Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Prediksi Makanan Ramah Lingkungan 2030: Dari Pizza Serangga hingga Bumbu Suara

Para pakar tersebut mengungkap prediksinya dalam Festival Sains Oxfordshire untuk memperingati Hari Pangan Dunia pada Jumat (16/10/2020). Prediksi mereka didasarkan pada bahan-bahan yang tidak membahayakan lingkungan,

"Makanan akan berubah lebih banyak dalam 10 tahun ke depan daripada dalam 10.000 tahun, karena inovasi baru dalam teknologi makanan dan bioteknologi," kata Ryan Bethencourt CEO perusahaan makanan anjing Wild Earth dikutip dari Daily Mail.

Lantas apa saja prediksi para pakar itu tentang makanan manusia pada 2030? Berikut penjelasannya.

1. Daging in vitro

Daging yang dibudidayakan di laboratorium diprediksi akan menjadi makanan populer dalam 10 tahun ke depan.

Profesor Mark Post di Maastricht University Belanda meluncurkan burger laboratorium pertama di dunia dari sel otot sapi pada 2013.

Dia sekarang memelopori cara membuat daging sapi yang "lebih ramah dan lebih bersih" dengan perusahaannya, Mosa Meat, yang menciptakan daging ham pertama di dunia tanpa menyembelih hewan.

Perusahaannya mengekstraksi sel dari otot hewan, seperti sapi untuk diambil dagingnya saat hewan itu dibius.

Sel-sel itu lalu ditempatkan dalam wadah berisi nutrisi dan dibiarkan tumbuh secara alami sampai ada triliunan sel dari sampel kecil.

Sel-sel itu kemudian membentuk sel otot yang secara alami menyatu dan membentu serat otot serta jaringan yang dapat dimakan.

Mosa Meat mendapat suntikan dana 55 juta dollar AS (Rp 812 miliar) bulan lalu untuk meningkatkan produksi daging hasil budidaya.

Pendanaan itu akan membantu memperluas fasilitas produksi percontohan saat ini di kota Maastricht, Belanda, dan mengembangkan jalur produksi berukuran industri.

2. Bumbu suara

Bumbu suara atau sonic seasoning adalah istilah yang relatif baru untuk menjelaskan penggunaan audio dalam meningkatkan rangsangan makan.

Cara ini sangat terkenal digunakan di restoran The Fat Duck milik koki Inggris Heston Blumenthal di Berkshire.

Di Fat Duck pengunjung mendengarkan suara laut melalui iPod sambil menyantap hidangan seafood untuk "meningkatkan indera perasa".

Profesor Charles Spence Kepala Laboratorium Penelitian Crossmodal Oxford University merasa, mungkin akan ada lebih banyak teknologi digital yang bisa ditempatkan di meja ruang makan keluarga, tidak hanya di restoran mewah.

Sementara itu menurut perusahaan perhotelan HGEM, suara frekuensi rendah dapat menambah persepsi pahit pada makanan, dan frekuensi yang lebih tinggi memicu rasa manis.

Lalu efek suara seperti "kriuk" dan desis minuman bersoda yang dituang ke segelas es batu dapat menambah nuansa kesegaran.

Teknologi ini juga dapat mengubah tampilan makanan jadi "lebih berkilau" atau membuat ukurannya terasa lebih banyak dari ukuran sebenarnya untuk keperluan diet.

3. Topping serangga

Tahun lalu Henry Dimbleby salah satu pendiri restoran Leon mengatakan, serangga yang bisa dimakan akan menjadi bagian dari strategi pangan nasional pertama Inggris selama 75 tahun.

Kemudian pada 2018 Sainsbury's menjadi supermarket pertama di "Negeri Ratu Elizabeth" yang menjual serangga, seperti jangkrik renyah rasa daging asap.

Jangkrik, cacing, dan semut termasuk ramah lingkungan ketimbang hewan ternak karena sumber daya yang melimpah, dan merupakan alternatif yang sehat untuk daging.

Serangga-serangga itu disebut-sebut "makanan super" berikutnya karena kaya protein, nutrisi, kalium, magnesium, dan asam lemak tiga kali lebih banyak daripada omega-3 pada salmon.

Lebih dari 1.000 spesies serangga dimakan di seluruh dunia dan penelitian terbaru menunjukkan pasar serangga global yang dapat dimakan akan berkembang pesat.

Profesor Spence merasa serangga adalah makanan yang kayak, tapi menurutnya tidak lebih dari sekadar topping khusus untuk sup dan pizza.

4. Pakan vegan hewan peliharaan

Menurut studi dari UCLA anjing-anjing dan kucing-kucing yang makan daging menghasilkan setara 64 juta ton karbon dioksida setahun, yang memiliki dampak iklim hampir sama dengan satu tahun mengemudikan dari 13,6 juta mobil.

Kucing dan anjing juga berperan pada 25-30 persen dampak lingkungan dari konsumsi daging di AS, demikian penelitian yang dipublikasikan di PLOS One.

Andrew Knight profesor kesejahteraan hewan di Winchester University meyakini pendekatan yang lebih fleksibel tentang cara memberi makan hewan peliharaan dapat mengurangi dampak ke lingkungan.

Sementara itu Mars yang menaungi merek pakan hewan Pedigree dan Whiskas, tahun lalu mengungkapkan mereka sedang mengembangkan makanan hewan bebas daging di tengah meningkatnya kekhawatiran atas dampak lingkungan.

Mereka bereksperimen dengan pengganti protein tinggi dan nabati untuk ayam, daging sapi, dan kelinci.

Namun pemberian makanan vegetarian untuk kucing dan anjing masih menjadi perdebatan di kalangan para ahli.

Pada Juni Dr Sarah Dodd dari University of Guelph Ontario Veterinary College di Kanada mengatakan, pola makan "tidak konvensional" yang terbuat dari bahan tanaman dapat menyebabkan masalah kesehatan.

Tapi Profesor Knight berpendapat, kucing dan anjing yang diberi makan diet alternatif lengkap bergizi setidaknya sama sehatnya dengan diet berbasis daging konvensional.

https://www.kompas.com/global/read/2020/10/17/172236070/prediksi-makanan-ramah-lingkungan-2030-dari-pizza-serangga-hingga-bumbu

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke