Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perkembangan Fortifikasi Terigu di Indonesia, Penambahan Zat Besi

KOMPAS.com - Program fortifikasi terigu di Indonesia sudah dimulai sejak 1998 dan terus diterapkan hingga saat ini.

Terigu merupakan bahan pangan kedua yang wajib difortifikasi di Indonesia setelah garam beryodium.

Bila garam difortifikasi dengan yodium, gizi mikro yang ditambahkan dalam terigu adalah zat besi.

Perkembangan fortifikasi terigu ini kian membaik dari tahun ke tahun, seperti dipaparkan Nutrition International (NI) dalam acara Small Group Media Interview: Fortifikasi Tepung Terigu di Jakarta, Selasa (27/6/2023)

Tak lama sejak dimulai, pemerintah Indonesia menerbitkan peraturan SNI fortifikasi terigu pada 2001. Namun, saat itu belum ada keharusan tipe zat besi yang digunakan.

"Waktu itu belum ada standar zat besi yang harus digunakan. Jadi, pengusaha memilih jenis zat besi paling murah berupa zat besi elektrolitik," ujar Rozy Jafar, Deputy Country Director Nutrition International Indonesia.

WHO bersama NI dan lembaga lain, kemudian mengeluarkan pernyataan rekomendasi standar terigu yang kemudian disampaikan pada pemerintah Indonesia pada 2009.

Berbagai studi pun dilakukan. Meriset komponen zat besi dalam fortifikasi terigu untuk merevisi SNI yang sudah ada.

Hasil studinya dirilis pada akhir 2017 yang kemudian menimbulkan penerbitan SNI baru terkait penggunaan wajib jenis zat besi yang digunakan.

Jenis zat besi tersebut adalah FE Fumarate, Fe Sulphate, dan NaFeEDTA yang lebih mudah diserap oleh tubuh.

Pengembangan fortifikasi terigu ini sempat ditangguhkan akibat adanya Covid-19 pada 2020.

Permenperin Nomor 1/2021 kemudian dikeluarkan untuk mewajibkan fortifikasi terigu sesuai
SNI 3751:2018 pada dua tahun lalu.

Rozy mengatakan, fortifikasi wajib pada terigu ini memang terus diupayakan, demi meminimalisir produsen nakal yang belum menggunakan jenis zat besi sesuai rekomendasi.

Pasalnya, fortifikasi terigu memfokuskan pada berkurangnya angka anemia di Indonesia, khususnya pada ibu hamil dan remaja perempuan.

"Data terakhir pada 2018 menunjukkan, satu dari dua ibu hamil itu terkena anemia. Artinya ada 49 persen lebih," jelas Rozy.

Disebutkan dalam data yang sama bahwa satu dari empat remaja perempuan di Indonesia terkena anemia.

"Kita sama-sama berharap dalam tiga sampai empat tahun ke depan, akan ada dampak signifikan terhadap penurunan anemia dari kontribusi fortifikasi terigu," ungkapnya.

https://www.kompas.com/food/read/2023/07/05/150300275/perkembangan-fortifikasi-terigu-di-indonesia-penambahan-zat-besi

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke