Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wartawan Hong Kong Tolak Laporan soal Penembakan Jurnalis Indonesia Veby Mega Indah

Kompas.com - 16/05/2020, 10:27 WIB
Ardi Priyatno Utomo

Editor

HONG KONG, KOMPAS.com - Wartawan Hong Kong, Mimi Lau, menolak laporan pengawas polisi tentang kronologis penembakan terhadap jurnalis Indonesia, Veby Mega Indah, saat meliput unjuk rasa pada akhir September 2019.

Mimi Lau, yang bekerja untuk The South China Morning Post, mengatakan deskripsi Dewan Pengaduan Polisi Independen Hong Kong soal insiden penembakan terhadap Veby Mega "tidak akurat".

Melalui unggahan di Twitter, Jumat (15/5/2020), Mimi Lau mengatakan, "Veby bukan terkena 'sesuatu', ia terkena tembakan polisi."

Baca juga: Tertembak Peluru Karet oleh Polisi Hong Kong, 1 Mata Jurnalis Indonesia Veby Mega Indah Buta

Sebelumnya, Dewan Pengaduan Polisi Independen Hong Kong merilis laporan dengan menyebutkan bahwa "pengunjuk rasa dan wartawan tidak mengindahkan peringatan polisi ... tiba-tiba, seorang reporter Indonesia terkena sesuatu di mata kanannya dan jatuh ke tanah".

Namun laporan yang dikeluarkan itu tidak menjawab tuduhan pelanggaran yang dilakukan sejumlah polisi.

Laporan ini disusun untuk menilai kinerja polisi Hong Kong dalam menangani gelombang unjuk rasa, menyusul rencana pemerintah membolehkan warga Hong Kong diadili di Cina daratan pada Juni 2019.

Laporan dewan pengawas polisi menyebutkan secara umum tindakan polisi sudah sesuai prosedur, namun meminta polisi mengkaji ulang penggunaan gas air mata.

Dalam laporan itu, aksi demonstran dikecam, sementara "brutalitas polisi diabaikan".

Baca juga: Jurnalis Indonesia yang Terkena Peluru Karet di Hong Kong Berangsur Membaik

Pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, menyambut baik isi laporan, namun oposisi dan para pegiat HAM menggambarkannya sebagai "upaya menutupi kesalahan polisi".

Menurut laporan ini, "polisi Hong Kong meremehkan risiko serangan oleh kerumunan di kawasan Yuen Long pada 21 Juli dan gagal membantah rumor kerja sama dengan geng-geng penjahat".

Situasi ini, menurut laporan tersebut, menjadi "katalis" protes yang berkepanjangan. Laporan ini tidak menemukan bukti kerja sama antara polisi dan geng penjahat.

Hal lain yang diangkat adalah, polisi diminta melakukan kajian tentang definisi "kerusuhan", hukuman maksimal 10 tahun penjara, dan apakah intensitas tindakan yang diambil dalam menangani puluhan ribu pengunjuk rasa yang berkumpul di luar gedung dewan perwakilan pada 12 Juli tahun lalu, bisa dikurangi skalanya.

Pengunjuk rasa dan pegiat HAM mengatakan tindakan polisi berlebihan, sementara polisi mengatakan selama ini mereka telah menahan diri.

Demonstran dan sejumlah politisi mengkritik dewan pengawas polisi sebagai "lembaga yang tidak bergigi" dan mendesak agar penyelidikan dipimpin oleh hakim.

Panel pakar internasional mundur sebagai penasehat dari dewan pengawas, dengan alasan dewan tak punya kapasitas untuk melakukan investigasi secara semestinya.

Baca juga: Jurnalis Indonesia yang Terkena Peluru Karet di Hong Kong Kini Stabil

Insiden penembakan versi wartawan

Mimi Lau mengatakan, dirinya dan sesama wartawan The South China Morning Post, Sarah Zheng, adalah saksi mata langsung insiden yang menimpa Veby Mega Indah dan berada hanya beberapa meter dari posisi Veby.

Mimi Lau mengatakan bahwa ketika itu "polisi tidak memerintahkan demonstran atau reporter untuk meninggalkan tempat". Juga, "tidak ada peringatan dari polisi sebelum penembakan".

Ia menyertakan video rekaman dan video Facebook Live ketika insiden terjadi.

Mimi Lau mengatakan, video menunjukkan "polisi mengangkat senjata dan mundur melalui tangga, kemudian pemrotes maju ke depan".

"Polisi mengeluarkan tembakan dan mengenai Veby. Ia jatuh ke tanah," kata Mimi Lau.

Baca juga: Bakar Bendera China saat Demo Hong Kong, Gadis Berusia 13 Tahun Ditahan

Petugas polisi anti-huru hara menahan salah seorang demonstran dalam aksi unjuk rasa di Hong Kong, Minggu (6/10/2019).AFP / NICOLAS ASFOURI Petugas polisi anti-huru hara menahan salah seorang demonstran dalam aksi unjuk rasa di Hong Kong, Minggu (6/10/2019).

Polisi: "Tak sengaja"

Insiden penembakan terjadi pada 29 September 2019 ketika Veby melakukan Facebook live untuk media tempat ia bekerja, Suara Hong Kong News.

Pelaporan langsung melalui Facebook ini ia lakukan di jembatan penyeberangan di Wan Chai, yang terhubung dengan gedung Immigration Tower.

Tembakan dengan peluru karet ini menyebabkan mata kanan Veby Mega Indah kini tidak bisa melihat.

Dalam wawancara dengan The South China Morning Post pada Desember 2019, Veby mengatakan ia tadinya mengira tembakan ini akan mengakhiri hidupnya.

Baca juga: WNI yang Menulis soal Demonstrasi Hong Kong Dideportasi, Ini Kata Wamenlu

"Mereka menenangkan saya dan meminta saya untuk tidak tertidur," kata Veby.

Ia menuturkan setelah terkena tembakan dan tersungkur, ada tim pertolongan pertama pada kecelakaan yang membantu dirinya, termasuk meminta ia adar tetap tersadar.

Ia menjalani perawatan di rumah sakit dan dokter mengatakan mata kanannya tak bisa lagi difungsikan dan ia harus tergantung dengan mata kirinya.

Sehari setelah insiden, kepolisian Hong Kong menggelar keterangan pers dan mengatakan bahwa polisi bisa melihat ada wartawan di jembatan penyeberangan.

"Namun ada pula demonstran beringas yang menyerang polisi ... rekan-rekan polisi ketika itu tak punya pilihan [dan] menggunakan kekuatan untuk mengatasi keadaan," kata Tse Chun-chung, pejabat kepolisian Hong Kong.

"Saya yakin ia tidak menembak wartawan dengan sengaja," katanya.

Baca juga: Es Krim Rasa Gas Air Mata di Hong Kong

Veby mengungkapkan insiden ini meninggalkan trauma, yang membuatnya kadang terbangun di malam hari.

Atas kejadian ini, Veby menggugat polisi Hong Kong, gugatan yang ia gambarkan sebagai "selain untuk menegakkan keadilan, juga demi para korban unjuk rasa di Hong Kong".

Ia juga mengatakan mestinya anggota polisi yang menembak dirinya ditindak.

Hong Kong dilanda gelombang unjuk rasa setelah pemerintah mengeluarkan rancangan aturan yang memungkinkan warga Hong Kong diadili di China daratan.

Aksi antipemerintah kemudian berkembang menjadi gerakan yang ditujukan untuk memastikan Hong Kong tetap menghormati prinsip-prinsip demokrasi.

Protes tahun lalu sering diwarnai kerusuhan dan lebih dari 8.000 pengunjuk rasa ditahan.

Baca juga: AS Dianggap Ikut Campur atas Hong Kong dan Xinjiang, Ini Rencana Balasan China

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

WHO: Penggunaan Alkohol dan Vape di Kalangan Remaja Mengkhawatirkan

Global
Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Kunjungan Blinken ke Beijing, AS Prihatin China Seolah Dukung Perang Rusia

Global
Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Rusia Serang Jalur Kereta Api Ukraina, Ini Tujuannya

Global
AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

AS Berhasil Halau Serangan Rudal dan Drone Houthi di Teluk Aden

Global
Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Petinggi Hamas Sebut Kelompoknya akan Letakkan Senjata Jika Palestina Merdeka

Global
Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Inggris Beri Ukraina Rudal Tua Canggih, Begini Dampaknya Jika Serang Rusia

Global
Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Siapa Saja yang Berkuasa di Wilayah Palestina Sekarang?

Internasional
Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Ikut Pendaftaran Wajib Militer, Ratu Kecantikan Transgender Thailand Kejutkan Tentara

Global
Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Presiden Ukraina Kecam Risiko Nuklir Rusia karena Mengancam Bencana Radiasi

Global
Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Jelang Olimpiade 2024, Penjara di Paris Makin Penuh

Global
Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Polisi Diduga Pakai Peluru Karet Saat Amankan Protes Pro-Palestina Mahasiswa Georgia

Global
Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Pemilu India: Pencoblosan Fase Kedua Digelar Hari Ini di Tengah Ancaman Gelombang Panas

Global
Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Kim Jong Un: Peluncur Roket Teknologi Baru, Perkuat Artileri Korut

Global
Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Anggota DPR AS Ini Gabung Aksi Protes Pro-Palestina di Columbia University

Global
Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Ditipu Agen Penyalur Tenaga Kerja, Sejumlah Warga India Jadi Terlibat Perang Rusia-Ukraina

Internasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com