Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Alfian Bahri
Guru Bahasa Indonesia

Aktivis Pendidikan, Penulis Lintas Media, dan Konten Kreator Pendidikan

Guru Kreator Konten: Diskriminatif, Kapitalisme Digital, dan Strategi Marketing 4.0

Kompas.com - 07/04/2024, 16:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KASTA dan sebutan kelompok guru kian beragam. Secara mendasar dan umum, batas besarnya ada pada pengkategorian guru honorer atau ASN.

Kalau diturunkan lebih panjang, bakal lebih banyak pengkategorian dan sebutannya. Terbaru tidak kalah menarik untuk dibahas, muncul istilah guru kreator konten (GKK).

Berbeda dengan kategori mendasar honorer atau ASN yang lebih mudah dikenali pada batas status, golongan, dan gaji. Kelompok GKK tidak membicarakan itu, melainkan lebih pada identitas baru yang mengarah pada permodelan komoditas masyarakat informasi.

Kemdikbud sejauh ini belum sebegitu jelas memberi pengertian pada identitas baru tersebut. Walaupun Kemdikbud secara terang-terangan sudah memanfaatkan identitas baru tersebut dalam promosi program dan kebijakannya.

Namun dari permodelan umum yang dapat dibaca, kita dapat sedikit memahami bahwa GKK dapat disebut sebagai sekelompok guru yang aktif membuat konten di jagat digital (medsos).

Lantas model, jenis, konsep produksi konten seperti apa yang masuk dalam kategori GKK? Hal ini juga belum seberapa spesifik terjawab dan terurai.

Dari kerumitan semua keabu-abuan tersebut, satu hal yang pasti bahwa kehadiran GKK telah dimanfaatkan Kemdikbud dalam memframing, mempromosikan, dan membranding program Merdeka Belajar dan Kurikulum Merdeka.

Itu terbukti dengan undangan jalur khusus bagi para GKK saat hari guru beberapa tahun belakang. Dalam program Transisi Paud ke Sekolah Dasar pun juga sama, Kemdikbud juga mengundang para GKK ke Jakarta.

Artinya, identitas baru ini berhasil menarik perhatian Kemdikbud dan mendapat popularitasnya sendiri.

Kasta identitas keguruan kian diskriminatif

Hadirnya fenomena GKK tanpa disadari akan menambah deret panjang dunia kasta keguruan, bahkan identitas GKK akan lebih berpotensi menciptakan diskriminasi sepihak secara berkepanjangan.

Fenomena ini harus segera dicari duduk perkara dan ketentuanya. Sebab, jauh sebelum GKK hadir, kasta keguruan sudah cukup diskriminatif. GKK jangan sampai datang menambah persoalan.

Mengatakan bahwa GKK akan berpotensi sangat diskriminatif tidak cukup sulit. Kalau memang spesialnya para GKK ini, bagaimana nasib guru yang memang kurang suka dengan dunia konten, rekam kamera, eksis video, dan sejenisnya?

Apa mereka harus ikutan membuat konten agar begitu diakui bagian dari GKK sebelum akhirnya dapat karpet merah di kantor Kemdikbud?

Fenomena eksistensi GKK seharusnya tidak perlu terlalu diglorifikasi, apalagi sampai mendapat eksklusifitas. Kehadiran mereka tidak lebih dari suatu konsekuensi zaman.

Di era masyarakat informasi digital, godaan eksis dan ingin “dilihat” merupakan tantangan itu sendiri.

Seperti yang dikatakan oleh Marc Jacobs bahwa semua orang ingin menjadi selebritas, itulah sebabnya kita memiliki fenomena media sosial, tempat tidak ada yang ingin menjadi pribadi. Kita semua ingin “dilihat”.

Jika Kemdikbud menyikapi konsekuensi zaman ini berlebihan sampai ranah labeling eksklusif, potensi diskriminatif dan dikotomi baru yang besar dalam tubuh guru jadi nyata adanya.

Persoalan labeling ini cukuplah serius, akibat akhirnya yang gagal dipahami bersama adalah bahwa seakan guru yang tidak ngonten merupakan kalangan kurang transformatif dan tidak mengikuti perkembangan zaman.

Wacana produksi pengetahuan tersebut sulit dijelaskan, tapi dapat dirasakan, sebab semuanya bekerja pada sugesti psikologi sosial guru.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com