Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Psikolog Unair: "Bullying" Berdampak bagi Kesehatan Fisik dan Mental

Kompas.com - 28/02/2024, 19:08 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Kasus perundungan dan bullying kian hari makin merajalela, terutama di kalangan remaja.

Baru-baru ini kasus perundungan di sekolah kembali mencuat di khalayak publik, seperti yang terjadi di Pondok Pesantren PPTQ Al Hanifiyah, Desa Kranding, Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur dan Binus School Serpong, Banten.

Merespon hal ini, Ahli Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Unair, Margaretha memberikan tanggapannya.

Baca juga: Kasus Bullying Tidak Boleh Dibiarkan, karena Nyawa Taruhannya

Dia menyampaikan, dalam risetnya pada remaja usia sekolah ditemukan sekitar 40 persen siswa pernah melihat atau terlibat di dalam perundungan.

Margaretha menilai, masih banyak kesalahan pikir yang mana orang mengira perundungan adalah hal yang biasa terjadi di antara anak dan remaja, atau disamakan seperti perselisihan antar teman.

Menurutnya, perundungan adalah salah satu bentuk kekerasan yang berdampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental korban, dan juga memperburuk kondisi psikologis pelaku.

"Perundungan adalah tindakan agresi, yaitu penggunaan kekerasan dari seseorang kepada yang lainnya. Artinya ada pelaku dan ada korban. Kekerasan digunakan secara berulang, bisa dalam bentuk fisik, verbal, emosional, eksploitasi ekonomi, dan penelantaran, serta juga bisa dilakukan secara online," kata dia dilansir dari laman Unair, Rabu (28/2/2024).

Selain itu, di sosial media, seseorang bisa menggunakan identitas palsu dan merasa bisa menjadi siapa saja serta melakukan apapun termasuk trolling, akibatnya orang seperti inilah yang melakukan perundungan online atau cyberbullying.

Penyebab bullying

Lanjut Margaretha memaparkan beberapa faktor yang dapat memengaruhi seseorang menjadi pelaku perundungan.

Salah satunya adalah karena mereka belajar menggunakan kekerasan dari rumah atau di interaksi sosial mereka.

Baca juga: Ini 5 Tanda Anak Jadi Korban Bullying

"Jadi misalnya anak mengalami kekerasan di rumah. Apabila mereka tidak suka terhadap sesuatu, maka mereka akan memukul atau menggunakan kekerasan. Hal ini masuk dalam alam berpikirnya," ujar dia.

Dia menambahkan, faktor lingkungan juga memengaruhi adalah perilaku teman sebaya.

Dia menilai, pelaku perundungan tersebut berawal dari rasa tidak suka kepada temannya yang kemudian dilampiaskan dalam bentuk kekerasan.

"Selain itu, pelaku perundungan biasanya adalah orang yang kurang cakap menyelesaikan persoalan pribadi dan sosialnya, sehingga mereka menggunakan tindakan kekerasan sebagai cara yang sebenarnya tidak efektif, atau kekerasan sebagai pengalihan akibat tidak bisa menyelesaikan persoalan," jelas Margaretha.

Menurutnya, ada beberapa faktor yang membuat seseorang berisiko tinggi menjadi korban perundungan, antara lain kurangnya dukungan sosial, kelemahan penyelesaian konflik, serta memiliki kebutuhan khusus atau disabilitas.

"Semua orang bisa mengalami agresi, tapi yang biasanya jadi korban lebih lama adalah mereka yang lebih lemah secara sosial, atau mereka yang punya disabilitas. Contohnya, siswa dengan disabilitas di sekolah inklusi rentan mengalami bullying," jelas Margaretha.

Tidak semua korban perundungan menjadi trauma, lanjut Margaretha, hal ini tergantung pada bagaimana mereka menyelesaikan masalah dan mendapatkan bantuan.

Dia menambahkan, melapor adalah salah satu cara untuk menghentikan perundungan.

"Sebenarnya kalau kita melihat bullying, seharusnya kita menjadi saksi yang melaporkan atau menghentikan. Jadi bukan menjadi pengamat saja (atau bystander effect), tapi menjadi agent of change. Kita harus berani menyatakan stop bullying, we have to speak up dan jangan mempermaklumkan bullying," sebut Margaretha.

Margaretha juga menjelaskan, gejala trauma akibat bullying tampak bervariasi setiap individu. Contohnya, dari rasa takut dan menarik diri atau menjadi lebih reaktif/sensitif.

Baca juga: Ada Bullying di Binus School Serpong, FSGI: Harusnya Bisa Diidentifikasi

Namun, secara umum, mereka yang mengalami trauma akan menjadi sulit untuk melakukan aktivitas sehari-hari, menghadapi situasi sosial, atau mengatasi kecemasan dirinya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com