Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Satu-satunya Gletser Tropis "Kebanggaan" Indonesia Bisa Punah pada 2025

JAKARTA, KOMPAS.com - Siswa sekolah dasar (SD) di Indonesia biasa diajari bahwa negara ini memiliki sesuatu yang signifikan, yakni gletser tropis di pegunungan Jayawijaya Papua.

Itu adalah satu-satunya gletser tropis di Indonesia. 

Terletak di Puncak Jaya, sebagian orang menyebutnya sebagai Eternity Glacier.

Namun, dalam beberapa tahun mendatang, para guru mungkin tidak dapat memberi tahu siswa mereka tentang hal-hal sepele geografis ini.

Setelah ada selama sekitar 5.000 tahun, "usia" gletser mungkin tinggal beberapa hari lagi karena penelitian menunjukkan bahwa lapisan es itu telah mencair dan hanya ada sedikit yang tersisa.

“Tahun ketika gletser akan hilang adalah antara 2025 hingga 2027,” kata Donaldi Permana, koordinator Penelitian dan Pengembangan Iklim di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Indonesia, dilansir dari Channel NewsAsia (CNA), Jumat (22/4/2022).

Dia telah mempelajari gletser secara ekstensif sejak 2009.

Pemanasan global diyakini sebagai penyebab utama mencairnya gletser.

Permana mengatakan mencairnya gletser telah terjadi sejak revolusi industri pada tahun 1850 ketika negara-negara maju bergeser dari ekonomi agraris ke ekonomi yang didominasi oleh industri yang melepaskan emisi gas rumah kaca yang menyebabkan suhu lebih hangat.

“Tapi kami baru tahu setelah tahun 1990-an, bahwa gletser (Indonesia) mencair,” katanya kepada CNA.

Gunung Jayawijaya terletak di Taman Nasional Lorentz dengan ketinggian 4.884 mdpl. Ini adalah gunung tertinggi di Indonesia dan beberapa orang juga menyebutnya sebagai Carstensz Pyramid, karena gunung ini memiliki beberapa puncak dengan nama yang berbeda, kata Pak Permana.

"Gletser tropis lainnya di Amerika Selatan dan Afrika juga mencair," kata Permana.

Namun, karena ketinggian Puncak Jaya lebih rendah dibandingkan dengan gunung-gunung lain dengan gletser tropis, yang ada di Indonesia akan lebih cepat hilang.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati juga mengatakan kepada parlemen pada akhir bulan lalu bahwa gletser bisa hilang pada tahun 2025.

Pencairan berjalan lebih cepat

Menurut Permana, studi sebelumnya telah mengukur area gletser.

Berdasarkan kematangan tanah dan pola sebaran vegetasi di sekitar gletser, disimpulkan bahwa luas gletser sekitar 19 km persegi pada tahun 1850.

Citra satelit kemudian menunjukkan bahwa area gletser turun menjadi hanya 2 km persegi pada tahun 2002.

Pada 2018, luasnya hanya 0,46 km persegi. Tahun lalu, itu 0,27 km persegi. Ini berarti bahwa pencairan telah dipercepat dari waktu ke waktu, kata dia.

Untuk mempelajari lebih lanjut tentang gletser, Permana dan rekan-rekannya mengekstrak inti es darinya pada tahun 2010 dengan mengebor 32 m ke batuan dasar. Inti es kemudian diambil untuk diperiksa.

Tim juga memasang pipa polivinil klorida (PVC) untuk mengukur seberapa banyak gletser yang mencair dengan melihat ketebalannya.

Pada 2015, mereka menemukan bahwa pipa itu terbuka sejauh 5m.

“Ini berarti kedalaman 1 m hilang per tahun,” kata Permana.

Mereka juga mencatat bahwa pada tahun 2016 ketika El Nino menyebabkan cuaca yang lebih kering dan lebih hangat di Indonesia, pencairannya semakin cepat.

“Dari 2015 hingga 2016, hanya dalam satu tahun, kami kehilangan kedalaman 5 meter,” tambahnya.

Dia mengatakan bahwa dari 2016 hingga 2021, kedalaman 12,5 m lebih lanjut telah hilang.

“Dari angka-angka itu, kita dapat menyimpulkan bahwa ada percepatan (mencair),” katanya.

Permana menerangkan, hal ini diperkirakan bisa terjadi karena ketika gletser mencair, area di sekitarnya menjadi lebih besar, menyerap lebih banyak radiasi matahari.

Gletser padahal penting karena merupakan indikator iklim bumi dan bagaimana perubahannya.

Mencairnya lapisan es ini juga merupakan indikator yang jelas dari pemanasan global.

Dari inti es yang diekstraksi oleh Permana dan rekan-rekannya, mereka mencatat deposit tritium, yang merupakan indikasi uji coba nuklir yang dilakukan Uni Soviet dan China pada 1960-an.

“Tes menciptakan tritium. Komposisi ini tercatat di semua gletser di dunia,” kata Permana.

Secara umum, ketika gletser mencair, mereka juga berkontribusi pada kenaikan permukaan laut, tambahnya.

“Mungkin kontribusi gletser (Indonesia) ini tidak begitu signifikan karena wilayah awalnya tidak begitu besar dibandingkan dengan yang ada di Amerika Selatan atau Greenland… Tapi hewan dan pepohonan di sekitar wilayah Papua bisa terkena dampak pencairan, meski sayangnya ada belum ada penelitian tentang ini”.

Permana juga mengungkapkan bahwa ada suku asli yang tinggal di sekitar daerah tersebut yang memuja gletser. Namun, sejauh ini belum ada penelitian yang diketahui tentang kelompok ini dan bagaimana pengaruhnya jika gletser menghilang.

“Kebanggaan kita akan berkurang”

Selain Permana, peneliti lain yang juga meneliti gletser adalah Yohanes Kaize.

Dia adalah kepala ilmuwan PT Freeport Indonesia, sebuah perusahaan pertambangan emas dan tembaga.

Tambang Grasberg, yang menyimpan salah satu cadangan tembaga dan emas terbesar di dunia, hanya berjarak beberapa kilometer dari Puncak Jaya.

"Pada hari-hari ketika cuaca cerah, gletser terlihat dari Grasberg," kata Kaize.

Dia telah mengunjungi gletser beberapa kali dalam tujuh tahun terakhir untuk memeriksa kualitas udara dan air di daerah itu serta curah hujan.

Kaize juga memantau gletser dari udara dan memotretnya.

“Area gletser telah berkurang secara signifikan. Sangat menyedihkan,” kata Kaize.

“Sebelumnya, ada juga gletser yang lebih kecil di sana tetapi sekarang sudah hilang,” jelas dia.

Kaize memperingatkan, es yang mencair akan mengalir ke anak sungai dan danau di dekat puncak dan mungkin akan berdampak pada sungai di sana.

Akhirnya, ini dapat memengaruhi laut Arafura antara Australia utara dan pantai selatan New Guinea. Tapi, dia yakin dampaknya mungkin tidak terlalu signifikan.

“Volume (air) sungai atau danau mungkin akan meningkat tetapi mungkin tidak terlalu banyak,” katanya.

Dia juga mencatat bahwa ada beberapa suku yang tinggal di dekatnya, meskipun dia tidak yakin yang mana yang memuja gletser.

Namun demikian, sebagai orang asli Papua sendiri, Kaize menyatakan, “Kami orang Papua percaya bahwa alam dan manusia saling berhubungan. Itu sebabnya kami juga menyebutnya Ibu Pertiwi".

“Jadi mereka mungkin memiliki cerita lokal tentang gletser. Jika gletser hilang, kisah itu juga akan hilang,” ungkap dia.

Dia memperkirakan semua gletser di Puncak Jaya akan hilang pada 2030.

“Sebagai orang Papua sendiri, satu-satunya gletser di kawasan Oseania, satu-satunya di Indonesia, saya bisa bilang kami bangga akan hal ini. Tetapi ketika itu hilang, harga diri kami juga akan berkurang,” katanya kepada CNA.

“Jadi, sekarang kita harus bersama-sama menyelamatkan Bumi. Bahkan hal-hal sederhana seperti menanam pohon dan tidak membuang sampah sembarangan. Mudah-mudahan, kita masih bisa mengagumi gletser sampai akhir,” ajak Kaize.

https://www.kompas.com/global/read/2022/04/22/133100070/satu-satunya-gletser-tropis-kebanggaan-indonesia-bisa-punah-pada-2025

Terkini Lainnya

Hari Ini, Irlandia dan Norwegia Akan Mengakui Negara Palestina Secara Resmi

Hari Ini, Irlandia dan Norwegia Akan Mengakui Negara Palestina Secara Resmi

Global
Pecah Rekor Lagi, Pendaki Nepal Kami Rita Sherpa Capai Puncak Everest 30 Kali

Pecah Rekor Lagi, Pendaki Nepal Kami Rita Sherpa Capai Puncak Everest 30 Kali

Global
Presiden Iran Meninggal, Puluhan Ribu Orang Hadiri Pemakaman Ebrahim Raisi

Presiden Iran Meninggal, Puluhan Ribu Orang Hadiri Pemakaman Ebrahim Raisi

Global
Rangkuman Hari Ke-818 Serangan Rusia ke Ukraina: 3.000 Napi Ukraina Ingin Gabung Militer | 14.000 Orang Mengungsi dari Kharkiv 

Rangkuman Hari Ke-818 Serangan Rusia ke Ukraina: 3.000 Napi Ukraina Ingin Gabung Militer | 14.000 Orang Mengungsi dari Kharkiv 

Global
Belum Cukup Umur, Remaja 17 Tahun di India Pilih Partai PM Modi 8 Kali di Pemilu

Belum Cukup Umur, Remaja 17 Tahun di India Pilih Partai PM Modi 8 Kali di Pemilu

Global
Menlu AS Tuding ICC Hambat Gencatan Senjata Perang Israel-Hamas

Menlu AS Tuding ICC Hambat Gencatan Senjata Perang Israel-Hamas

Global
Menteri Keamanan To Lam Resmi Terpilih Jadi Presiden Vietnam

Menteri Keamanan To Lam Resmi Terpilih Jadi Presiden Vietnam

Global
Anggota Kabinet Perang Israel Ron Dermer Sebut Tak Ada Kelaparan di Gaza, Kok Bisa? 

Anggota Kabinet Perang Israel Ron Dermer Sebut Tak Ada Kelaparan di Gaza, Kok Bisa? 

Global
Amelia Earhart, Perempuan Pertama yang Melintasi Atlantik

Amelia Earhart, Perempuan Pertama yang Melintasi Atlantik

Internasional
6 Fakta soal Helikopter Presiden Iran, Termasuk Buatan AS dan Sudah Usang

6 Fakta soal Helikopter Presiden Iran, Termasuk Buatan AS dan Sudah Usang

Global
Rusia Umumkan Mulai Latihan Peluncuran Senjata Nuklir Taktis

Rusia Umumkan Mulai Latihan Peluncuran Senjata Nuklir Taktis

Global
Penumpang yang Tewas dalam Singapore Airlines Berencana Berlibur ke Indonesia

Penumpang yang Tewas dalam Singapore Airlines Berencana Berlibur ke Indonesia

Global
[POPULER GLOBAL] Singapore Airlines Turbulensi Parah | Hasil Penyelidikan Awal Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

[POPULER GLOBAL] Singapore Airlines Turbulensi Parah | Hasil Penyelidikan Awal Kecelakaan Helikopter Presiden Iran

Global
Presiden Iran Meninggal, Turkiye Adakan Hari Berkabung

Presiden Iran Meninggal, Turkiye Adakan Hari Berkabung

Global
Saat Pesawat Singapore Airlines Menukik 6.000 Kaki dalam 3 Menit...

Saat Pesawat Singapore Airlines Menukik 6.000 Kaki dalam 3 Menit...

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke