Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pakar UI: Partisipasi Publik Dibutuhkan pada Aturan Turunan UU Kesehatan

Kompas.com - 07/09/2023, 16:22 WIB
Dian Ihsan

Penulis

KOMPAS.com - Dosen dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Dr. Fitriani Ahlan Sjarif mengaku partisipasi publik dibutuhkan agar efektivitas peraturan turunan UU Kesehatan bisa tercapai.

"Kalau secara status hukumnya bagus, bisa tercapai dalam waktu cepat. Perintah UU terpenuhi dan ini perlu dihargai. Tapi, efektivitasnya jadi diragukan karena partisipasi masyarakat belum cukup. Jadi, diragukan diterima publik," kata dia dalam keterangannya, Kamis (7/9/2023).

Baca juga: UI Butuh Waktu Ikuti Permendikbud Tidak Wajib Skripsi bagi Mahasiswa

Fitriani mengaku, target penyelesaian aturan turunan UU Kesehatan pada September 2023 akan membuat partisipasi publik secara ideal tidak dapat terpenuhi.

"Namun setidaknya dibuka saja ruang itu secara partisipatif sehingga sisa waktu yang ada ini bisa terpenuhi partisipasi publiknya," ungkap perempuan yang juga merupakan Pakar Perundang-undangan ini.

Terlebih UU Kesehatan, sebut dia, sebagaimana omnibus law lainnya, memiliki ruang lingkup yang luas.

Maka, lanjut dia, terdapat tantangan, yaitu Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunannya semakin gemuk.

"Jadi seharusnya PP-nya tidak dalam bentuk omnibus, karena akan jadi lebih rumit dari UU Kesehatannya itu sendiri," ucap dia.

"Semakin gendut PP-nya, maka semakin banyak ruang lingkupnya, maka semakin banyak pula stakeholder-nya. Partisipasi publik ini yang seharusnya lebih besar," tambah Direktur Indonesia Center for Legislative Drafting (ICLD) ini.

Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai partisipasi publik dalam penyusunan aturan turunan UU Kesehatan ini belum optimal.

"Jadi, perlu dikritisi terkait dengan partisipasi publik itu. Apakah di dalam perumusannya itu melibatkan pihak-pihak terkait atau tidak?" kata Trubus.

Minimnya partisipasi publik ini juga dinilai dari minimnya informasi yang tersebar secara publik mengenai upaya penyusunan aturan turunan UU Kesehatan yang bersifat omnibus law tersebut.

Baca juga: 10 Perguruan Tinggi di Jawa Tengah Berakreditasi Unggul BAN-PT

Saat ini, belum diketahui secara jelas seperti apa bentuk PP yang akan menjadi aturan turunan dari UU Kesehatan tersebut.

"Kalau misalkan jadi satu PP, berarti terdiri dari sejumlah klaster. Kalau tanpa klaster bisa bikin bingung," tegas dia.

Padahal, keterbukaan informasi dan transparansi dalam proses penyusunan perundang-undangan telah diamanahkan di UU Keterbukaan Informasi Publik.

"Aturannya sudah ada. Jangan sampai prinsip kehati-hatian dalam menyusunannya ini terabaikan. Idealnya adalah partisipasi publik harus dikedepankan," tutur dia.

Lemahnya prinsip kehati-hatian itu juga tercermin saat penyusunan draft UU Kesehatan beberapa waktu lalu, di mana sempat terdapat pasal yang menimbulkan penafsiran yang berbeda dan ambigu, seperti pasal zat adiktif terkait tembakau.

Dia menambahkan, ketika pemerintah membuka proses penyusunan aturan turunan kepada publik, setidaknya ada tiga hal fundamental yang bisa diraih.

Baca juga: 66 Perguruan Tinggi Miliki Akreditasi Unggul dari BAN-PT

"Pertama adalah komunikasi publik, kedua adalah informasi publik, dan ketiga adalah edukasi publik," tukas dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com