Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Moch N Kurniawan
Dosen

Dosen Ilmu Komunikasi Swiss German University | Praktisi Kehumasan | Mantan Jurnalis Energi, Lingkungan, Olahraga

Gelisah Dunia Pendidikan Memahami Gen Z

Kompas.com - 06/12/2023, 10:40 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Selain itu, Indah Gunawan, seorang kreator konten (lulusan college di Amerika Serikat) yang mempunyai podcast tentang isu-isu terkini termasuk emansipasi dan pemberdayaan perempuan di TikTok dengan lebih dari 110.000 pengikut.

Mereka adalah contoh bagaimana Gen Z berfokus memberikan dampak dan berusaha meraih kemandirian finansial sejak usia remaja.

Menurut literatur akademis, termasuk Conde & Casais (2023), Akeyla dan Cherii tergolong dalam kategori micro influencer dengan 1.000-100.000 pengikut di media sosial. Sementara Indah masuk dalam kategori macro influencer dengan 100.000-1 juta pengikut.

Putri, tentu saja, berada pada kategori mega influencer dengan lebih dari 1 juta pengikut.

Dampak yang dihasilkan oleh para influencer dapat diukur dari prestasi mereka, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Interaksi dengan pengikut dan masyarakat umum pada akun media sosial mereka, serta pengakuan dari pemangku kepentingan, membantu membentuk dampak ini. Dampak ekonomi, seperti pendapatan, juga menjadi salah satu ukuran dari keberhasilan mereka.

Akeyla, misalnya, sudah memiliki pengalaman mengikuti fashion show di berbagai negara dunia dan menjadi nominasi tokoh inspiratif tahun 2018 versi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Cherii dan Indah, di sisi lain, fokus pada interaksi dengan pengikut mereka. Cherii, melalui akun TikTok-nya, mendapatkan respons yang signifikan, sedangkan Indah juga mencatat angka yang mengesankan di platform tersebut.

Kepercayaan dari pemangku kepentingan tercermin pada undangan mereka sebagai pembicara seminar, pemateri pelatihan, atau menjadi endorser produk.

Aktivitas di media sosial dengan banyaknya pengikut juga membuka peluang bagi mereka untuk mendapatkan bayaran dari platform tersebut, menarik minat sponsor, serta menjual produk tertentu lewat plaftorm e-commerce serta media sosial.

Baik Indah dan Cherii mendapat penghasilan dengan berbagai model bisnis tersebut dari aktivitas mereka di media sosial.

Sedangkan Akeyla, dengan batiknya, menjual produk melalui media sosial dan pameran offline, serta menjadi pembicara atau pemberi materi pelatihan sebagai model bisnisnya.

Untuk masa depan, Akeyla ingin meneruskan menjadi desainer batik, Cherii ingin bekerja di bidang teknik farmasi dan terus mengembangkan bisnisnya secara digital.

Sedangkan Indah, yang sudah menjadi kreator konten penuh waktu, akan terus fokus mengembangkan bidangnya.

Dalam interaksi di lingkungan sekitar penulis, beberapa temuan juga mengikuti arah ketiga individu Gen Z.

Beberapa remaja yang baru lulus SD dan baru diizinkan memiliki akun di media sosial, dengan cepat mendapatkan ribuan pengikut karena kemampuan mereka membuat animasi dan melukis, plus beredar di komunitas online game anak-anak dunia.

Mereka lalu mulai penasaran bagaimana cara menjual karya mereka lewat platform media sosial. Tentu saja tiap anak berbeda, namun tampaknya mereka ini menjadi bagian dari Gen Z yang ingin berdampak dan mandiri secara finansial melalui bisnis.

Yang pasti, berbagai upaya yang dilakukan oleh ketiga contoh Gen Z di dunia digital ini tidaklah mudah.

Aktivitas mereka memerlukan usaha nyata untuk mengembangkan kompetensi inti di bidang mereka, menciptakan ide kreatif yang berdampak, mengelola konten, memahami strategi pemasaran digital, mengelola brand & reputasi serta menguasai soft skill seperti konsistensi dan ketekunan dalam merencanakan dan melaksanakan model bisnis offline dan online.

Semua kompetensi ini mungkin sulit dipenuhi melalui pendidikan formal di tingkat menengah seperti sekolah menengah atas dan sekolah menengah kejuruan.

Peran pendidikan tinggi di era Gen Z

Saat ini, pendidikan tinggi, terutama program S1, berada pada masa bertemu dan mengajar Gen Z yang telah menjadi mahasiswa.

Dalam waktu 8-12 tahun ke depan, mereka akan terus bersama Gen Z sebelum beralih ke Generasi Alpha, yang akan memulai pendidikan S1 dalam 9 tahun ke depan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com