Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Mengharukan Penyintas Bom Hiroshima-Nagasaki, Berharap Tak Ada Lagi Senjata Nuklir

TOKYO, KOMPAS.com - Menandai 75 tahun sejak serangan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki, generasi terakhir yang selamat dari pengeboman memastikan agar pesan mereka tetap hidup.

"Hibakusha" (secara harfiah orang yang terkena dampak bom) selama puluhan tahun telah menyerukan penghapusan senjata nuklir.

Diperkirakan ada 136.700 hibakusha yang masih hidup, banyak di antara mereka masih bayi atau belum lahir saat pengemboman sebagaimana diwartakan AFP, Selasa (4/8/2020).

Kementerian Kesehatan Jepang memperkirakan rata-rata umur mereka kini lebih dari 83 tahun.

Terumi Tanaka (88), salah satu korban selamat dalam pengeboman Nagasaki, mengatakan bahwa hibakusha menyerukan tidak mau lagi kejadian itu terulang lagi di mana pun.

"Untuk tujuan ini, kami harus membiarkan orang lain tahu apa yang kita alami, agar mereka dapat mengetahui faktanya," kata Tanaka.

Tanaka berusia 13 tahun ketika bom atom itu meledakkan kotanya. Pengeboman di Nagasaki menewaskan 74.000 orang.

Tiga hari kemudian, bom atom kembali dijatuhkan di Hiroshima yang menewaskan 140.000 orang.

Dia menghabiskan banyak sisa hidupnya untuk berbagi pengalaman, berharap bahwa dengan menjelaskan kengerian senjata nuklir akan meyakinkan orang untuk mendukung pelarangan senjata nuklir.

Dia mengakui bahwa korban selaman pengeboman tersebut semakin menyusut. Dan mereka harus menitipkan estafet pesan kengerian tersebut kepada generasi penerus.

"Kami semua pada akhirnya mati. Kami membuat kelompok bernama No More Hibakusha Project, yang untuk menjaga berbagai catatan sebagai arsip, termasuk apa yang telah kami tulis. Sehingga [generasi berikutnya] dapat menggunakannya,” ujar Tanaka.

Pelarangan Senjata Nuklir

Tanaka khawatir pada saat ini kampanye pelarangan senjata nuklir semakin memudar. Pidato oleh hibakusha seringkali hanya menarik segelintir orang.

"Kami melakukan yang sebisanya. Tetapi jika tidak ada yang datang, itu adalah indikasi kehilangan," ujar Tanaka.


Jiro Hamasumi (74) adalah salah satu penyintas serangan termuda. Ibunya mengandung dirinya ketika bom atom dijatuhkan di Hiroshima.

Serangan itu menewaskan ayahnya beberapa kerabatnya yang lain.

"Tak ada hari berlalu tanpa saya memikirkan ayah saya," kata Hamasumi.

Pengetahuannya tentang serangan itu berasal dari kisah saudara-saudaranya, yang menggambarkan kilatan yang memusingkan dan raungan yang memecahkan telinga.

Ayahnya sedang bekerja ketika bom itu jatuh. Tempatnya bekerja hanya beberapa ratus meter dari pusat ledakan.

Ibu dan saudara-saudara Hamasumi mencoba untuk menuju ke tempat kerja ayahnya sehari kemudian tetapi dipaksa kembali pulang karena hawa panas dan bau daging yang terbakar.

Selang beberapa hari, ketika saudaranya dapat mencapai kantor ayahnya, mereka hanya menemukan "sesuatu yang menyerupai tubuhnya".

Yang bisa mereka ambil hanyalah beberapa benda logam yang selamat dari ledakan seperti gesper sabuk, kunci, dan bagian dari dompetnya.

Lahir pada Februari 1946, Hamasumi lolos dari efek fisik yang dialami banyak anak yang terpapar radiasi.

Tetapi serangan itu telah menentukan hidupnya, dan dia telah menghabiskan beberapa dekade berkampanye melawan senjata nuklir.

"Hibakusha ingin Amerika Serikat meminta maaf kepada kami. Bukti permintaan maafnya adalah penghapusan senjata nuklir, kami tidak mengejar balas dendam," kata Hamasumi.

Memudar dari Memori

Dengan bertambahnya usia para hibakusha, mereka menyerahkan tongkat estafet kepada para aktivis muda.

Banyak dari para aktivis tersebut berasal dari Hiroshima dan Nagasaki.

Mitsuhiro Hayashida (28) adalah cucu seorang hibakusha dari Nagasaki dan mengorganisir acara untuk para penyintas agar berbagi cerita mereka.

Dia juga membantu mengawasi petisi online internasional untuk larangan senjata nuklir. Petisi tersebut kini telah mengumpulkan lebih dari 11 juta tanda tangan.


Namun dia juga khawatir peristiwa pengeboman itu memudar dari ingatan kolektif.

"Hari ini, anak-anak dan cucu dari para penyintas, seperti saya, sedang berkampanye. Namun bobot kata-kata kami mungkin kurang dari setengah dari kesaksian para penyintas," kata Hayashida.

Hayashida mengatakan bahwa mereka benar-benar membutuhkan dukungan dunia untuk menghapuskan senjata nuklir di muka bumi ini sementara para penyintas masih hidup.

Keinginan itu yang menjiwai Keiko Ogura (83) yang benar-benar ingin agar senjata nuklir di seluruh dunia dihapuskan.

"Kami, hibakusha tua, ingin melihat penghapusan nuklir sesegera mungkin. Di akhirat, kami ingin melapor kepada korban meninggal [bahwa nuklir sudah hilang] ketika kami mati kelak,” pungkas Ogura.

https://www.kompas.com/global/read/2020/08/04/140851470/kisah-mengharukan-penyintas-bom-hiroshima-nagasaki-berharap-tak-ada-lagi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke