Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Di Tengah Sengketa, China Bangun 2 Distrik Baru di Laut China Selatan

"Dewan Negara baru-baru ini menyetujui pembentukan distrik Xisha dan distrik Nansha di bawah kota Sansha," demikian keterangan dari Kementerian Sipil China, sebagaimana dikutip dari South China Morning Post (18/4/2020).

Kemudian jaringan televisi pemerintah China CGTN pada Sabtu (18/4/2020) melaporkan, kedua distrik itu mencakup Kepulauan Paracel, Kepulauan Zhongsha yang merupakan rumah bagi Scarborough Shoal, Pulau Woody, Kepulauan Spratly, dan Fiery Cross Reef.

Menurut keterangan dari Kementerian Sipil China, pemerintahan Xisha akan berbasis di Pulau Woody, yang juga dikenal sebagai Pulau Yongxing. Pulau ini diklaim oleh China dan Vietnam.

Dilansir dari CNN, distrik Xisha akan mengelola Kepulauan Paracel dan Zhongsha serta perairan sekitarnya

Kepulauan Paracel diklaim oleh China dan Vietnam lalu keseluruhan Kepulauan Zhongsha diklaim oleh China dan Taiwan, sedangkan Scarborough Shoal juga diklaim oleh Filipina.

Sementara itu, pemerintahan Nansha akan ditempatkan di Fiery Cross Reef, yang disebut sebagai Yongshu Reef dalam bahasa China.

Laporan CGTN menyebutkan, distrik Nansha akan memerintah Kepulauan Spratly dan perairan sekitarnya.

China, Filipina, Malaysia, Vietnam, dan Taiwan memiliki klaim yang tumpang tindih atas Kepulauan Spratly. Sementara itu Fiery Cross Reef diklaim oleh China, Filipina, Vietnam, dan Taiwan.

Distrik Xisha dan Nansha adalah bagian dari kota Sansha, yang mengelola Kepulauan Paracel, Zhongsha, dan Spratly.

CGTN menggambarkan kedua distrik baru di Laut China Selatan itu seluas 2 juta kilometer (km) persegi, tetapi hanya mencakup 20 km persegi tanah. Sekitar 1.800 orang tinggal di sana.

Pengumuman ini datang pada saat meningkatnya ketegangan dengan Amerika Serikat (AS) dan Vietnam di Laut China Selatan.

Beijing mengklaim hampir semua wilayah tersebut, tetapi ditentang oleh Vietnam, Filipina, Taiwan, Malaysia, dan Brunei.

SCMP melaporkan, konflik belum terselesaikan selama beberapa dekade dan sekarang menjadi bumbu pertikaian lain dengan AS.

Kepulauan Paracel diklaim Vietnam, tetapi diduduki oleh China setelah invasi 1974 yang menggusur pasukan Vietnam Selatan dan menewaskan puluhan orang.

Bulan ini Vietnam telah mengajukan protes resmi kepada pemerintah China, setelah sebuah kapal nelayan tenggelam usai bertabrakan dengan kapal penjaga pantai China di dekat pulau-pulau itu.

China mengatakan kapal Vietnam itu memancing secara ilegal dan tenggelam setelah menabrak kapal China.

Tenggelamnya kapal Vietnam memicu kemarahan Washington, yang menuding China mengeksploitasi pandemi Covid-19 untuk beraksi ketika negara-negara lain sedang disibukkan krisis.

Beragam tanggapan

Peristiwa China dirikan dua distrik baru ini mendapat tanggapan keras dari sejumlah kalangan, termasuk mantan petinggi negara.

Eks Sekretaris Luar Negeri Filipina mendesak pemerintah memprotes pendirian distrik baru China tersebut.

"Ini menunjukkan bahwa China tanpa henti mengeksploitasi pandemi Covid-19 dengan terus mengejar klaim ilegal dan ekspansifnya di Laut China Selatan terhadap prasangka orang Filipina, negara-negara ASEAN, dan masyarakat internasional secara keseluruhan," kata Del Rosario dikutip dari CNN.

Kemudian Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI) yang berbasis di Washington mengatakan, "tidak ada satu pun dari (insiden) ini yang baru."

"Tidak ada yang berbeda hari ini yang tidak dilakukan enam bulan lalu," ujar Direktur AMTI Gregory Poling dalam sebuah forum online yang diselenggarakan Asosiasi Koresponden Asing Filipina.

"Mereka terus meningkatkan kehadirannya... terus meningkatkan frekuensi gangguan operasi minyak dan gas Asia Tenggara, operasi penangkapan ikan, dan lain-lain," ucap Poling.

Ia pun menambahkan, China tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti untuk membangun kontrol perairan yang sedang diperebutkan.

"Saya pikir orang-orang sedikit lebih tersinggung. Mereka berasumsi bahwa di tengah pandemi global, kita akan melihat penenangan dan itu belum terjadi," pungkasnya dikutip dari CNN Minggu (19/4/2020).

Kang Lin seorang profesor di Universitas Hainan mengatakan, pendirian distrik baru telah diharapkan dan mengatakan negara itu "di bawah tekanan internasional untuk meningkatkan kehadirannya."

"Karena pulau-pulau buatan dan infrastruktur penting di daerah itu sekarang sudah ada dengan baik, sekarang adalah waktu yang tepat untuk membuat kontrol administratif di daerah lebih efektif," terangnya.

"Sementara itu terjadi pertengkaran terus menerus dengan kekuatan asing di perairan hampir setiap bulan. China melihat pelrunya meningkatkan klaim kedaulatan atas wilayahnya," lanjut Lin seraya mencatat patroli yang sering dilakukan Angkatan Laut AS.

Kemudian Collin Koh seorang peneliti dari Sekolah Studi Internasional S Rajaratnam di Universitas Teknologi Nanyang Singapura mengatakan, langkah itu mengisyaratkan Beijing akan membangun lebih banyak infrastruktur dan meningkatkan kehadiran militernya di daerah tersebut.

"Jelas bahwa Beijing berusaha lebih mengonsolidasikan keuntungannya di Laut China Selatan sebelum kode etik diumumkan."

"Bahkan jika tidak ada kode yang terwujud pada akhirnya, Beijing akan berada dalam posisi fisik yang jauh lebih kuat di Laut China Selatan," urai Koh dikutip dari SCMP.

Pembicaraan antara China dan PBB Asia Tenggara tentang kode etik sedang berlangsung, dengan kedua pihak berkomitmen untuk menyelesaikannya tahun depan.

Tetapi progresnya melambat sejak draft perjanjian disajikan pada bulan Agustus 2018.

Beijing telah menolak membuat kode tersebut mengikat secara hukum, sementara negara-negara lain khawatir itu tidak akan membantu menyelesaikan sengketa.

https://www.kompas.com/global/read/2020/04/21/133012570/di-tengah-sengketa-china-bangun-2-distrik-baru-di-laut-china-selatan

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke