Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Kopi Kampoeng Genting Temanggung, Upaya Lepas dari Tengkulak yang Berbuah Manis

Salah satu petani kopi sekaligus pemilik merek Kopi Kampoeng Genting, Andi Widdaya Sofyana, menceritakan bahwa sejarah perkebunan kopi di Dusun Krempong bisa dirunut jauh sejak zaman Belanda.

“Hanya saja dulu tanaman tidak terawat. Pohon kopinya tinggi-tinggi besar-besar tapi berbuahnya sedikit karena belum ada pengenalan tentang merawat pohon kopi, pemupukan, dan lain sebagainya,” kata Andi ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (8/9/2020).

“Jadi dibiarkan secara alami. Kalau punya saya (kebun) sudah 20 tahun lebih. Kalau yang lain bahkan bisa ratusan tahun,” sambung dia.

Penyuluhan pertanian

Semuanya berangsur-angsur berubah setelah Dusun Krempong kedatangan cukup banyak pihak yang memberikan penyuluhan mengenai bertani kopi.

Kata Andi, para petani di dusunnya diajari tentang bagaimana merawat tanaman kopi mulai dari pupuk yang digunakan hingga cara mengembangkannya. \

Penyuluhan mulai banyak dilakukan sejak tahun 2010.

Sejak itu hasil tani kopi meningkat signifikan baik dari segi kualitas maupun jumlah. Banyak petani yang mulai menghasilkan jumlah biji kopi yang cukup dan akhirnya bisa dijual ke pasar.

Sebelum penyuluhan perkebunan kopi yang hanya menghasilkan sedikit biji memang sudah dijual ke pasar. Namun tak banyak karena hasilnya pun tak maksimal.

“Orang banyak yang belum fokus ke situ jadi masih banyak kerja di luar daerah. Sekarang orang banyak yang pulang untuk fokus ke kopi karena ternyata kopi menghasilkan," kata Andi. 

Apalagi menurutnya harga kopi juga cukup stabil jika dibandingkan dengan hasil panen tanaman lain.

Mencoba melewati tengkulak

Andi mengaku tertarik untuk benar-benar fokus di perkebunan kopi miliknya karena merasa prihatin dengan kondisi di desanya.

Saat itu, kata Andi, banyak terjadi monopoli oleh pembeli biji kopi. Para pembeli menentukan harga di pasar untuk biji kopi yang dijual para petani dari Dusun Krempong.

“Sehingga petani yang bawa ke pasar dihargai segini ya harus mau. Maka dari itu saya coba nembus tengkulak, saya coba lewati langsung ke konsumen,” ujar Andi.

“Tengkulak kan biasanya tidak mau beli harga yang bagus. Jadi petani tidak mau produksi yang berkualitas karena nanti harganya akan sama saja. makanya saya langsung ke konsumen, ternyata berhasil,” pungkas Andi.

Maka dari itu ia mulai memasarkan kopinya secara online pada 2018.

Kata Andi, ia adalah satu-satunya petani kopi di Dusun Krempong yang melakukan budidaya kopi sesuai dengan standard operation procedure umum di industri biji kopi.

Disiplin yang ia lakukan berbuah hasil. Kualitas biji kopinya pun lebih baik daripada biji kopi yang dihasilkan kebun lain.

Ia langsung memasarkannya ke pelanggan lewat jalur online. Tidak seperti petani kopi lain di Dusun Krempong yang masih menjualnya ke pasar lewat tengkulak.

“Ternyata banyak juga peminatnya (jualan online). Saya foto ketika saya metik, ketika saya menjemur. Sampai ada beberapa orang luar negeri dari Rusia dan Amerika ke sini. Ngopi di tempat saya,” jelasnya.

https://www.kompas.com/food/read/2020/09/09/090725775/kopi-kampoeng-genting-temanggung-upaya-lepas-dari-tengkulak-yang-berbuah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke