SINGAPURA, KOMPAS.com - Institute of Policy Studies (IPS) melakukan survei terhadap masyarakat di Singapura.
Hasilnya, sebagian besar warga usia 21-34 menganggap bahwa pernikahan itu tidak begitu penting. Mereka juga menganggap bahwa hidup melajang adalah hal yang wajar.
Dilansir dari Mothership pada Senin (29/1/2024), jajak pendapat tersebut dilakukan antara November-Desember 2023, menjelang konferensi Perspektif Singapura pada 22 dan 29 Januari 2024, yang bertemakan "Pemuda".
Tujuan dari penelitian ini untuk mengukur sikap, nilai-nilai, dan pendapat masyarakat Singapura terhadap isu-isu mengenai kesejahteraan, pekerjaan, keluarga, keterlibatan masyarakat, dan transisi kehidupan.
Serta memahami apakah dan bagaimana sentimen-sentimen ini dapat bervariasi antar kelompok umur.
IPS melakukan survei pada 2.356 warga negara Singapura dan penduduk tetap berusia 21-64 tahun yang direkrut dari panel online. Hasilnya dilihat berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, dan etnis.
Perbandingan antar kelompok umur juga dilakukan untuk memeriksa persamaan dan perbedaan antargenerasi.
Ada hasil survei sebesar 82 persen responden dari kelompok usia termuda yang menjadi sampel berusia 21-34 tahun mengatakan bahwa memilih hidup melajang adalah hal yang wajar.
Perlu dicatat bahwa persentase ini tidak jauh dari keseluruhan 78 persen, termasuk responden lain yang berusia hingga 64 tahun, yang sebagian besar menyatakan bahwa memilih hidup membujang adalah hal yang dapat diterima.
Di antara mereka yang berusia 35-49 tahun, 78 persen setuju bahwa tetap melajang adalah hal yang wajar.
Di antara mereka yang berusia 50-64 tahun, 75 persen setuju bahwa tetap melajang adalah hal yang wajar.
Apakah pernikahan itu perlu? Ternyata 70 persen dari mereka yang berusia 21-34 tahun setuju bahwa tidak perlu menikah.
Dalam kelompok usia termuda yaitu 21-34 tahun, 72 persen setuju dengan gagasan bahwa pernikahan tidak perlu menghasilkan anak.
Mayoritas peserta yang lebih muda masih menginginkan pernikahan dan anak.
Menariknya, meskipun mereka berpandangan bahwa pernikahan tidak perlu dan mempunyai anak dalam satu pernikahan, sebagian besar peserta yang berusia lebih muda masih menginginkan pernikahan dan anak untuk diri mereka sendiri.
Sedangkan 68 persen responden berusia 21-34 tahun yang belum menikah memperkirakan akan menikah di Singapura di masa depan.
Dan 67 persen responden berusia 21-34 tahun yang belum memiliki anak mengatakan mereka berharap memiliki anak suatu hari nanti.
Selain itu, angka-angka ini lebih tinggi di antara mereka yang sedang menjalin hubungan.
Di antara responden berusia 21-34 tahun yang sedang berpacaran, 84 persen memperkirakan dirinya akan menikah di Singapura di masa depan.
Dan, di antara responden berusia 21-34 tahun yang sedang berpacaran atau menikah, 76 persen berharap memiliki anak di masa depan.
Hasil yang tampaknya bertentangan, meskipun membingungkan, dikatakan konsisten dengan temuan penelitian remaja, menurut Peneliti Senior IPS Kalpana Vignehsa.
Dia menjelaskan bahwa ada perubahan sikap, dimana semakin sedikit responden remaja yang menganggap hubungan romantis dan mengasuh anak sebagai hal yang penting untuk kepuasan diri.
Dengan kata lain, tampaknya persepsi tentang pernikahan dan peran sebagai orang tua telah berubah, lebih dari sekadar aspirasi dan rencana keluarga yang sebenarnya.
https://www.kompas.com/global/read/2024/01/29/130538170/survei-82-persen-warga-singapura-usia-21-34-pilih-hidup-melajang