Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Backpacker di Pedalaman Australia Dilempari Batu dan Diminta Pulang ke Negara Asal Mereka

Kompas.com - 23/04/2020, 06:21 WIB
Miranti Kencana Wirawan

Editor

KOMPAS.com - Para warga sekitar yang mengusir sejumlah backpacker itu khawatir para backpacker akan menyebarkan virus corona.

Mereka yang disebut 'backpacker' kebanyakan adalah pemegang work and holiday visa (WHV), berusia antara 18-30 tahun dari berbagai negara yang datang ke Australia untuk bekerja sambil berlibur.

Kepada ABC, sejumlah 'backpacker' di pedalaman Australia Selatan mengatakan penduduk setempat melempari mereka dengan batu.

Tak hanya itu, mereka juga menemukan kata-kata 'go home' yang tertulis di tong sampah di hostel tempat mereka tinggal.

'Backpacker' asal Inggris Roan Hodgson, yang tinggal di Harvest Trail Lodge, kota kecil Loxton, sekitar 256 kilometer dari Adelaide mengatakan mereka mengalami diskriminasi.

"Satu-satunya tempat di mana kami bisa santai selain di kamar kami adalah di balkon," katanya.

"Beberapa orang yang melintas di depan hostel kami berteriak 'go home', dan beberapa hari lalu beberapa orang melempar batu."

Baca juga: Australia Lockdown, Kanguru Lompat-lompat Jelajahi Kota

"Kami sudah bekerja di sini selama beberapa bulan, tindakan seperti ini menurut saya adalah tindakan konyol."

'Backpacker' lainnya asal Jerman, Kristina Welters mengaku kejadian ini menjadi mimpi buruk bagi mereka yang awalnya ingin berkunjung ke Australia.

"Kami bekerja di Jerman untuk bisa ke sini, dan saya kira kami semua ingin mendapat kenangan yang baik, dan tidak mau hidup dengan tindakan rasis setiap hari," katanya.

Manajer hostel Bronnie Allen mengatakan para 'backpacker' juga dianggap sebagai 'ancaman' bagi warga setempat dalam hal pekerjaan.

Tindakan rasialisme dikecam pemerintah

Menteri Urusan Industri Utama dan Pembangunan Regional Australia Selatan, Tim Whetstone dalam pernyataannya mengatakan,

"tindakan rasis terhadap para 'backpacker' dan siapa saja adalah hal yang tidak bisa diterima".

"Para backpacker merupakan bagian penting dari ekonomi lokal ... tindakan diskriminasi terhadap mereka tidak akan dibiarkan terjadi," katanya.

Sementara itu Derry Geber, pemilik beberapa hostel di kawasan Barrossa Valley dan McLaren Vale, yang banyak memproduksi mimuman anggur di Australia Selatan mengatakan warga setempat memang merasa "takut" dengan kehadiran para backpacker.

Baca juga: Tingkat Penularan Covid-19 di Australia: Dari 10 yang Positif, Kini Hanya Bisa Menulari Lima Orang Lainnya

Geber mengatakan rasa permusuhan terhadap warga asing meningkat sejak adanya kasus positif virus corona di Barossa Valley, yang berasal dari dua kelompok turis asal Amerika Serikat dan Swiss.

"Beberapa warga lokal menelpon polisi untuk mengecek apakah di hostel kami menerapkan social distancing."

"Polisi kemudian mengecek apakah aturan satu orang per empat meter persegi dipatuhi."

"Kemudian ada insiden di mana para backpacker datang membeli kopi... dan pelayan perempuan membuat catatan di bukunya jika beberapa backpacker datang sekaligus dalam waktu bersamaan."

Alasan 'backpacker' tidak bisa pulang

Dengan perbatasan yang masih ditutup di banyak negara, larangan perjalanan menjadi tidak penting.

Terbatasnya penerbangan internasional membuat banyak 'backpacker' terjebak di Australia.

Ada beberapa pemilik pertanian yang merasa pekerja asing memiliki kemungkinan lebih besar terjangkit virus corona.

Namun pemilik hostel Bronnie Allen di Loxton mengatakan hostelnya menerapkan aturan dengan ketat.

Dia juga berpendapat bahwa kehadiran 'backpacker' sangat penting bagi industri pertanian di Australia.

"Tanpa kehadiran para backpacker, para petani tidak akan bisa menyelesaikan pekerjaan mereka," katanya.

Kehilangan pekerjaan ditambah dengan harga tiket pesawat yang mahal membuat 'backpacker' seperti Darren Stewart tidak bisa kembali ke negara asalnya, Skotlandia.

"Kami terjebak di sini, dan mendengar orang mengatakan go home terasa lebih menyakitkan karena kami tidak bisa melakukannya sekarang ini."

Baca juga: Di Tengah Pandemi Covid-19, WNI di Australia Temukan Peluang Baru

Kristina Welters pun berpendapat sama, menurutnya kembali ke Jerman sekarang adalah tindakan yang berisiko.

"Saya takut karena saya bisa membawa virus ini ke rumah. Saya tidak mau membuat keluarga saya tertular."

"Ini yang membuat saya kesal, orang-orang di sini mungkin tidak berpikir juga mengenai situasi yang kami hadapi."

Sementara itu, Milan Scheunemann yang juga berasal dari Jerman, mengatakan sebelumnya para 'backpacker' disambut dengan tangan terbuka oleh masyarakat sebelum adanya virus corona.

"Kami tidak bisa pulang dan bertemu dengan orang tua kami, jadi di sini kami bisa membangun keluarga kecil kami, tetapi sedihnya kami diperlakukan seperti orang luar.'

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com