Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tantangan Industri Kopi di Indonesia, Sulitnya Regenerasi Petani Muda

KOMPAS.com - Sebagai salah satu negara penghasil kopi terbesar di dunia, luasnya lahan perkebunan nyatanya tidak cukup sebagai bekal produktivitas kopi di Indonesia.

Melansir data Badan Pusat Statistik (BPS), luas area perkebunan kopi milik rakyat Indonesia pada 2022 mencapai angka 1.246.352 hektar. Angka tersebut jauh lebih besar dibanding perkebunan kopi yang dikelola oleh perusahaan negara maupun swasta.

Adapun luas area perkebunan kopi yang dikelola oleh negara yakni seluas 11.585 hektar. Sementara, luas area perkebunan kopi yang dikelola oleh swasta tercatat mencapai 7.993 hektar.

CEO Edufarmer, Amri Illma dalam acara diskusi kopi bertema "Kopi Masa Depan: Inovasi, Tantangan, dan Kolaborasi untuk Generasi Muda" mengatakan bahwa ada beragam tantangan yang dihadapi industri kopi Indonesia saat ini.

Beberapa di antaranya yakni penyakit tanaman, sulitnya pupuk, sulitnya bibit kopi yang unggul, penyesuaian akibat perubahan iklim yang dirasakan oleh petani, dan petani kopi yang umumnya sudah lanjut usia.

Sulitnya regenerasi petani muda

Salah satu anggota Edufarmer, Cahyo, menyampaikan bahwa minimnya regenerasi petani kopi ialah aspek yang perlu disoroti saat ini.

"Kami (Edufarmer) menjumpai petani di daerah rata-rata usianya 60 sampai 70 tahun. Petani paling tua 73 tahun, yang paling muda usia 46 tahun. Mungkin tinggal 10 sampai 20 tahun lagi mereka bersama kopi," kata Cahyo, Jumat.

Ia melanjutkan, rentang waktu 20 tahun bukanlah waktu yang lama untuk mempertahankan produktivitas kopi, apalagi menyesuaikan proses produksi dengan karakter lingkungan di setiap daerah.

"Tantangan yang dihadapi saat ini sesungguhnya bukan di kopinya, tetapi petani itu sendiri, " ujar Cahyo.

Apabila tidak ada regenerasi petani kopi, tambahnya, besar kemungkinan masyarakat Indonesia tidak bisa menikmati kopi dalam negeri nantinya.

Dalam kesempatan yang sama, perwakilan Kementerian Pertanian Republik Indonesia Tri Kusnadi mengatakan bahwa minimnya minat anak muda saat ini menjadi petani berangkat dari asumsi yang menilai bahwa seorang sarjana haruslah bekerja sebagai pegawai.

"Dulu asumsinya anak petani tidak usah jadi petani, mereka harus merantau, harus jadi pegawai. Anak muda sekarang banyak di hilir," kata Tri.

Maka dari itu, lanjutnya, banyak sarjana khususnya sarjana pertanian yang tidak mau menjadi petani, sehingga efek tersebut baru terasa saat ini.

Sementara itu, pemilik bisnis kopi kekinian, Kopi Tuku, Andanu Prasetyo mengamini bahwa saat ini banyak anak muda yang menggandrungi industri kopi di bagian hilir, dan sedikit yang bergelut di hulu.

Menurutnya, hal ini terjadi karena banyak informasi seputar kopi yang tidak diterima dengan baik oleh anak muda.

"Anak muda sekarang maunya serba instan. Ketika mereka diberi gambaran sesuatu (mengenai industri kopi) yang kurang (informasi) tadi, jadi mereka tidak terbayang," kata Tyo.

Di samping itu, kata Tyo, asumsi mengenai petani Indonesia yang dinilai kurang bergengsi haruslah diubah.

"Seorang petani, kalau di dunia seni, dia lah senimannya, awal dari segalanya. Bagaimana anak muda mau menjadi petani, kalau secara kultur petani terdiskriminasi," katanya.

Sebagai pelaku industri kopi di hilir, Tyo mengatakan dirinya sangat bergantung kepada pelaku industri kopi di hulu. Guna meningkatkan kebutuhan kopi, pelaku kopi perlu berinovasi dengan kopi yang disajikan, entah itu disajikan bersama gula aren ataupun soda.

"Regenerasi itu penting, cuma bagaimana kita menggiring putra daerah supaya mereka merasa bangga terjun ke kebun," paparnya.

https://www.kompas.com/food/read/2024/01/29/183240175/tantangan-industri-kopi-di-indonesia-sulitnya-regenerasi-petani-muda

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke