Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Melihat Peluang Indonesia Jadi Produsen Kopi Terbesar di Dunia

KOMPAS.com - Indonesia menempati posisi kedua lahan tanam kopi terbesar di dunia dan peringkat keempat jumlah produksi kopi terbesar di dunia.

Data tersebut disampaikan oleh Muhammad Rizal Ismail, Direktur Tanaman Semusim dan Tahunan Kementerian Pertanian Indonesia.

"Luas area penyebaran kopi Indonesia mencapai 1,2 juta hektar dengan produksi kurang lebih sebesar 786.000 ton per tahun," jelas Rizal dalam acara "Coffee Talk" di Food & Hotel Indonesia, Selasa (25/7/2023).

Kopi dikategorikan sebagai komoditas sosial karena hampir 98 persen diusahakan oleh perkebunan rakyat dan melibatkan 1,8 juta kepala keluarga.

Moelyono Soesilo, perwakilan Kapal Api, menyampaikan bahwa kopi termasuk komoditi yang strategis dan penting, baik di Indonesia maupun dunia.

Konsumsi kopi dunia justru bertumbuh sekitar 1-1,2 persen per tahun dengan jumlah 1,7-2,04 juta karung per tahun. Satu karung berkisar 60 kilogram.

Sayangnya, pertumbuhan konsumsi kopi tidak diikuti dengan peningkatan jumlah produksi di Indonesia.

"Kalau kita tidak sadar masalah ini, kopi di dunia juga akan kekurangan. Dari mana kopi dunia bisa disuplai? Itu bisa diambil oleh negara lain," jelas Moelyono.

Sebab, menurut data yang disampaikan Moelyono, produksi kopi di Indonesia cukup stagnan selama lima hingga enam tahun terakhir.

"Produksi kopi tidak meningkat, antara 11-12 juta per karung, sementara konsumsi kopi dalam negeri setiap tahun meningkat empat hingga enam persen per tahun," ujar Moelyono.

Produktivitas kopi Indonesia masih rendah. Jumlahnya masih kurang dari satu ton.

Sementara itu, negara penghasil kopi terbesar di dunia, seperti Brasil sudah mencapai empat hingga enam ton, sementara Vietnam, negara penghasil kopi terbesar kedua di dunia, produktivitas kopinya mencapai 3-3,5 ton.

Rendahnya produktivitas kopi Indonesia disebabkan oleh beberapa hal, yakni pola pikir petani yang masih tradisional, lambatnya pengembangan bibit kopi unggulan, hingga kurangnya tenaga pendamping.

Belum lagi, kondisi cuaca tidak menentu karena adanya pemasan global dan infrastuktur yang kurang memadai di sejumlah daerah.

Akibatnya, kesejahteraan petani kopi tidak meningkat dan hanya sedikit generasi muda yang berminat menjadi petani kopi.

Meski saat ini produktivitasnya rendah, memengaruhi jumlah dan kualitas kopi, Moelyono optimis bahwa Indonesia bisa menjadi produsen kopi terbesar di dunia.

"Kalau Indonesia mau mengembalikkan ke posisi dua produksi kopi terbesar di dunia, itu mudah," ujar Moelyono.

Caranya, menurut dia, dengan meningkatkan produktivitas dan mengajak generasi muda untuk menjadi petani kopi.

Tiga aspek penting harus dipenuhi untuk menjaga kesejahteraan petani demi meningkatkan produktivitas, yaitu aspek sosial, aspek ekonomi, dan aspek lingkungan.

"Harus kita pastikan semua anak petani kopi mendapatkan kesempatan akses pendidikan, serta bagaimana petani bisa mendapatkan harga kopi yang wajar sesuai dengan produksi," ungkap dia.

Mengubah pola pikir lama dengan pola pikir baru, pendekatan pada generasi muda untuk meningkatkan produktivitas melalui penggunaan pupuk yang tepat.

"Jadi, biaya tidak terlalu meningkat, tetapi hasil yang petani dapatkan meningkat, dengan harapan kesejahteraan meningkat sehingga petani muda akan kembali ke kebun," kata Moelyono.

Moelyono sudah mencoba mendampingi petani kopi muda di daerah sejak 2020 dengan menargetkan sebanyak 400 petani muda pada 2025.

Ia menargetkan petani muda di bawah usia 40 tahun dengan harapan memiliki pola pikir terbuka dan ingin berkembang sehingga dapat menghasilkan dua ton kopi per hektar.

  • 3 Jenis Kopi Populer di Indonesia, Mana Favoritmu?
  • 4 Cara Cicip Kopi ala Starbucks, Tradisi Barista Sebelum Minum Kopi
  • Cara Masak Makanan Pakai Kopi, Tips Kuliner dari Koki

https://www.kompas.com/food/read/2023/07/27/170300775/melihat-peluang-indonesia-jadi-produsen-kopi-terbesar-di-dunia-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke