Kasus kedua adalah pada Jumat (29/5/2020), Twitter menandai unggahan Trump tentang kerusuhan demonstrasi George Floyd sebagai "glorifikasi kekerasan".
"Ketika penjarahan dimulai, penembakan dimulai, Terima kasih!" tulis Trump yang mengacu pada bagaimana penegakan hukum akan menangani insiden tersebut.
"Twit ini melanggar Aturan Twitter tentang glorifikasi kekerasan. Namun, Twitter telah menentukan bahwa ini mungkin kepentingan publik sehingga twit tetap dapat diakses," demikian tanggapan Twitter.
Baca juga: Twit Trump soal George Floyd Ditandai Glorifikasi Kekerasan oleh Twitter
Menanggap hal ini, Trump lalu mengeluarkan perintah eksekutif tentang media sosial.
Setelah perintah eksekutif ini diberlakukan, platform media sosial seperti Twitter dan Facebook bisa dituntut secara hukum.
Trump mengatakan, peraturan diperlukan karena perusahaan media sosial itu bukan lagi forum netral tetapi terlibat dalam "aktivitas politik."
Baca juga: Trump Keluarkan Perintah Eksekutif Usai Ribut dengan Twitter, Ini Isinya
Beda halnya dengan Facebook. Di saat Twitter dan Snapchat membungkam Trump, Facebook memilih untuk membiarkannya.
Dilansir dari AFP, CEO Facebook Mark Zuckerberg menegaskan kembali sikapnya dalam pertemuan dengan karyawan pekan ini, meski ada kritik terhadap kebijakan Facebook oleh aktivis hak-hak sipil.
"Saya sangat percaya bahwa Facebook seharusnya tidak menjadi penentu kebenaran dari semua yang dikatakan secara online," ujarnya pada Rabu (27/5/2020).
"Saya pikir, secara umum, perusahaan swasta, terutama perusahaan platform ini, tidak boleh melakukan itu," ucap Zuckerberg sebelumnya kepada Fox News.
Buntut dari sikap Zuckerberg ini, dua pegawai Facebook yang bekerja sebagai perancang perangkat lunak, mengundurkan diri secara terbuka pada Selasa (2/6/2020).
Baca juga: Mantan Kepala Pentagon: Trump Berusaha Memecah Belah Amerika
Timothy Aveni di LinkedIn menulis, dia mundur karena Facebook belum memegang teguh standar komunitas terkait unggahan Trump.
"Berkali-kali dia (Trump) mengunggah pesan menjijikkan, pesan bersasaran yang akan membuat pengguna Facebook lainnya ditangguhkan dari platform."
Sementara itu pegawai lainnya yakni Owen Anderson menulis di Twitter, ia dengan bangga mundur pada Selasa karena "tak lagi mendukung kebijakan dan nilai-nilai yang sangat tidak saya setujui."
Namun Anderson melanjutkan bahwa kepergiannya dari pekerjaan ini hanya sementara waktu.
Pengunduran diri terbuka ini menyusul "mogok virtual" yang dilakukan banyak pegawai Facebook pada Senin (1/6/2020).
Majalah Fortune pada Rabu (3/6/2020) menulis, pengunduran dua orang itu memang sangat kecil di Facebook yang mempekerjakan lebih dari 48.000 orang, tetapi jika eksodus terjadi akan menjadi masalah besar bagi perusahaan.
Baca juga: Demo George Floyd, Trump Bantah Diungsikan ke Bunker
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.