Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Tantangan Petani Sagu di Meranti, Hasil Banyak tetapi Daya Beli Sedikit

Menurutnya, jika Bulog tak ikut berpartisipasi maka nantinya akan terjadi titik jenuh. Ketika produksi sagu berlimpah tapi daya beli kurang, yang berdampak pada harga sagu yang turun.

“Maksud kami Bulog sekarang ini baru melihat padi, jagung, kedelai (pajale),” kata Irwan dalam sesi talkshow “Sagu Pangan Sehat untuk Indonesia Maju” Pekan Sagu Nusantara, Selasa (20/10/2020).

Menurutnya, jika padi mengalami kelebihan panen maka akan ditampung oleh Bulog. Begitu pun jagung dan kedelai. Namun hingga kini sagu tak benar-benar difasilitasi hal yang sama.

“Sehingga saya pikir kalau tidak ada campur tangan pemerintah, pengembangan sagu sebagai pangan alternatif ini hanya sekadar mimpi saja,” sambung dia.

Tantangan petani sagu di Kepulauan Meranti

Tak itu saja, Irwan juga menjabarkan tantangan lain yang dihadapi Kabupaten Kepulauan Meranti dalam budidaya sagu. 

Salah satunya kebijakan Peta Indikatif Penundaan Pemberian Ijin Baru (PIPPIB) dari Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup.

PIPPIB ini sangat mempengaruhi area tanam sagu di Kabupaten Meranti. Irwan menyebut aturan tersebut mempengaruhi hingga 96 persen dari total luasan Kabupaten Kepulauan Meranti.

“Karena sejatinya sagu ini memang tumbuh di lahan-lahan marjinal. Sagu di kami itu tumbuh di lahan-lahan gambut, di rawa-rawa,” papar Irwan.

Jika lahan-lahan tersebut tak ditanami sagu, maka akan terlantar. Lahan yang terlantar bisa menyebabkan kebakaran hutan dan lahan yang luas. Maka dari itu Irwan merasa bahwa kebijakan PIPPIB perlu disesuaikan lagi.

Dengan ditanami sagu, Irwan memaparkan bahwa pada jumlah lahan terbakar telah berkurang secara signifikan. Dari 26.000 hektar pada 2014, turun menjadi sekitar 1.000 hektar.

Apalagi sagu adalah salah satu komoditas yang memberikan kontribusi paling besar pada Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kepulauan Meranti.

Sagu jadi penyangga ekonomi utama di Meranti karena bisa menghasilkan omzet sekitar Rp 2,5 triliun per tahun.

Hampir dua kali lipat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kepulauan Meranti per tahunnya yaitu sekitar Rp 1,3 triliun.

Tanggapan Bulog

Menanggapi hal ini, Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso dalam kesempatan yang sama menjelaskan bahwa Bulog tidak benar-benar diam perihal sagu ini.

Budi menjelaskan bahwa Bulog telah berusaha untuk mendorong potensi sagu semaksimal mungkin. Salah satunya adalah lewat pengembangan produk mi berbahan dasar sagu, yakni Sago Mee Bulog.

“Saya melihat Bapak Bupati tidak mengerti bagaimana peran Bulog sekarang, bukan peran Bulog pada saat yang lalu. Kita ini semua dibatasi. Tidak bisa kita terus berinisiasi, langsung kita bisa melakukan peran yang diinginkan Bapak Bupati tadi,” tutur Budi.

Lewat upaya peluncuran Sago Mee Bulog ini, diharapkan sagu bisa lebih terkenal. Bahwa mi tidak hanya bisa dibuat dari gandum saja tapi bisa juga dari sagu.

Sementara terkait kelebihan produksi sagu yang mungkin terjadi di masa depan, Budi mengaku bahwa hal ini tak hanya jadi tugas Bulog semata.

Diperlukan sinergi bersama para stakeholder dan kementerian lainnya untuk menangani hal ini.

“Nanti kita menyimpan bukan hanya beras. Nanti di Indonesia Timur yang rata-rata konsumsi sagu, ya kita menyimpan sagu bukan beras,” tegas Budi.

Tak itu saja, Bulog juga sedang mempersiapkan beberapa titik di seluruh Indonesia untuk membangun pabrik pengolahan sagu.

Total ada 20 titik termasuk di Papua, Sumatera, dan Sulawesi.

“Daerah yang memproduksi sagu sudah kita petakan. Ini bulog sudah bekerja sama dengan swasta, dan kita yang akan ikut memasarkan produksi itu,” pungkasnya.

https://www.kompas.com/food/read/2020/10/22/101800975/tantangan-petani-sagu-di-meranti-hasil-banyak-tetapi-daya-beli-sedikit

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke