabah karena situasi perang dan kelaparan. Para aktivis kini meminta perhatian publik internasional untuk mengatasi keparahan di negara itu.

Menurut Dewan Hubungan Warga Amerika-Islam (CAIR), ribuan orang Amerika yang terjebak di Yaman dikarenakan perbatasan dan bandara ditutup akibat wabah virus corona. Berita itu juga dikabarkan oleh The Hill pada Jumat kemarin (3/7/2020).

Direktur Litigasi CAIR, Ahmed Mohamed mengatakan kepada Media Fox News pada Jumat bahwa organisasinya telah menerima lebih dari 500 permintaan bantuan orang Amerika yang terjebak di Yaman.

Ada pun Kementerian Luar Negeri AS telah menerima lebih dari 2.000 permintaan.

Baca juga: 5 Alasan Yaman jadi Negara Paling Terdampak Covid-19

Pada 28 Juni dan awal Juli kemarin, Kementerian Dalam Negeri telah menjadwalkan 2 pesawat terbang yang akan membawa pulang setidaknya 300 warga Amerika namun mereka belum membahas tentang bagaimana ribuan warga Amerika lainnya yang berusaha untuk pulang.

"Masih ada sekitar 1.500 atau lebih warga Amerika yang masih terjebak di Yaman, mencari jalan untuk keluar kembali ke AS dan mereka tidak bisa, dan kini mereka tidak mendapatkan bantuan apa pun dari pemerintah mereka," ungkap Mohamed kepada Fox News.

"Sangat mengecewakan bahwa pemerintah kita tidak berbuat lebih banyak untuk warganya yang terjebak di negara asing yang berada di tengah perang saudara, dan di tengah wabah Covid-19," ujar Mohamed.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres mengatakan bahwa Yaman adalah "Krisis kemanusiaan terbesar di dunia," dan bahwa "4 dari 5 orang di Yaman membutuhkan bantuan untuk menyelamatkan jiwa mereka."

"Situasi di Yaman adalah bencana besar," ujar Koordinator Bantuan Darurat Mark Lowcock.

"Inilah yang telah dilakukan perang lebih dari 5 tahun di Yaman. Sistem kesehatan dalam keadaan ambruk," imbuh Lowcock seraya mengatakan bahwa virus corona telah menyebar pada tingkat yang jauh lebih tinggi daripada negara lain.

Baca juga: Hendak Mengungsi ke Yaman, Migran Somalia Tak Tahu di Sana Ada Perang

Mohamed mengatakan Kementerian Luar Negeri perlu membahas mengapa selama 3 bulan mereka tidak melakukan upaya untuk mengevakuasi warga Amerika dari Yaman seperti yang mereka lakukan di "puluhan dan lusinan jika tidak seratus negara berbeda di seluruh dunia."

"Sepertinya Kementerian Luar Negeri berpangku tangan selama 3 bulan, berharap tidak ada yang tahu bahwa orang-orang Amerika ini terdampar," ujar Mohamed.

Mereka tidak pernah bisa menerima "respons yang memadai" tentang mengapa lebih banyak orang Amerika tidak dapat kembali ke AS.

Mereka hanya mengatakan bahwa mereka tidak memiliki sumber daya yang memadai di Yaman ketika Kedutaan Besar AS ditutup pada 2015, pada awal perang sipil.

Akibatnya, "dengan mudahnya" puluhan orang Amerika terjebak di Yaman selama berbulan-bulan dan dalam banyak kasus, warga AS membutuhkan konsulat bantuan karena berbagai alasan.

Seperti dalam kasus Miriam Alghazali, seorang warga Amerika, yang lahir dan dibesarkan di New York dan terjebak di Yaman sehingga tidak dapat kembali ke AS untuk melahirkan.

Alghazali bepergian dengan suami dan tiga anaknya pada Agustus 2019 untuk mengunjungi ibu mertuanya di Yaman, yang sakit parah.

Baca juga: Melihat Kondisi Yaman, yang Harus Bertahan di Antara Perang dan Corona

Pada Desember, ibu mertuanya meninggal dan suaminya, Izdehar Alghazali, kembali ke AS bersama salah satu anak mereka untuk mengamankan sebuah apartemen sementara Miriam, yang tengah hamil, tinggal bersama dua anak mereka yang lain.

Pada hari ketika keluarga Alghazali dijadwalkan untuk pulang, Yaman menutup perbatasan mereka, kata Mohamed kepada Fox News.

Permintaan mereka untuk meninggalkan Yaman tidak dibalas oleh kementerian sampai sekarang.

Alghazali akhirnya melahirkan di awal Juni, seorang bayi yang lahir prematur (6 bulan) setelah baku tembak dan senjata roket terdengar di atas apartemen tempat tinggalnya di Yaman.

Keluarga Alghazali kemudian tidak bisa naik ke 2 penerbangan yang dijadwalkan pada akhir Juni dan awal Juli ke AS karena bayinya tidak punya paspor. Karena itulah dia tidak diizinkan untuk terbang.

Kementerian Luar Negeri AS telah melaporkan kepada keluarga dan perwakilan di CAIR bahwa Alghazali harus ke negara tetangga, mengunjungi konsulat AS dan membuat paspor untuk bayinya agar bisa kembali ke AS.

Pihak CAIR terus mengadvokasi agar keluarga Alghazali bisa kembali ke AS bersama dengan ribuan warga AS lain.

"Amerika adalah kekuatan super dunia," kata Mohamed. "Jika Amerika tidak dapat mengamankan warganya, maka hal itu menjadi suatu prioritas bagi Amerika, bagi pemerintah AS."

Sementara itu, Kementerian Luar Negeri AS tidak dapat dihubungi untuk menjawab pertanyaan mengenai situasi di Yaman.

Baca juga: Sehari Setelah Gencatan Senjata, Yaman Umumkan Kasus Covid-19 Pertama

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com