Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kisah Pekerja yang Banting Setir Usaha Kuliner Saat Pandemi, Ada yang Buat Bantu Tetangga

Banyak para pekerja yang kemudian mengalihkan fokus mereka untuk membangun bisnis kuliner selama pandemi, salah satunya adalah Melati Nurul (23).

Warga Baleendah, Kabupaten Bandung ini pada awalnya adalah seorang pekerja di studio foto. Namun setelah pandemi melanda, studio foto yang ia bangun bersama teman-temannya kehilangan sebagian besar pelanggan.

“Terus karena corona kita enggak bisa sewa studio. Jadi kita berhenti dulu. Aku fokus jualan,” kata Melati ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (15/10/2020).

Sebenarnya ia sendiri sempat berjualan aneka olahan seafood pada 2018. Namun tak terlalu fokus karena saat itu masih kuliah. Setelah pandemi melanda, akhirnya ia pun beralih sepenuhnya untuk menjalankan bisnis kuliner ini.

Melati pun menambah beberapa menu baru seperti vietnam spring roll, taichan in jar, tteokbokki, dan boba toast.

Fokus berjualan online

Hal serupa juga dilakukan oleh Rosita Hardiyanti (28) asal Sidoarjo, Jawa Timur. Sebelum pandemi, Rosita adalah seorang make up artist (MUA) dan bekerja di sebuah kantor agen perjalanan di Sidoarjo.

Namun semenjak pandemi, kantornya tak lagi beroperasi secara maksimal. Pekerjaan merias pun banyak yang dibatalkan.

Menghadapi hal itu, ia akhirnya memutuskan untuk benar-benar berfokus mengurus bisnis kuliner yang ia miliki secara online.

Seperti Melati, Rosita juga telah memulai bisnis kulinernya sejak 2018. Saat itu ia bahkan sudah bisa membuka outlet sendiri. Namun karena masih bekerja kantoran dan jadi MUA, ia tak benar-benar mengurus bisnis kulinernya.

“Ada outletnya, cuman sudah tutup. Dampak pandemi juga. Sekarang fokus di online. Saya jual penyetan, cuman yang spesial karena di sini satu-satunya yang jual ayam kalasan di Sidoarjo,” papar Rosita ketika dihubungi Kompas.com, Rabu (14/10/2020).

Lain halnya dengan Pritania (34). Sebelum membuka usaha kuliner online, ia telah berjualan busana muslimah online sejak 2009.

Namun karena omzet usahanya menurun drastis karena pandemi, ia akhirnya memutuskan untuk membuka usaha kuliner online sejak Juli 2020.

“Karena omzet toko online (busana muslimah) menurun drastis. Melihat peluang kondisi PSBB, orang-orang malas keluar rumah. Karena balik lagi ke prinsip jual makanan enggak akan pernah mati,” kata Pritania yang akrab disapa Tita pada Kompas.com, Rabu (14/10/2020).

Bantu orang sekitar

Hal berbeda jadi motivasi Jaka Indra (23) untuk memulai bisnis susu yang ia pasarkan secara online sejak Agustus 2020.

Saat itu, ia melihat tetangganya yang berprofesi sebagai peternak di Pamijahan, Bogor, Jawa Barat mengalami krisis penjualan susu akibat pandemi ini.

“Mereka mampu produksi tapi tidak mampu menjual ke masyarakat. Perlu dilakukan nilai tambah peternak dengan cara membuat produk olahan susu yang baru, unik, kekinian, dan bisa diterima masyarakat,” terang Jaka pada Kompas.com, Rabu (14/10/2020).

Hal serupa juga dilakukan oleh Melati. Dalam bisnisnya ini, ia berusaha memberdayakan teman-temannya yang tak punya pekerjaan karena pandemi. Ia memberi mereka pekerjaan memasak makanan serta mengantarkan makanan.

Kondisi bisnis kuliner selama pandemi

Walaupun sedang pandemi, daya beli masyarakat cenderung stabil atau bahkan meningkat. Hal ini dirasakan oleh Tita. Menurutnya, hasil yang ia dapatkan per bulan cenderung stabil.

Dalam satu hari ia biasa melayani sekitar 5-7 pemesanan. Dalam satu kali pemesanan, biasanya bisa 2-3 jenis produk makanan.

Ia sendiri menjual aneka makanan beku, jajanan korea, hingga camilan lewat akun Instagram @appslika.snack.

Saat pertama kali membuka usahanya, ia mengaku mengeluarkan modal sekitar Rp 200.000 – Rp 300.000. Setelah berjalan beberapa bulan, kini omzet per bulan yang ia peroleh bisa berkisar antara Rp 1 juta – Rp 1,5 juta.

Hal serupa diungkapkan oleh Rosita. Menurut dia, selama pandemi ini penjualannya bisa dibilang sangat meningkat. Peningkatannya berkisar 20 persen dari masa sebelum pandemi.

“Kalau sehari itu biasanya sampai 100 kotak pesanan. Banyak banget. Selama pandemi ini malah meningkat. Pas masih ada outlet, enggak sampai 100 kotak sih,” papar Rosita.

Pada awal usaha, modal yang ia keluarkan adalah sekitar Rp 1,5 juta. Kini ia bisa meraup omzet hingga Rp 15 juta per bulan.

Tak terlalu ramai pembeli

Hal sedikit berbeda diungkapkan Melati. Menurutnya, bulan-bulan awal ia berbisnis yakni sekitar Maret 2020, bisnisnya memang sangat ramai.

Di masa awal pandemi berlangsung khususnya, ia bisa menjual sekitar 50 pcs produk sekali berjualan. Padahal ia hanya berjualan dua kali dalam seminggu.

“Itu banyak banget sampai ada reseller juga aku punya sekitar tujuh reseller. Mereka antar sampai daerah Cicalengka, Cibiru, Kopo,” jelas Melati.

Namun semakin lama, khususnya sejak Juni 2020, penjualannya semakin lama semakin menurun. Walaupun jumlahnya sendiri tak benar-benar sedikit.

“Paling sekitar 20-30 paling banyak. Aku juga enggak tahu sih apa karena belum ada menu baru ya. Minggu depan aku baru mau ada menu baru jadi belum bisa lihat perkembangannya,” papar dia.

Namun sejauh ini, ia mengaku bisnisnya ini cukup berjalan lancar. Dari modal awal yang ia keluarkan yakni sekitar Rp 500.000, kini ia bisa meraup omzet Rp 1,5 juta – Rp 2 juta per dua minggu.

Kini lewat akun Instagram @shellstaste.bdg, Melati sudah bisa memasarkan produknya bahkan hingga ke Jakarta. Ia juga sudah merambah pemasaran melalui kafe di sekitar Bandung.

Sementara Jaka mengungkapkan dirinya masih merasa kesulitan untuk meraih para pembeli. Selama pandemi ini, ia mengaku keadaan sangatlah sulit. Dalam sehari, ia bisa menjual sekitar 2-5 liter susu.

Lewat akun Instagram @selaksasusu, ia berusaha memasarkan produknya aneka susu segar dengan varian kekinian. Mulai dari rasa chocolate hazelnut, taro, thai tea, matcha latte, dark chocolate, hingga kopi susu gula aren.

Tak hanya lewat Instagram saja, ia juga memasarkan produknya lewat marketplace e-commerce. Kini ia bisa meraih omzet sekitar Rp 2,3 juta per bulan dari modal usaha sekitar Rp 5 juta.

Tantangan dalam berbisnis

Dalam menjalankan bisnisnya @kedaikakrosbeciro, Rosita mengaku pasti menemukan beberapa tantangan. Salah satu yang paling sulit menurutnya adalah persaingan yang begitu ketat.

“Misalnya di Sidoarjo kita dulu satu-satunya yang pakai sambal kacang gitu. Terus tiba-tiba ada yang ngikutin,” ujar Rosita.

Hal serupa juga diungkapkan oleh Melati. Menurutnya, banyak masyarakat sekitar daerahnya yang kemudian mengeluarkan produk serupa dengan yang ia jual. Maka dari itu, ia berusaha untuk membedakan produk yang ia jual.

“Aku ingin produknya enggak pasaran sama yang lain biar banyak yang beli. Pertama di ide, terus packaging. Aku enggak mau packaging yang biasa aja. Mau yang bagus dan milenial banget biar menarik perhatian,” tutur dia.

Untuk melahirkan ide-ide baru, Melati pun berusaha untuk mencari inspirasi lewat media sosial Pinterest.

Awalnya ia mencari konsep foto produk makanan. Namun karena merasa tertarik dengan makanan yang diperlihatkan, ia jadi tertarik untuk menjual makanan serupa.

Sementara Jaka mengaku tantangan yang ia alami lebih kepada ongkos kirim yang relatif mahal.

“Apalagi kalau pembeli yang dari luar kota. Karena produk ini memerlukan kemasan khusus sehingga harus fresh dan dingin sampai tujuan,” pungkasnya.

https://www.kompas.com/food/read/2020/10/15/131300375/kisah-pekerja-yang-banting-setir-usaha-kuliner-saat-pandemi-ada-yang-buat

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke