Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Keniscayaan Indonesia dalam Menerima Pengungsi

Foto yang diambil dari situs Defense One itu menunjukkan sekitar 640 orang Afghanistan duduk di lantai pesawat yang terbang keluar dari negara konflik tersebut. Pesawat militer Amerika membawa mereka ke Pangkalan Udara Al Udeid di Qatar.

Pertanyaannya, bukannya menuju negara asal pesawat, mengapa malah menurunkan 640 penduduk Afghanistan itu ke Qatar? Jawabannya, tidak lain berkaitan dengan kebijakan imigrasi Amerika Serikat dalam menerima pencari suaka.

Selama kondisi Afganistan yang kurang kondusif, rupanya Biden telah menjalin komunikasi dengan beberapa negara terkait dengan proses penerimaan penduduk Afghanistan yang sudah diprediksikan akan menjadi pengungsi ataupun pencari suaka di negara-negara lain.

Salah satunya adalah Qatar yang dipersiapkan untuk mengakomodasi sekitar 8.000 penduduk Afghanistan yang dievakuasi.

Selanjutnya, mereka akan dicatat sebagai pencari suaka secara resmi oleh The United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), unit dalam naungan PBB yang secara khusus mengurus pengungsi (refugees) dan pencari suaka (asylum seeker) yang tersebar di berbagai penjuru dunia.

Perjalanan panjang pencari suaka

Pada akhir 2020, UNHCR mencatat sejumlah 82,4 juta orang terlantar yang hidup sebagai pengungsi tersebar di banyak negara di dunia.

Negara asal terbanyak para pengungsi datang dari Suriah , Venezuela, Afghanistan, Sudan Selatan, dan Myanmar. Perang sipil dan persekusi atas minoritas, perubahan iklim, dan pemerintahan yang represif disinyalir menjadi penyebab terbanyak hadirnya krisis pengungsi ini.

Fenomena tersebut sudah diantisipasi PBB dengan dibuatnya konvensi pengungsi pada 1951 silam. Ada 145 negara yang menandatangani konvensi tersebut. Meski artinya, negara yang menandatangani konvensi berarti akan hanya menerima pengungsi dalam kondisi tertentu.

Dengan kata lain, ke-145 negara tersebut belum tentu akan memberikan suaka, apalagi status kewarganegaraan pada pengungsi.

Jadi, mendapatkan izin tinggal sebagai suaka atau imigran bukan berarti langsung mendapatkan kewarganegaraan. Ada tahapan panjang yang harus dilalui pengungsi untuk akhirnya mendapatkan status paling aman untuk hidup sebagai warga negara.

Dan tahapan panjang itu kebanyakan diawali dengan proses evakuasi yang dramatis seperti yang terjadi pada penerbangan pesawat militer Amerika kemarin.

Yang juga seringkali terjadi, para pengungsi jalan kaki berhari-hari mencari titik pengungsian yang bisa memberikan mereka tempat untuk sementara, lalu melanjutkan perjalanan hingga mendapatkan penetapan status pengungsi atau Refugee Status Determination (RSD) dari UNHCR.

Selain berjalan kaki, pengungsi kerap naik kapal menyeberangi lautan. Bahkan ketika sudah bertemu daratan, pengungsi ini harus dihadapkan pada kenyataan bahwa tidak semua negara mau menerima mereka yang telah berhari-hari terombang-ambing di laut.

Keputusan Biden untuk mengirimkan penduduk Afghanistan ke Qatar adalah contoh bagaimana Amerika Serikat dan negara-negara lain punya standar tertentu dalam menerima pencari suaka.

Kendati setiap tahun negara-negara resettlement (pemberi suaka) punya kuota untuk menerima suaka, namun mereka tetap menutup rapat perbatasan mereka, tidak peduli bagaimana krisis pengungsi yang terjadi di negara-negara dunia ketiga.

Karena nyatanya, sebagian besar negara dengan jumlah pengungsi terbanyak justru merupakan negara berkembang. UNHCR mencatat, negara yang mempunyai pengungsi terbanyak adalah Turki (3,7 juta pengungsi), Kolombia (1,7 juta pengungsi), Pakistan (1,4 juta pengungsi), Uganda (1,4 pengungsi), dan Jerman (1,2 pengungsi).

Keniscayaan Menerima Pengungsi

Dari 145 negara yang ambil bagian dari Konvensi Internasional Pengungsi 1951, Indonesia tidak menjadi salah satunya.

Satu-satunya regulasi dalam negeri menyangkut pengungsi adalah Peraturan Presiden No 125/2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.

Dalam perpres tersebut, kontribusi Indonesia tetap hanya menjadi negara transit bagi para pengungsi, tidak lebih.

Implikasinya, ruang gerak pengungsi yang berada di Indonesia sangatlah terbatas. Data UNHCR pada pengujung 2020, terdapat sekitar 13 ribu pengungsi yang transit di Indonesia. Dengan negara asal terbanyak dari Afghanistan (56 persen), Somalia (10 persen), dan Myanmar (5 persen).

Kendati hanya "transit", kenyataannya bisa bertahun-tahun. Waktu yang mereka habiskan untuk transit di Indonesia rata-rata berkisar antara dua hingga lima tahun, meskipun dalam beberapa kasus lebih lama (Tanu et al: 2017).

Dengan durasi beberapa tahun seperti itu, akan memprihatinkan bila pengungsi tidak mendapatkan hak dasar seperti pendidikan dan pekerjaan.

Menyoal pekerjaan memang terkesan kontroversial, bagaimana kesan yang timbul engan memberikan pekerjaan pada pencari suaka berarti merebut lapangan pekerjaan orang lokal (Indonesia).

Padahal, dengan tidak bekerja dan menggantungkan akomodasi pada pemerintah malah membuat pengungsi menjadi beban negara, di mana pemerintah harus mengeluarkan anggaran darurat seperti akomodasi untuk pengungsi tersebut.

Bila Taliban benar-benar mengambil alih pemerintahan Afghanistan, bisa jadi gelombang pencari suaka dari negara tersebut akan terus berdatangan. Artinya, sudah waktunya pemerintah kita memberi kesempatan pengungsi untuk bisa produktif.

Mengingat data UNHCR yang memperlihatkan lebih dari 50 persen pengungsi di Indonesia berasal dari Afghanistan, maka menjadi mungkin ke depannya jumlah tersebut terus bertambah.

Yang kita butuhkan adalah bagaimana mempersiapkan kebijakan yang lebih siap untuk mengatur pengungsi, dan masyarakat yang siap berbaur dengan mereka.

Tuntutan untuk menyesuaikan zaman selalu menjadi keniscayaan. Langkah pemerintah baru-baru ini untuk membantu dan memberikan penampungan kepada pengungsi adalah sebuah langkah awal yang positif dan patut diapresiasi.

Namun masih perlu diikuti dengan kebijakan-kebijakan lain yang spesifik untuk menghindari kekacauan yang tidak diantisipasi.

Baik pengungsi maupun pencari suaka, keduanya punya hak untuk berada dan menerima perlindungan di Indonesia, karena mencari suaka adalah hak asasi yang diakui secara internasional.

https://www.kompas.com/global/read/2021/10/29/103615270/keniscayaan-indonesia-dalam-menerima-pengungsi

Terkini Lainnya

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok Sebagai Pecundang...

Saat Dokter Jantung Ladeni Warganet yang Sebut Non-Perokok Sebagai Pecundang...

Global
Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Agungkan Budaya Gila Kerja, Petinggi Mesin Pencari Terbesar China Malah Blunder

Global
Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Karyawan Ini Nekat Terbang Sebentar ke Italia Demi Makan Pizza, Padahal Besok Kerja

Global
Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Warga Israel Bakar Kompleks Gedung UNRWA di Yerusalem Timur

Global
100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

100.000 Orang Terpaksa Tinggalkan Rafah Gaza di Bawah Ancaman Serangan Darat Israel

Global
Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Jeda Pengiriman Senjata AS Tak Berdampak, Israel Terus Gempur Rafah

Global
Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Kontestan Israel Lolos ke Final Kontes Lagu Eurovision, Tuai Kecaman

Global
Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Selama 2024, Heatstroke di Thailand Sebabkan 61 Kematian

Global
Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Mesir Ungkap Kunci Hamas dan Israel jika Ingin Capai Kesepakatan Gencatan Senjata Gaza

Global
Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Perundingan Gencatan Senjata Gaza di Kairo Berakhir Tanpa Kesepakatan

Global
PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

PRT di Thailand Ini Ternyata Belum Pasti Akan Terima Warisan Rp 43,5 Miliar dari Majikan yang Bunuh Diri, Kok Bisa?

Global
Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Rangkuman Hari Ke-806 Serangan Rusia ke Ukraina: Presiden Pecat Pengawalnya | Serangan Drone Terjauh Ukraina

Global
Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Meski Diprotes di Kontes Lagu Eurovision, Kontestan Israel Maju ke Final

Global
Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Tasbih Antikuman Diproduksi untuk Musim Haji 2024, Bagaimana Cara Kerjanya?

Global
Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Kata Netanyahu Usai Biden Ancam Setop Pasok Senjata ke Israel

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke