Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Polarisasi Memorakporandakan Demokrasi Amerika

“Perpecahan sosial yang mendalam dan ketegangan politik yang akut — polarisasi, suatu istilah yang kini lebih populer — melemahkan kemampuan publik untuk mengekang kecenderungan illiberal politisi terpilih.” - Milan Svolik (2019)

DUNIA dikagetkan dengan serbuan ratusan pendukung Donald Trump ke Gedung Capitol Hill, Amerika Serikat pada 6 Januari 2021. Bermula dari pidato Trump di depan Gedung Putih dalam acara Save America March, ia kembali mengatakan hal yang telah berulang kali dikatakan sebelumnya bahwa pemilihan presiden AS telah dicurangi.

Trump menekankan agar pendukungnya bergerak untuk “stop pencurian” (stop the steal). Trump merujuk pada sidang pembahasan Kongres yang tengah dilakukan di Gedung Capitol, Washington DC. Maka bergeraklah massa pendukung itu berbondong-bondong, melakukan pawai untuk menyelamatkan Amerika.

Yang terjadi kemudian bukanlah pawai untuk menyelamatkan Amerika, melainkan sebuah bencana.

Setelah pendukung Trump menyerang dengan potongan besi, peralatan kimia dan serbuan terarah kepada aparat keamanan, aparat membalas menggunakan senjata untuk menghentikan serbuan massa.

Empat orang tewas dan setidaknya lusinan orang ditangkap oleh aparat keamanan. Salah satu yang tewas tertembak adalah Ashli Babbitt, veteran tentara AS yang pernah berperang di Irak dan Afghanistan.

Perempuan ini tertembak setelah berupaya memanjat untuk menerobos blokade pintu yang menghalanginya masuk. Ashli Babbitt adalah gambaran dari pendukung setia Trump yang rela untuk mati demi orang yang ia dukung. Yang demikian ini, jumlahnya ternyata cukup banyak dan militan.

Namun Kongres tetap memutuskan Joe Biden menang secara sah dan ia menjadi presiden terpilih menggantikan Donald Trump. Aparat yang terdiri dari polisi, Garda Nasional dan tentara dikerahkan menguasai situasi.

Walikota Washington DC kemudian menerapkan status darurat dan jam malam setidaknya selama 15 hari. Usai peristiwa tersebut, mantan presiden AS Barrack Obama menyebut serbuan ke Gedung Capitol sebagai “peristiwa aib besar dan memalukan”.

Wakil presiden AS Mike Pence mengatakan kepada para pendukung Trump bahwa mereka tidak menang, “Kekerasan tidak menang. Kebebasanlah yang menang!”

Kemudian Presiden terpilih AS Joe Biden menyatakan para pelaku bukanlah pemrotes, tetapi teroris domestik. Yang kita dengar kemudian adalah seruan agar Trump dilengserkan dan desakan agar Wapres Mike Pence menggunakan amanden ke-25 Konstitusi AS atau Senat akan mengeluarkan pemakzulan.

Sejumlah platform teknologi, mulai dari Twitter, Facebook, Instagram, Twitch akhirnya memutuskan membekukan akun Donald Trump. Ini pertama kalinya seorang presiden dibekukan akun media sosialnya.

Reaksi Indonesia

Di Indonesia, serbuan ke Gedung Capitol dibandingkan oleh warganet dengan Aksi 98 dan serbuan Front Pembela Islam. Saya kurang sependapat dengan perbandingan tersebut.

Mereka yang datang ke Gedung Capitol adalah yang telah terpapar polarisasi sejak Pilpres AS tahun 2016. Mereka bukan kelompok pro demokrasi yang memotori Aksi 98 dan jelas bukan serbuan kelompok untuk melakukan kekerasan berbasis agama.

Salah satu pelaku yang teridentifikasi dalam aksi teroris domestik di Amerika adalah kelompok QAnon yang dikenal luas mengonsumsi teori konspirasi, disinformasi, dan anggota setia tribalisme politik yang dilakukan oleh Donald Trump dan partai Republik.

Keterlibatan kelompok QAnon, sebuah gerakan ultra kanan yang percaya bahwa Trump diutus untuk mengalahkan, terekam dalam foto-foto yang marak di media sosial. Salah satu pentolan QAnon Jake Angeli terlihat mengenakan pakaian bergaya saman dengan bertelanjang dada, baju berbulu dan topi bertanduk.

Ia berfoto bersama Will Watson, anggota Neo Nazi di selasar Gedung Capitol, dan sejumlah pendukung Trump lain. Penyelidikan dari The Sparrow Project memerlihatkan koordinasi kelompok QAnon ini menyerbu Gedung Capitol dalam percakapan di Twitter.

Selama ini media sosial bertindak laksana megafon bagi Donald Trump. Sejak 2015 ia memanfaatkan media sosial untuk mempertajam perpecahan sosial yang mendalam dengan polarisasi dukungan.

Donald Trump adalah kepala suku dari tribal politiknya sendiri. Dengan polarisasi, ia mendulang dukungan politik yang memantapkan dirinya untuk memerintahkan anggota sukunya untuk menyerbu Gedung Capitol.

Bahaya polarisasi pada demokrasi

Bahaya polarisasi pada demokrasi telah ditulis oleh Milan Svolik dalam Journal of Democracy, Volume 30, Number 3, July 2019.

Ia mengingatkan, di daerah pemilihan yang terpolarisasi tajam, bahkan pemilih yang menghargai demokrasi akan rela mengorbankan persaingan demokrasi yang sehat demi kepentingan memilih politisi yang memperjuangkan kepentingan mereka.

Secara lugas, ia mengingatkan agar hati-hati dengan polarisasi karena ia dapat merusak demokrasi. Karena bila dibiarkan, maka kejadian seperti di Gedung Capitol hari ini dapat terjadi ketika para pendukung berubah menjadi teroris untuk memaksakan Donald Trump sebagai presiden yang terpilih.

Oleh karena itu, pada 20 Januari 2021 mendatang, tugas pertama Joe Biden sebagai pemimpin Amerika yang baru menurut saya adalah mengatasi polarisasi. Dengan mengatasi polarisasi, ia bisa menyelamatkan demokrasi Amerika dari ancaman kegagalan.

Solusinya adalah dengan melakukan rekonsiliasi di tingkat akar rumput agar perpecahan sosial itu tidak memburuk dan berlarut-larut. Kejadian di Amerika ini sebaiknya juga menjadi pengingat bagi banyak negara yang terlanjur terpolarisasi untuk segera mengatasi bahaya ini, termasuk Indonesia. (*Damar Juniarto adalah Direktur Eksekutif SAFEnet dan Alumni IVLP 2018 Cyber Policy and Freedom of Expression)

https://www.kompas.com/global/read/2021/01/11/221228970/polarisasi-memorakporandakan-demokrasi-amerika

Terkini Lainnya

Sebelum Ebrahim Raisi, Ini Deretan Pemimpin Lain yang Tewas dalam Drama Penerbangan

Sebelum Ebrahim Raisi, Ini Deretan Pemimpin Lain yang Tewas dalam Drama Penerbangan

Global
Joe Biden Kecam ICC karena Berupaya Menangkap PM Israel

Joe Biden Kecam ICC karena Berupaya Menangkap PM Israel

Global
[POPULER GLOBAL] Presiden Iran Meninggal Kecelakaan | Kronologi Penemuan Helikopter Raisi

[POPULER GLOBAL] Presiden Iran Meninggal Kecelakaan | Kronologi Penemuan Helikopter Raisi

Global
China: Dinamika Politik Taiwan Tak Akan Ubah Kebijakan 'Satu China'

China: Dinamika Politik Taiwan Tak Akan Ubah Kebijakan "Satu China"

Global
Sejarah Orang Jawa di Kaledonia Baru, Negara yang Sedang Dilanda Kerusuhan

Sejarah Orang Jawa di Kaledonia Baru, Negara yang Sedang Dilanda Kerusuhan

Global
Ketika 706 Orang Bernama Kyle Berkumpul, tapi Gagal Pecahkan Rekor...

Ketika 706 Orang Bernama Kyle Berkumpul, tapi Gagal Pecahkan Rekor...

Global
Meski Alami Luka Bakar, Jenazah Presiden Iran Dapat Dikenali dan Tak Perlu Tes DNA

Meski Alami Luka Bakar, Jenazah Presiden Iran Dapat Dikenali dan Tak Perlu Tes DNA

Global
ICC Ancang-ancang Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Israel dan Pemimpin Hamas

ICC Ancang-ancang Keluarkan Surat Perintah Penangkapan PM Israel dan Pemimpin Hamas

Global
Ukraina Jatuhkan 29 Drone Rusia dalam Semalam, Targetkan Barat, Tengah, dan Selatan

Ukraina Jatuhkan 29 Drone Rusia dalam Semalam, Targetkan Barat, Tengah, dan Selatan

Global
Hari Ini, Kondisi PM Slovakia Stabil dan Membaik

Hari Ini, Kondisi PM Slovakia Stabil dan Membaik

Global
Jasad Presiden Iran Ebrahim Raisi Ditemukan dan Dibawa ke Tabriz, Operasi Pencarian Diakhiri

Jasad Presiden Iran Ebrahim Raisi Ditemukan dan Dibawa ke Tabriz, Operasi Pencarian Diakhiri

Global
Penikaman di SD China, 2 Orang Tewas, 10 Lainnya Terluka

Penikaman di SD China, 2 Orang Tewas, 10 Lainnya Terluka

Global
Apa Tujuan Asli Putin Menginvasi Ukraina?

Apa Tujuan Asli Putin Menginvasi Ukraina?

Internasional
Hamas: Ebrahim Raisi, Sosok Terhormat Pendukung Palestina

Hamas: Ebrahim Raisi, Sosok Terhormat Pendukung Palestina

Global
ISIS Serang Wisatawan Asing di Afghanistan, Sektor Pariwisata Terguncang

ISIS Serang Wisatawan Asing di Afghanistan, Sektor Pariwisata Terguncang

Global
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke