TOKYO, KOMPAS.com – Seorang sprinter Amerika Serikat (AS), Gabby Thomas, berhasil menyabet medali perunggu di nomor 200 meter putri Olimpiade Tokyo 2020.
Medali emas digondol oleh Elaine Thompson-Herah dari Jamaika sedangkan juara dua diraih oleh Christine Mboma dari Namibia.
Kendati demikian, prestasi yang diukir Thomas sarat keistimewaan. Dia finis dalam dalam waktu 21,87 detik sebagaimana dilansir TIME.
Selain itu, Thomas merupakan lulusan Universitas Harvard pertama yang berhasil menyabet medali dalam kurun waktu hampir seabad.
Menjadi peraih medali Olimpiade hanyalah salah satu dari banyak prestasi mengesankan bagi Thomas. Sebagai seorang atlet, Thomas juga merupakan mahasiswa yang tekun.
Saat ini, dia mengejar gelar master dalam bidang epidemiologi dan manajemen perawatan kesehatan di University of Texas.
Ketika peran sebagai mahasiwa dan atlet membuat banyak orang kewalahan, Thomas berhasil menyeimbangkan apa yang dia lakoni.
“Berada di universitas benar-benar membuat saya menghargai apa yang saya lakukan di lintasan,” kata Thomas.
Berlari sekaligus belajar di Harvard
Thomas lahir di Atlanta dan memiliki saudara kembar. Dia mulai berlari atas desakan ibunya, Jennifer Randall.
Awalnya, Thomas tidak mulai serius berlari sampai menginjak tahun pertamanya di SMA Williston Northampton School di Massachusetts.
Di SMA tersebut, Thomas mulai menampakkan keseriusannya dan berprestasi hingga melanjutkan studi di Universitas Harvard.
Di Harvard, dia dinobatkan sebagai Penampil Trek Paling Luar Biasa di Ivy League pada 2017 dan 2018 serta memenangi lari 200 meter NCAA 2018.
Di luar lintasan, Thomas adalah mahasiswa yang berdedikasi dan gigih. Dia mengambil jurusan neurobiologi di Universitas Harvard.
Thomas juga mengatakan minatnya pada neurobiologi bersifat pribadi. Saudara kembarnya mengidap Attention Deficiency and Hyperacctivity Disorder (ADHD) dan adik laki-lakinya mengidap autisme.
“Kedua saudara laki-laki saya menarik saya ke neurobiologi,” kata Thomas kepada The Undefeated.
Berlatih untuk Olimpiade
Setelah lulus dari Universitas Harvard pada 2019, Thomas pergi ke Texas untuk bergabung dengan Buford-Bailey Track Club yang berbasis di Austin.
Klub ini didirikan oleh peraih medali perunggu Olimpiade 1996 Tonja Buford-Bailey. Di Texas juga, dia mengambil program master dalam epidemiologi di University of Texas.
Menurut situs web Olimpiade, klub tersebut adalah satu-satunya kelompok pelatihan bagi wanita kulit hitam, yang dipimpin oleh pelatih wanita kulit hitam, di AS.
Itu adalah lingkungan yang sempurna bagi Thomas untuk tumbuh sebagai sprinter.
"Saya tahu bahwa jika saya ingin berlatih untuk Olimpiade, saya harus berada di lingkungan yang kondusif untuk jenis pelatihan serius yang saya butuhkan," tutur Thomas kepada NBC's On Her Turf pada Februari.
Pada Mei, Thomas mengetahui bahwa dia memiliki tumor di hatinya. Namun hal tersebut tidak membuatnya patah semangat.
"Saya ingat memberi tahu Tuhan, jika saya sehat, saya akan keluar dan memenangi cobaan," kata Thomas di My New Favorite Olympian.
Tumor itu ternyata jinak dan Thomas melakukan persis seperti yang dia janjikan, yakni mmembanggakan tim Olimpiade dengan gaya yang mengesankan.
https://www.kompas.com/global/read/2021/08/05/082328970/kisah-gabby-thomas-lulusan-harvard-dan-calon-epidemolog-yang-sabet-medali