Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

USS Nautilus: Kapal Selam Nuklir Pertama AS yang Jelajahi Dunia Melalui Bawah Es Arktik

KOMPAS.com - USS Nautilus adalah kapal selam nuklir pertama Amerika Serikat (AS) yang berlayar di bawah lapisan es ke Kutub Utara pada 1958. Misinya adalah untuk membuka dunia baru untuk dijelajahi para ilmuwan.

Misi perdana dari kapal selam nuklir pertama di dunia itu adalah misi rahasia dengan nama sandi 'Operation Sunshine'.

Perjalanan itu dilakukan dengan kapal selam sepanjang 97 meter dan 116 awaknya sepenuhnya menyelam di bawah lapisan es. Ini adalah sebuah prestasi yang mustahil sebelum penemuan propulsi bertenaga nuklir padat.

Sebelum USS Nautilus, kapal selam harus muncul ke permukaan, atau setidaknya menaikkan snorkel ke atas permukaan laut untuk mengambil udara yang dibutuhkan mesin diesel dan mengisi baterai untuk penggerak listrik.

Tetapi dengan reaktor nuklir, ISS Nautilus tidak perlu melakukan itu. Faktanya, kapal selam ini bisa berada jauh di bawah permukaan air selama tiga hari sebelum mencapai Kutub, dan tidak sekalipun muncul ke permukaan hingga di dekat pantai Greenland, pada 7 Agustus 1958.

Ini artinya, Nautilus telah menghabiskan seminggu di bawah ombak dingin dan es yang membeku.

Dwight D Eisenhower, Presiden AS saat itu mengirimkan ucapan selamatnya kepada para awak kapal menyebut misinya sebagai "pencapaian luar biasa".

Pelopor senjata pernghancur dan pertahanan tersembunyi

"Pelayaran itu adalah demonstrasi yang mengesankan dari sebuah revolusi dalam perang maritim," kata Kapten Justin Hughes, pensiunan komandan kapal selam nuklir Angkatan Laut Kerajaan Inggris dan sekarang sekretaris kehormatan Museum Kapal Selam Angkatan Laut Kerajaan Inggris.

"Ini memberi bukti bahwa kapal selam bertenaga nuklir dapat beroperasi di bawah air, sehingga tak terdeteksi, untuk misi yang lama."

Sekarang ini, kapal selam bertenaga nuklir dapat berada jauh di bawah permukaan laut selama berbulan-bulan. Ini menjadikannya sebuah senjata penghancur dan pertahanan yang tersembunyi, terlebih dengan torpedo dan rudal nuklir yang kerap dimuatnya.

Misi Nautilus, selain merupakan ajang pembuktian potensi militer kapal selam nuklir, juga menjadi tonggak sejarah ilmiah, yang membantu menyiapkan pijakan untuk era baru eksplorasi dan penemuan tentang dunia aneh di bawah lapisan es Arktik.

Namun, bahkan hingga sekarang, misi pelayaran di bawah es-es Arktik bukanlah hal yang rutin dilakukan.

"Tantangan operasi kapal selam di lingkungan ini tidak boleh diremehkan," kata Hughes.

Ada serpihan-serpihan es yang dapat mengganggu instrumen sonar kapal selam. Kru juga harus siap menghadapi masalah yang disebabkan oleh kondensasi. Kemudian ada keadaan isolasi total dan keheningan yang nyaris absolut.

Lebih mendasar lagi, jika terjadi keadaan darurat di kapal seperti banjir, kebakaran, atau kehilangan tenaga, ada bermeter-meter lapisan es Arktik di antara kapal selam dan udara segar.

"Semua ini butuh konsentrasi yang tinggi. Misi pelayaran di bawah es harus dilakukan dengan tingkat kesiapan kru yang tinggi untuk menanggapi keadaan darurat. Ini mengharuskan awak kapal selalu siaga," jelas Hughes

Ilmu pengetahuan vs data militer

Beberapa orang mungkin tidak terlalu senang bekerja di bawah bermeter-meter es, tapi yang lain memandang dengan iri.

Untuk para ahli kelautan, kapal selam menyediakan platform yang sempurna untuk menggali pengetahuan tentang Arktik.

"Saya selalu terpesona dengan kapal selam," kata Jamie Morison, sekarang seorang ahli kelautan senior di Pusat Sains Polar di Seattle.

Akhirnya pada 1993, bersama enam rekannya, dia diberi kesempatan tersebut. Pengalaman itu katanya, "adalah mimpi yang menjadi kenyataan."

Ekspedisi Morison di bawah es Arktik dilakukan dengan USS Pargo yang mirip dengan USS Nautilus. Hanya saja kapal selam serang bertenaga nuklir ini memiliki panjang 89 meter (294 kaki).

Ketua komite penasihat Scicex saat ini, Jackie Richter-Menge dari University of Alaska, mengatakan penyelidikan soal cakupan dan ketebalan es Arktik, arus laut dan lanskap dasar laut saling menguntungkan bagi para ilmuwan dan awak kapal selam.

"Para ilmuwan belajar tentang Samudra Arktik dan angkatan laut belajar lebih banyak tentang lingkungan tempat mereka beroperasi," katanya.

"Kapal selam memberikan kita akses unik ke lingkungan yang keras.Itu termasuk memahami berbagai hal saat ini, dan juga mampu memahami seperti apa lingkungan di masa depan."

Namun tantangan nyata dalam menyatukan para ilmuwan dan militer adalah bahwa kapal selam beroperasi pada misi super rahasia, sementara para ilmuwan suka mempublikasikan data mereka secara terbuka untuk dilihat semua orang di dunia.

Ketika data berpotensi mengungkapkan detail operasional atau navigasi militer, dapat dimengerti mengapa ada penolakan untuk berbagi informasi.

Alhasil, ada jeda waktu antara mengumpulkan dan merilis data apa pun," kata Richter-Menge.

Tantangan bekerja di kapal selam

Siapa pun yang melakukan perjalanan di kapal selam harus bisa bekerja dalam ruang sempit.

"Sepertinya orang-orang yang bekerja di dalam kapal selam harus memiliki sikap dasar sopan. Saya belum pernah mendengar orang bilang 'permisi' sebanyak yang saya dengar di kapal selam, karena kemana pun Anda pergi, pasti Anda harus berdesakan dengan orang lain," kata Morison.

"Pada saat yang bersamaan, semua orang ini adalah pejuang." Tapi, dia melanjutkan, tidak semua orang bisa langsung beradaptasi dengan baik.

"Saya melihat salah satu rekan saya tidur di ruang torpedo. Dia hanya mengenakan jaket dan tidur meringkuk di lambung kapal," kata Morison.

"Saya bertanya kepadanya, apa yang terjadi. Dan dia bilang, 'suatu malam saya merangkak ke tempat tidur saya, melihat bentuknya, dan berkata pada diri sendiri: benda ini seperti peti mati', dan sejak saat itu dia tidak bisa tidur di ranjangnya."

Pogram Scicex AS masih beroperasi, dan data ilmiah masih terus dikumpulkan dan dibagikan, tapi para ilmuwan tidak lagi dapat bergabung dengan awak kapal selam.

Seperti USS Nautilus, Morison menggambarkan bahwa USS Pargo yang dinaikinya dilengkapi dengan sirip di menara conning yang bisa berputar 90 derajat, untuk menembus es seperti pisau ketika muncul di antara gumpalan es yang terapung.

"Hanya dengan begitu kru mendapatkan 'kebebasan es' dan bisa keluar ke es."

Setelah memecahkan setiap rekor kecepatan dan daya tahan kapal selam, USS Nautilus melakukan pelayaran terakhirnya pada 1979 dan sekarang dibuka di Connecticut sebagai bagian dari museum maritim.

Peranannya lebih lanjut dari misi di Arktik tetap dirahasiakan.

https://www.kompas.com/global/read/2022/07/04/225900170/uss-nautilus--kapal-selam-nuklir-pertama-as-yang-jelajahi-dunia-melalui

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke