Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ali Akbar Mohtashamipour, Pendiri Hezbollah dan Sosoknya di Mata Petinggi Iran

Mohtashamipour meninggal di sebuah rumah sakit di Teheran utara setelah tertular virus corona, menurut laporan kantor berita IRNA yang dikelola pemerintah Iran.

Melansir Al Jazeera, Mohtashamipour adalah seorang cendekiawan Muslim Syiah yang membantu pembentukan kelompok bersenjata Lebanon Hezbollah.

Sebagai sekutu dekat mendiang Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ruhollah Khomeini, Mohtashamipour membentuk aliansi dengan kelompok-kelompok bersenjata di Timur Tengah pada 1970-an.

Setelah revolusi Islam, dia membantu mendirikan Iran’s Revolutionary Guard Corps (IRGC) atau Pasukan Garda Revolusi Iran.

Ketika menjabat sebagai duta besar Iran untuk Suriah, Mohtashamipour membawa pasukan ke wilayah tersebut untuk membantu membentuk Hezbollah.

Keterlibatan di Hezbollah

Lahir di Teheran pada 1947, Mohtashamipour bertemu Khomeini ketika cendekiawan Muslim itu berada di pengasingan di Najaf, setelah diusir dari Iran oleh Shah Mohammad Reza Pahlavi.

Ulama yang kerap mengenakan sorban hitam ini, mengidentifikasi dirinya dalam tradisi Syiah sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad.

Pada 1970-an, dia melintasi Timur Tengah berbicara kepada kelompok-kelompok bersenjata, membantu membentuk aliansi antara Republik Islam Iran masa depan, dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) saat memerangi Israel.

Setelah ditangkap oleh Irak, Mohtashamipour menemukan jalannya ke kediaman Khomeini di pengasingan di luar Paris. Mereka kembali, ke Iran di tengah Revolusi Islam 1979.

Pada 1982, Khomeini mengerahkan Mohtashamipour ke Suriah, yang saat itu berada di bawah pemerintahan orang kuat Hafez al-Assad.

Meski berpura-pura sebagai diplomat, Mohtashamipour mengawasi jutaan dollar yang mengalir untuk mendanai operasi IRGC di wilayah tersebut.

Lebanon, yang saat itu didominasi oleh Suriah, yang mengerahkan puluhan ribu tentara di sana, diserang oleh Israel pada 1982 ketika Israel mengejar PLO di wilayahnya.

Dukungan Iran mengalir ke komunitas Syiah yang diduduki oleh Israel, dukungan ini membantu menciptakan kelompok baru yang disebut Hezbollah.

AS menyalahkan Hezbollah atas pengeboman kedutaan AS di Beirut (1983), yang menewaskan 63 orang. Selain itu juga pengeboman barak Marinir AS di ibu kota Lebanon, yang menewaskan 241 tentara AS. Serta serangan lain, yang menewaskan 58 pasukan terjun payung Perancis.

Hezbollah dan Iran membantah terlibat.

“Pengadilan menemukan bahwa tidak diragukan lagi Hezbollah dan agen-agennya menerima dukungan material dan teknis besar-besaran dari pemerintah Iran,” tulis Hakim Distrik AS Royce Lamberth pada 2003.

Pendapat Lamberth, mengutip seorang pejabat intelijen Angkatan Laut AS, yang secara langsung menyebut Mohtashamipour diperintahkan oleh Teheran untuk menjangkau Hizbullah.

Menurutnya, Mohtashamipour ditugaskan untuk “menghasut serangan terhadap koalisi multinasional di Lebanon, dan untuk mengambil tindakan spektakuler terhadap Marinir AS.”

Jebakan bom buku

Sebuah obituari IRNA dari Mohtashamipour hanya mendeskripsikannya sebagai "salah satu pendiri Hezbollah di Lebanon" dan menyalahkan Israel atas pemboman yang melukainya.

IRNA tidak membahas tuduhan AS atas keterlibatannya dalam pemboman bunuh diri yang menargetkan orang AS.

Pada saat upaya pembunuhan terhadapnya, badan intelijen Israel Mossad telah menerima persetujuan dari Perdana Menteri Israel saat itu Yitzhak Shamir, untuk mengejar Mohtashamipour.

Mereka memilih untuk mengirim bom yang disembunyikan di dalam sebuah buku.

Jurnalis Ronen Bergman dalam buku “Rise and Kill First” tentang pembunuhan Israel, menggambarkan bom itu ditempatkan pada “buku bervolume besar, berbahasa Inggris, berisi tentang tempat-tempat suci Syiah di Iran dan Irak.”

Jebakan itu diberikan kepada Mohtashamipour pada Hari Valentine 1984. Bom meledak ketika Mohtashamipour membuka buku itu, merobek tangan kanannya dan dua jari di tangan kirinya.

Tapi dia selamat, kemudian menjadi Menteri Dalam Negeri Iran dan menjabat sebagai pembuat kebijakan militan di parlemen, sebelum bergabung dengan reformis pada 2009.

Pandangan Petinggi Iran

Di tahun-tahun terakhirnya Mohtashamipour perlahan-lahan bergabung dengan gerakan reformis di Iran. Tujuannya, untuk mengubah teokrasi Republik Islam dari dalam.

Dia mendukung pemimpin oposisi Mir Hossein Mousavi dan Mahdi Karroubi dalam protes Gerakan Hijau Iran, setelah pemilihan kembali presiden Mahmoud Ahmadinejad pada 2009 yang disengketakan.

“Jika seluruh orang menjadi sadar, menghindari tindakan kekerasan dan melanjutkan konfrontasi sipil mereka, dengan itu mereka akan menang,” kata Mohtashamipour pada saat itu, meskipun Ahmadinejad pada akhirnya akan tetap menjabat.

Saat itu, Mohtashamipour menambahkan "Tidak ada kekuatan yang bisa melawan keinginan orang."

Dia telah tinggal di kota suci Syiah Najaf, Irak, selama 10 tahun terakhir setelah sengketa pemilihan Iran.

Kepala peradilan garis keras Iran Ebrahim Raisi, yang sekarang dianggap sebagai kandidat utama dalam pemilihan presiden Iran pertengahan Juni 2021 mendatang, menyampaikan belasungkawa kepada keluarga Mohtashamipour.

“Almarhum adalah salah satu pejuang suci dalam perjalanan menuju pembebasan Yerusalem dan salah satu pelopor dalam perang melawan perebutan wilayah oleh rezim Zionis,” kata Raisi, menurut IRNA.

Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei dan Presiden Iran Hassan Rouhani menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya Mohtashamipour.

Khamenei mengatakan Mohtashamipour melakukan berbagai "pekerjaan revolusioner," yang akhirnya membuat dia cederanya dalam "tindakan teroris". Dia merujuk pada bom buku yang diduga ditanam oleh Israel yang membuat Mohtashamipour kehilangan tangan kanannya.

Rouhani menyebutnya sebagai sekutu penting mendiang pemimpin tertinggi, Ayatollah Khomeini. Mohtashamipour juga disebut mendedikasikan hidupnya untuk “mencapai tujuan tinggi revolusi dan pendirian Islam” di dalam dan di luar Iran.

https://www.kompas.com/global/read/2021/06/08/180442270/ali-akbar-mohtashamipour-pendiri-hezbollah-dan-sosoknya-di-mata-petinggi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke