Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Persiapan Piala Dunia 2022 Qatar Disorot Soal Kematian Sejumlah Migran di Konstruksi Venue

DOHA, KOMPAS.com - Persiapan ajang Piala Dunia 2022 Qatar mendapat sorotan dengan kematian migran dan tantangan hak asasi manusia di wilayah kerajaan Teluk.

Semakin banyak kritikus menuduh para pemimpin Qatar dan perusahaan konstruksi swasta berkontribusi melakukan eksploitasi sistemik terhadap pekerja migran.

Beberapa di antaranya telah meninggal dalam keadaan yang tidak dapat dijelaskan saat membangun tempat-tempat sepak bola yang luas di bawah terik matahari.

Qatar mengeklaim telah melakukan reformasi ketenagakerjaan yang signifikan, untuk melindungi sekitar 2 juta orang tenaga kerja migran, diperkirakan 95 persen dari total populasi pekerja negara itu.

Sebelum fajar setiap hari, para pekerja yang biasanya dari India, Bangladesh, Nepal, Filipina, dan Kenya dibawa dengan bus dari akomodasi, untuk bekerja di stadion-stadion raksasa.

Perjalanan bisa memakan waktu berjam-jam, dan suhu secara teratur mencapai 38,8 derajat Celsius.

Sebuah laporan yang dirilis Jumat (19/11/2021) oleh Organisasi Perburuhan Internasional, sebuah badan PBB yang berkantor di Doha, mengatakan 50 pekerja migran di semua sektor meninggal dalam kecelakaan terkait pekerjaan tahun lalu.

Kebanyakan dari mereka jatuh atau mengalami kecelakaan lalu lintas. Namun laporan itu tidak memberikan data untuk tahun-tahun lainnya.

Selain itu, ada 38.000 cedera terkait pekerjaan tahun lalu, 500 diantaranya tergolong parah. Laporan itu tidak merinci berapa banyak migran yang terkait dengan Piala Dunia.

Lebih lanjut menurut laporan itu, beberapa kematian terkait pekerjaan mungkin tidak dicatat dengan benar. Kurangnya informasi dan potensi kesalahan oleh anggota staf medis di garis depan berarti beberapa kematian terkait pekerjaan bahkan mungkin tidak tercatat.

Organisasi Buruh Internasional menyerukan peninjauan kembali tentang bagaimana kematian pria muda yang sehat dari "penyebab alami" diselidiki.

Kelompok hak asasi manusia Amnesty International menuduh bahwa pihak berwenang Qatar gagal menyelidiki ribuan kematian migran selama dekade terakhir, beberapa bahkan sebelum proyek Piala Dunia dimulai. Beberapa kematian diduga terkait dengan kondisi kerja yang tidak aman.

“Orang-orang ini tampaknya sehat, mereka telah lulus tes untuk bekerja di Qatar, namun mereka meninggal pada usia muda dan sertifikat kematian mereka hanya menyatakan penyebab alami, serangan jantung atau gagal pernapasan,” kata May Romanos, seorang peneliti hak pekerja di wilayah Teluk untuk Amnesty International.

“Masalahnya juga mengenai iklim di Qatar, mengingat panas dan kondisi cuacanya, dengan pekerja migran di lokasi pembangunan dan bekerja sebagai penjaga keamanan,” kata Romanos.

Qatar membantah temuan tersebut dan berpendapat bahwa statistik kematian dan keselamatan pekerja migran sejalan dengan standar internasional.

Alih-alih logo normal sponsor komersial, kaus pemain Denmark akan menampilkan apa yang dikatakan sebagai "pesan kritis".

Pada Maret, Norwegia dan Jerman sama-sama turun ke lapangan sebelum pertandingan, mengenakan kemeja yang dihiasi dengan slogan-slogan hak asasi manusia.

Jumlah pekerja migran yang meninggal saat bekerja di Qatar masih diperdebatkan. Pegiat hak asasi manusia mengakui bahwa tidak ada satu pun angka yang dapat diandalkan.

Statistik resmi Qatar menunjukkan bahwa 15.021 non-Qataris meninggal dari 2010 hingga 2019 di seluruh negeri, menghitung semua penyebab kematian.

Komite Tertinggi Qatar untuk Penyelenggara dan Transfer Piala Dunia 2022, yang dibentuk pemerintah pada 2011, mengatakan hanya ada 38 kematian sejak 2015 di antara para migran yang bekerja pada proyek turnamen resmi. Sebanyak 35 diantaranya digolongkan sebagai “tidak terkait pekerjaan”.

Badan pengatur sepak bola internasional, FIFA, mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa Piala Dunia telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kondisi tenaga kerja di seluruh Qatar, melalui Program Kesejahteraan Pekerja Komite Tertinggi.

"Kekuatan program ini telah diakui berulang kali oleh para ahli dan serikat pekerja selama bertahun-tahun. Seperti yang dinyatakan dalam laporan PBB baru-baru ini, ada 'perubahan yang mengesankan' dan 'reformasi menyeluruh' di dalam negeri," kata Alois Hug, juru bicara FIFA melansir NBC News pada Senin (22/11/2021).

Statistik Organisasi Buruh Internasional menunjukkan tingkat kematian kerja yang jauh lebih tinggi untuk negara lain: Armenia mencatat 13,6 kematian per 100.000 pekerja pada 2016; Mesir memiliki 10,6 per 100.000 pada 2018. Angka Qatar dari 2016 adalah 1,7.

“Komitmen kami terhadap kesejahteraan pekerja telah menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam standar akomodasi, peraturan kesehatan dan keselamatan, mekanisme pengaduan, penyediaan perawatan kesehatan, dan penggantian biaya perekrutan ilegal kepada pekerja,” kata Komite Tertinggi dalam sebuah pernyataan melalui email.

Menanggapi kritik, Kantor Komunikasi Pemerintah Qatar mengatakan “tidak ada negara lain yang sejauh ini melakukan reformasi tenaga kerja dalam waktu sesingkat itu.”

“Pemerintah berkomitmen terlibat secara kolaboratif dan konstruktif dengan mitra dan kritikus internasional untuk lebih meningkatkan standar bagi semua pekerja migran di Qatar,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Reformasi baru-baru ini termasuk larangan bekerja di luar selama kondisi terpanas hari itu; upah minimum bulanan baru sebesar 1.000 riyal (Rp 3,7 juta), ditambah pembayaran untuk makanan dan akomodasi jika tidak termasuk dalam kontrak; dan pemeriksaan kesehatan tahunan.

Reformasi itu juga menghapus sistem “kafala”, yang sebelumnya mengatur bahwa para pekerja menyerahkan paspor mereka dan tidak dapat meninggalkan negara itu atau berganti pekerjaan tanpa izin dari majikan mereka.

Praktik itu masih umum di beberapa bagian Timur Tengah, yang digambarkan oleh kelompok-kelompok serikat pekerja sebagai bentuk perbudakan modern.

Pekerja tersebut meminta untuk tidak disebutkan namanya karena takut akan pembalasan dari majikannya karena berbicara kepada media.

Menurutnya, perjalanan ke tempat kerja mereka adalah dua jam untuk beberapa pekerja. Itu pun tanpa komplikasi tambahan dari badai pasir. Kondisi itu bahkan dapat menghentikan pekerjaan sepenuhnya meski terjadi di tengah-tengah Doha, ibukota Qatar.

Dia positif tentang perubahan yang telah dilakukan Qatar dalam hak-hak pekerja, yang berarti tidak ada pekerjaan di luar dari pukul 10 pagi hingga 15:30 sore selama musim panas. Tapi dia bilang tidak selalu begitu.

Ketika ditanya apakah pekerja migran meninggal karena kelelahan panas? Dia mengatakan “Ya, sebelumnya, tapi sekarang sangat ketat bekerja di luar. Iklimnya sangat sulit,” katanya.

Qatar 2022 yang akan dimainkan pada musim dingin karena panasnya wilayah tersebut akan menjadi yang pertama di negara Arab.

Rekor suhu tertinggi untuk Doha adalah 50 derajat Celsius, yang terjadi pada 2010. Bahkan di bulan November, suhu bisa mencapai 30 derajat Celsius.

Pekerja tersebut telah berada di Qatar sejak 2014 dan mendapatkan upah minimum. Mereka mengirimkan 60 persen uangnya ke rumah untuk keluarganya ke negara asal mereka.

Dia sedang mengerjakan stadion Al Thumama di Doha, yang menurut Komite Penyelenggara Qatar 2022, "12 km selatan cakrawala berkilauan dan kawasan pejalan kaki tepi laut Doha."

Desainnya didasarkan pada ghafiya, topi tradisional yang dikenakan oleh pria dan anak laki-laki di seluruh Timur Tengah yang dipandang sebagai “simbol martabat dan kemerdekaan.”

40.000 penggemar yang akan memadati stadion saat Piala Dunia dimulai November mendatang, mungkin tidak menyadari bahwa banyak pekerja yang membangunnya tidak dapat secara legal berganti pekerjaan atau kembali ke negara asal mereka sampai reformasi perburuhan baru-baru ini berlaku.

Namun, pekerja konstruksi itu bersikeras bahwa dia akan tinggal selama dua atau tiga tahun lagi: “Saya pikir semakin banyak migran di Qatar yang tinggal di sini karena (pekerjaan) tidak dapat mendukung saya di Filipina. Saya mencoba yang terbaik untuk mengubah hidup saya.”

https://www.kompas.com/global/read/2021/11/22/115848570/persiapan-piala-dunia-2022-qatar-disorot-soal-kematian-sejumlah-migran-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke