Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Biografi Tokoh Dunia: Profil: Ayatollah Ali Khamenei, Pemimpin Tertinggi Iran yang Lebih Berkuasa dari Presiden

KOMPAS.com - Ayatollah Ali Khamenei adalah Pemimpin Tertinggi Iran saat ini, yang menjabat sejak 1989. Di Iran, ucapan Ali Khamenei adalah mutlak.

Dia pernah dinobatkan sebagai orang ke-21 dalam daftar “Orang Paling Berpengaruh di Dunia” oleh Forbes, karena dianggap sebagai otoritas politik paling kuat di Iran, bahkan lebih kuat daripada Presiden negaranya.

Sebelum menjadi Pemimpin Tertinggi Iran dia pernah menjabat sebagai Presiden Iran selama beberapa tahun. Dia memainkan peran kunci dalam Revolusi Iran 1979, ketika dinasti Pahlavi di bawah Mohammad Reza Shah Pahlavi digulingkan.

Setelah Grand Ayatollah Ruhollah Khomeini mendirikan Partai Republik Islam. Ali Khamenei mencapai kekuatan politik yang cukup besar sebagai orang kepercayaannya.

Dia mengambil alih jabatan presiden pada 1981, setelah pembunuhan Mohammad-Ali Rajai dan menjadi ulama pertama yang menjabat di posisi tersebut.

"Saya memiliki jiwa yang miskin, tubuh yang tidak lengkap, dan sedikit martabat yang telah Anda berikan kepada saya - saya akan mengorbankan semuanya untuk Revolusi dan untuk Islam," kata Ayatollah Ali Khamenei pada 2009.

Ulama sejak muda

Ali Khamenei Khamenei lahir pada 17 Juli 1939 sebagai anak kedua dari delapan bersaudara dari pasangan Seyyed Javad Khamenei dan Khadijeh Mirdamadi di Mashhad, kota paling suci Iran.

Dia mengikuti jejak ayahnya menjadi seorang ulama, meski itu bukan pilihan yang mudah. Iran saat itu berada di bawah pemerintahan Shah Mohammad Reza Pahlavi. Raja sekuler yang memandang agama sebagai sesuatu yang kuno dan mencurigakan.

"Khamenei menjadi ulama ketika dia masih sangat muda, pada usia 11 tahun," menurut kata Mehdi Khalaji, yang menulis biografi Ayatullah melansir BBC.

Status itu membuatnya menjalani masa pertumbuhan yang tidak mudah. Banyak anak sepantarannya mengejek seragam ulamanya yang sering membuatnya kesulitan untuk bermain dengan anak-anak lain di jalanan.

Menurut salah satu anggota keluarga terdekatnya, Khamenei adalah pria pendiam yang menyukai puisi. Meski begitu, dia juga sangat baik dan mudah bergaul.

Di tahun-tahun awalnya, Ali Khamenei juga suka merokok dan bahkan menghisap cerutu, kebiasaan yang sangat tidak biasa bagi seorang pria religius.

Khamenei kemudian menjadi pendukung dari musuh utama Raja Shah, ulama yang diasingkan Ayatollah Ruhollah Khomeini. Ayatollah ingin membawa ajaran Islam ke Iran.

Ali Khamenei yang pada akhirnya mencoba menyebarkan pesan ayatullah di Iran. Alhasil, polisi Raja Shah menangkapnya enam kali.

Dalam tahanan, ulama Ali Khamenei berbagi sel penjara dengan Houshang Asadi, seorang komunis muda. Ulama dan komunis saat itu bergaul dengan cukup baik. Salah satunya karena selama 1970-an, kelompok-kelompok Marxis juga berusaha menyingkirkan Shah.

Teman-teman satu selnya, mengenal Khamenei sebagai ulama yang sangat baik, dan memiliki selera humor bahkan untuk hal terkecil sekalipun. Tapi, ketika itu tidak ada yang pernah menyangka bahwa Khamenei akhirnya akan menjadi pemimpin tertinggi Iran.

Serangan bom yang melumpuhkan

Baru pada 1979, kondisi berubah setelah Raja Shah jatuh. Ayatollah Khomeini pulang dari Paris, dan mendirikan Partai Republik Islam.

Ulama yang ketika itu berusia 40 tahun semenjak itu menjadi anggota dalam lingkaran penguasa baru. Dia sempat menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan dan sebagai pengawas Pengawal Revolusi Islam pada 1980.

Pada Juni 1981, sebuah kelompok oposisi bersenjata, Organisasi Mujahidin Khalq, mencoba membunuhnya dengan bom yang disembunyikan di dalam tape recorder ketika dia sedang menyampaikan pidato.

Khamenei mengalami luka parah dalam serangan ini dan meskipun dia selamat, dia kehilangan fungsi lengan kanannya.

Tak lama setelah itu, Presiden Mohammad Rajai dibunuh. Khamenei pun terpilih sebagai Presiden Iran dengan suara telak dalam pemilihan presiden Iran pada Oktober 1981. Dia menjadi ulama pertama yang menjabat sebagai Presiden di negara itu. .

Periode 1980-an adalah masa yang penuh gejolak di Iran. Khamenei membantu membimbing bangsanya selama Perang Irak-Iran, dan menjalin hubungan dengan Pengawal Revolusi.

Ia terpilih kembali sebagai presiden pada 1985, ketika masih dalam pemulihan. Saat menjabat sebagai presiden, ia juga menjadi ketua Dewan Pertahanan Tertinggi dan Dewan Revolusi Kebudayaan Tertinggi.

Kemudian pada Juni 1989 Pemimpin Tertinggi Iran saat itu, Ayatollah Khomeini, meninggal. Para ulama bertemu untuk memilih pemimpin baru. Ali Khamenei yang saat itu berusia t49 tahun, muncul sebagai kandidat konsensus yang tidak ofensif.

Adapun sebagai Pemimpin Tertinggi Iran, Khamenei ternyata memiliki kekuasaan yang lebih besar dari Presiden Iran. Presiden Iran sendiri meski dipilih secara demokratis, bahkan harus mendapat persetujuannya untuk mengambil jabatan itu.

Politik dalam dan luar negeri

Program nuklir Iran telah menjadi bahan perdebatan internasional selama beberapa dekade. Tapi selama masa jabatan Khamenei, dia lalu menyalakan kembali kontroversi dengan mengeluarkan fatwa yang mengatakan produksi, penimbunan dan penggunaan senjata nuklir dilarang di bawah Islam.

Meskipun seorang Muslim konservatif, Khamenei mendukung penelitian sel induk dan kloning terapeutik, karena ia selalu mendukung kemajuan ilmiah di Iran.

Menurutnya, negara harus melakukan lebih banyak investasi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi dan memberikan status yang lebih tinggi kepada para sarjana.

Karena dia memegang posisi yang membawa lebih banyak kekuatan daripada presiden, hubungannya dengan presiden Iran selalu menjadi berita utama. Dia memiliki hubungan kerja yang damai dengan Presiden Hashemi Rafsanjani pada awal 1990-an.

Tetapi ketika Presiden Mohammad Khatami menjabat pada 1997, kedua orang itu tidak menikmati hubungan yang mulus karena ideologi mereka sering bertentangan. Khatami menyerukan reformasi politik dan sosial dan negara Islam yang lebih demokratis, sementara Khamenei lebih konservatif dalam pandangannya.

Meskipun ia telah menyebut hak asasi manusia sebagai prinsip dasar dalam ajaran Islam, ia sering dikritik oleh media barat atas keadaan hak asasi manusia yang menyedihkan di Iran.

Khamenei berkeyakinan bahwa homoseksualitas itu salah dan meyakini perlunya hijab wajib bagi perempuan.

Dia juga telah mengundang kemarahan besar media karena membatasi kebebasan pers. Pemerintah Iran di bawahnya juga mendapatkan kritik luas atas perilaku rasis dan anti-simetik terhadap Negara Israel.

Khamenei menjadi sangat terkenal karena menyebut Israel sebagai "anjing gila" dan "tumor kanker". Dia mendukung pemberontakan Mesir melawan pemerintah Israel, dan menggambarkannya sebagai kebangkitan Islam.

Pemimpin tertinggi Iran terakhir?

Tetapi Ayatollah mempertahankan kesetiaan Pengawal Revolusi Iran dan kekuatan yang membuatnya tetap berkuasa.

Ali Khamenei kini telah memerintah Iran tiga kali lebih lama dari Ayatollah Khomeini pemimpin tertinggi Iran sebelumnya. Diskusi yang berkembang saat ini adalah terkait akankah penduduk Iran yang muda dan modern bersedia diperintah oleh seorang pemimpin tertinggi yang mengaku sebagai wakil Tuhan di Bumi.

Kepada BBC, Karim Sadjadpour dari Tink Tank Carnegie Endowment di Washington DC meyakini Ayatollah Khamenei akan menjadi pemimpin tertinggi terakhir Iran. Namun ayatollah akan berjuang untuk mewariskan sistem yang diwarisinya.

Jika ada konflik di dalam dirinya, itu tersembunyi dengan baik. Jika dia memiliki keraguan, Ali Khamenei tidak akan membagikannya.

Dia telah menjadi ulama selama 70 tahun, dan penjaga revolusi agama Iran selama lebih dari 30 tahun. Pada akhirnya, hanya kepada Tuhan saja pemimpin tertinggi Iran itu merasa harus menjawab.

https://www.kompas.com/global/read/2021/08/03/063000270/biografi-tokoh-dunia--profil--ayatollah-ali-khamenei-pemimpin-tertinggi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke