Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anggun Gunawan
Dosen

Anggun Gunawan merupakan dosen tetap di Program Studi Penerbitan, Politeknik Negeri Media Kreatif Jakarta dan dosen part-time di Sekolah Vokasi Universitas Indonesia Depok. Ia menyelesaikan S2 bidang Publishing Media dari Oxford Brookes University UK tahun 2020 dan S1 bidang Ilmu Filsafat dari Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Pada tahun 2014, ia berkesempatan mendapatkan beasiswa untuk belajar "Translation Copyright Transanction" di Jakarta dan Frankfurt Jerman dari Goethe Institut Indonesia.

Mimpi Internasionalisasi Perguruan Tinggi di Penghujung Era Menteri Nadiem

Kompas.com - 07/10/2023, 15:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Penyebab stagnasi ranking

Dalam 5 tahun terakhir, perguruan tinggi di Indonesia tampak kesulitan untuk menembus posisi 100 besar dunia meskipun berbagai upaya telah dilakukan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Contohnya, pemberian bantuan khusus untuk pelejitan peringkat di World University Ranking baik untuk QS maupun untuk THE (Times Higher Education Ranking) bagi beberapa perguruan tinggi terbaik di Indonesia yang kesemuanya telah berstatus PTN-BH.

Ariel Heryanto, salah seorang akademisi Indonesia yang berkiprah di Australia, melihat ada beberapa persoalan pada dunia pendidikan tinggi Indonesia sehingga gagal untuk bisa masuk pada level 100 besar dunia.

Yang sangat ditekankannya adalah ketidakmampuan Indonesia beradaptasi dengan wawasan dan standar kerja akademik global serta alerginya Indonesia dengan internasionalisasi universitas.

Ariel menyindir internasionalisasi yang dipahami Kemendikbud selama ini lebih kepada mengandalkan kemampuan sendiri seperti mengirim banyak dosen studi lanjut ke luar negeri dan menghimbau diaspora untuk pulang kembali ke Indonesia.

Cara-cara tersebut bukanlah metode lazim yang digunakan oleh kampus-kampus hebat di dunia. Ia menyontohkan di kampus ia mengajar, dari 20 orang dosen hanya dua orang warga “pribumi”.

Selebihnya adalah warga negara asing yang direkrut secara profesional oleh kampus berdasar rekam jejak akademik.

Jangankan untuk membuka diri terhadap dosen asing, kampus-kampus besar di Indonesia masih dijangkiti “penyakit” ego almamater sempit di mana mereka hanya menerima dosen dari alumninya sendiri.

Alasannya, jika diambilkan dari yunior yang dulu pernah diajar oleh dosen-dosen senior di kampus tersebut, maka relasi kerja akan lebih harmonis karena dosen senior sudah mengetahui karakter dosen baru yang akan direkrut itu.

Ada istilah “anak emas”, di mana calon dosen yang punya hubungan baik dengan dosen-dosen senior yang memiliki posisi tinggi di fakultas atau universitas akan memiliki peluang yang besar dalam seleksi.

Bahkan cara-cara ”culas” seperti penaikan nilai saat Tes Kompetensi Bidang (TKB) juga digunakan agar “anak emas” itu bisa kemudian lulus seleksi rekrutmen dosen.

Rotasi dosen

Mencermati mandegnya posisi kampus-kampus terbaik Indonesia dalam lomba perebutan tempat World Class University, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu membuat terobosan-terobosan baru yang lebih radikal.

Sebenarnya tidak perlu semua perguruan tinggi di Indonesia terjun “bertarung” di kompetesi pacu lari peringkat global ini.

Cukup dipilih 10 perguruan tinggi yang dipersiapkan secara serius, sementara yang lain diarahkan untuk menaikkan reputasi 1 rumpun ilmu (subjek) saja.

Hal inilah yang sebenarnya dilakukan oleh United Kingdom. Meskipun banyak kampus mereka yang bertengger di "Top 100", tetapi sesungguhnya sebagian besar kampus di UK hanya berada di ranking bawah.

Kampus-kampus level middle-lower di UK sangat paham dengan resources terbatas mereka apabila dibandingkan dengan University of Oxford dan University of Cambridge yang selalu masuk 5 besar kampus terbaik dunia baik versi QS maupun THE.

Alih-alih menghabiskan energi untuk masuk pada kompetisi itu, mereka lebih memilih penguatan pada bidang-bidang tertentu saja.

Misalnya, Politeknik Oxford yang kemudian berubah nama menjadi Oxford Brookes University memokuskan pada jurusan Hospitality and Tourism.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com