Kementerian pendidikan yang dibentuk milisi menyatakan, sekolah akan digulirkan lagi mulai Sabtu (18/9/20210, setelah berbulan-bulan ditutup.
"Seluruh murid dan guru laki-laki diharuskan kembali datang ke tempat mereka belajar," ujar kementerian.
Tetapi seperti diberitakan The Sun, aturan itu sama sekali tidak menyebutkan mengenai murid putri SMP ataupun guru perempuan.
Aryan Aroon, aktivis yang mengungsi sebelum Taliban berkuasa kepada Washington Post menyayangkan aturan tersebut.
"Melarang gadis bersekolah sama saja mengubur mereka hidup-hidup. Ini baru permulaan. Jangan biarkan mimpi buruk ini terus berlanjut," keluhnya.
Sejak kembali menguasai Afghanistan pada 15 Agustus 2021, Taliban mengeklaim mereka tidak akan sebrutal pemerintahan sebelumnya di 1990-an.
Otoritas edukasi milisi menerangkan, kali ini perempuan diiznkan untuk memperoleh pendidikan hingga tingkat universitas.
Hanya, milisi mewajibkan mahasiswa dan mahasiswi harus duduk terpisah, dengan mahasiswa wajib mengenakan niqab.
Mahasiswi itu harus diajar sesama dosen wanita atau pengajar pria yang mempunyai "karakter dan moral yang baik".
Sesi kuliah mereka dijadwalkan lima menit lebih awal dibanding mahasiswa, untuk mencegah mereka bergaul di luar kampus.
Kabar itu jelas memantik protes dari para perempuan yang memutuskan berunjuk rasa, menuntut komitmen milisi terkait segregasi gender.
Kabar lainnya, Taliban dilaporkan menutup kementerian untuk perempuan dan menggantinya dengan kementerian kebajikan dan kebaikan.
Diwartakan Reuters, "polisi moral" milisi akan menegakan aturan berpakaian, dan pada periode pertama melakukan eksekusi publik.
Tetapi, berbagai kabar mengenai kebijakan yang dianggap tidak mendukung wanita membuat komitmen Taliban dipertanyakan.
Misalnya adalah perempuan diwajibkan menunggu "di ruang tunggu" sebuah gedung sampai lelaki keluar, atau penyiar wanita yang diganti.
https://www.kompas.com/global/read/2021/09/18/094422970/taliban-larang-murid-putri-smp-untuk-kembali-ke-sekolah