NEW YORK CITY, KOMPAS.com - Seorang perawat mengungkapkan kata-kata terakhir salah satu korban meninggal Covid-19 yang memilukan.
Perawat anestesi bernama Derrick Smith yang telah terdaftar dan bersertifikat mengatakan, pandemi virus corona telah membawanya ke kenyataan yang benar-benar berbeda, "jauh lebih menakutkan".
Smith, yang sebagian besar merawat pasien Covid-19 di sebuah rumah sakit di New York City, menuturkan kata-kata terakhir seorang pasien pria yang sekarat dan hendak dipasangi ventilator.
Baca juga: Covid-19 Telan 540 Korban Sehari, Terendah di New York dalam 2 Minggu
"Siapa yang akan membayarnya?" tanya pasien itu di sela-sela kesulitan bernapas.
"Itu adalah kata-kata terakhir yang tidak akan pernah aku lupakan," kata Smith saat diwawancarai CNN.
"(Pasien ini) dalam kesulitan pernapasan yang parah, sulit bicara, tapi perhatian utamanya adalah siapa yang bisa membayar untuk prosedur yang akan memperpanjang hidupnya."
"Tetapi secara statistik ia tidak memiliki kemungkinan yang baik untuk bertahan hidup," ungkap Smith.
Baca juga: Trump Tanggapi Pernyataan Gubernur New York soal Raja Trump
Mengetahui pasien itu kemungkinan besar tidak akan pulih setelah diintubasi, Smith dan rekan-rekannya memanggil istri pria tersebut untuk memberinya kesempatan yang mungkin akan menjadi ucapan selamat tinggal.
Kebanyakan pasien Covid-19 akan meninggal setelah dipasangi ventilator, dengan tingkat kematian mencapai hingga 80 persen pada pasien virus corona yang diintubasi, kata Smith.
Meski Smith tidak tahu apakah pasiennya bisa selamat, ia mengatakan itu "sangat tidak mungkin."
Smith menyebut insiden tersebut "sejauh ini hal terburuk" yang telah dia saksikan dalam 12 tahun bekerja di unit perawatan kritis dan anestesi.
Baca juga: Virus Corona Buat New York Kewalahan Urusi Jenazah dan Rumah Sakit Darurat
"Aku sangat sedih, dan jujur, sedikit ngeri. Ini menunjukkan bahwa kita memiliki kegagalan besar ketika seseorang mengkhawatirkan keuangannya di saat ia sedang berhadapan dengan masalah yang jauh lebih besar yang berkaitan dengan hidup atau mati."
Smith tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan pasiennya, dan ia mengalihkan pembicaraan agar pria itu berbicara dengan pasangannya untuk terakhir kalinya.
Terlepas dari keadaan yang memilukan, menurut Smith pertanyaan itu tetap menjadi kekhawatiran.
"Pandemi telah menyoroti banyak kekurangan struktural di negara kita (AS), tidak hanya respons terhadap pandemi itu sendiri, tetapi pendekatan kita terhadap cakupan perawatan kesehatan," ujar Smith.
Baca juga: Covid-19 di AS Tembus 710.021 Kasus, 31,5 Persen dari Total Kasus di Dunia
Amerika Serikat adalah satu-satunya negara maju tanpa perawatan kesehatan universal.
CNN memberitakan, hampir 28 juta orang AS non-lansia atau 10,4 persen tidak diasuransikan pada 2018, menurut data Biro Sensus terbaru yang tersedia.
"Mengatasi virus corona dengan puluhan juta orang tanpa asuransi kesehatan atau dengan asuransi yang tidak memadai akan menjadi tantangan khas AS di antara negara-negara maju," tulis Larry Levitt di Twitter-nya.
Baca juga: Ramai Warga AS Turun ke Jalan, Minta Gubernur Cabut Lockdown
Wakil presiden eksekutif di perusahaan perawatan kesehatan Kaiser Permanente itu melanjutkan, "Dibutuhkan dana untuk merawat orang dan menangani perawatan tanpa kompensasi yang diserap oleh penyedia."
Khawatir bahwa biaya tinggi dapat menghambat orang diperiksa saat sakit, banyak perusahaan asuransi dan beberapa negara bagian meluncurkan pembayaran bersama untuk tes virus corona bagi pemegang polis tertentu.
Namun pasien masih harus membayar untuk kunjungan tersebut, pengujian lain, dan perawatan Covid-19 atau penyakit lain yang mungkin mereka alami.
Baca juga: Studi Ilmuwan AS: Obat Covid-19 Remdesivir Sukses Diuji Coba ke Monyet
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.