Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Hery Wibowo
Ketua Program Studi Sosiologi FISIP Universitas Padjadjaran

Pengamat Sosial, praktisi pendidikan dan pelatihan

Kurikulum Pendidikan, Metode Ujian, dan ChatGPT

Kompas.com - 03/03/2023, 15:37 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Maknanya, para praktisi pendidikan perlu selalu memastikan apakah proses transfer pengetahuan, keterampilan, dan nilai budaya ini sudah terlaksana dengan baik? Sudah dirasakankah proses transfer ini oleh peserta didik?

Jika pada suatu masa proses pengujian transfer pengetahuan dilakukan melalui ujian tertulis menggunakan kertas dan pensil, maka itulah yang terbaik dapat dilakukan di masa tersebut. Demikian juga ketika teknologi berkembang, sehingga ujian wawasan kognitif dilakukan dengan mesin ketik, maka itulah yang terbaik pada masa tersebut.

Maka, ketika hari ini dunia berhadapan dengan kecerdasan artifisial, para pemangku kepentingan bidang pendidikan perlu memikirkan metode pengujian wawasan kognitif tersebut, dengan tetap memastikan keabsahan proses transfernya.

Inilah ujian dan tantangan sebenarnya bagi dunia pendidikan. Inilah perlombaan yang sebenarnya, yaitu antara kecepatan kelahiran teknologi baru dan pengembangan kurikulum serta alat ujinya. Inilah ujian terkait bagaimana menjaga proses tranfer tetap berjalan, tanpa ada kekawatiran terkebiri prosesnya.

Uji Kompetensi

Pada konteks revolusi industri 4.0, tentu lembaga penyelenggara pendidikan formal tidak tabu untuk bekerja sama dengan institusi lain yang sejalan. Kemendikbud tentu berpeluang mempererat kerja sama dengan Kementrian Ketenagakerjaan untuk terus menyelaraskan program pendidikan dengan tuntutan kebutuhan lulusan.

Kampus-kampus, juga tentu tidak perlu ragu bekerja dengan Lembag Sertifikasi Profesi, yang telah memiliki segudang pengalaman dalam menguji tingkat kemahiran angkatan kerja. Karena itu kekawatiran kecurangan peserta dapat diredusir, dan ketepatan pengukuruan kompetensi yang ditarget dapat dipresisi lebih tajam.

Sejumlah lembaga Sertifikasi Profesi saat ini telah berhasil menguji kemahiran kompetensi melalui beragam instrumen dan rubrik penilaian, tanpa harus peserta menyusun karya ilmiah tertentu (dimana proses ini ditenggarai akan ’diganggu’ oleh ChatGPT).

Artinya, kompetensi diuji dengan sejumlah cara dan strategi, yang dapat langsung menguji kapabilitas yang bersangkutan. Sebagai contoh pemahaman kognitif terhadap bidang ilmu tertentu dapat diuji dengan tanya jawab/wawancara atau diskusi terarah. Sedangkan untuk keterampilan, dapat dilakukan pengujian dengan demonstrasi/simulasi, sehingga kekawatiran kecurangan dapat diredusir.

Skripsi, tesis ataupun disertasi, tentu telah memiliki masa keemasannya sendiri, dan telah teruji kebsahannya untuk menilai kelayakan mahasiswa sebagai ahli di bidang ilmu tertentu. Mereka (para mahasiswa) yang pernah menyusunnya, tentu tidak akan pernah melupakan segala jerih payah, berserta darah dan air mata ketika menyusunnya. Belum lagi air mata lega ketika agenda sidang akhir selesai dan kandidat dinyatakan lulus.

Upaya penggabungan pengalaman praksis dan pemahaman teoritis teruji di sini. Para pembimbing, juga tentu tidak akan pernah melupakan upaya mereka menghasilkan generasi pintar dan cerdas selanjutnya. Para pembimbing adalah mereka yang tidak lelah mentransfer nilai-nilai kehidupan, mengajarkan cara berpikir rasional, membangunkan semangat pantang menyerah, menegaskan etika menulis berbasis pemikiran pribadi dll.

Namun, zaman terus berubah. Indikator pintar dan cerdas tentu juga mengalami penyesuaian. Belum lagi jika dikaitkan dengan ’link and match’ dunia usaha dunia industri. Tentu indikatornya terus menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman.

Sehingga, sampailah dunia ini pada suatu masa bahwa selalu terbuka ruang untuk menghadirkan sejumlah alternatif substitusi dari pola lama untuk menguji kelayakan mahasiswa lulus dari progam studi tertentu.

Alternatif

Alex Nichols dalam karya monumentalnya yang berjudul Social Entrepreneurship: New Model of Sustainable Social Change (2008) , menegaskan bahwa masa depan dunia tergantung pada mereka yang memiliki empati tinggi terhadap kehidupan manusia, dan siap berinovasi sosial dalam mendukung tingkat kesejahteraan hidup manusia.

Berkaca dari sini berarti dunia membutuhkan generasi yang punya empati (afektif) dan kecakapan membangun inovasi (kognitif dan psikomotorik). Sehingga proses pembentukan atribut ini serta tahap pengujiannya dapat didesain sedemikian rupa tanpa harus melibatkan teknologi kecerdasan artifisial.

Lembaga pendidikan akan punya ruang kreasi untuk membangunnya, sehingga memastikan tercapainya tujuan pendidikan. Beberapa program (yang mengarusutamakan praktik lapangan) seperti mengerjakan proyek untuk manfaat sosial, membangun praktik kewirausahaan dan lain-lain selalu dapat dipertimbangkan untuk menguji kecakapan mahasiswa setelah mengikuti kurikulum tertentu.

Sejumlah kampus, telah merumuskan dan mempraktikan ragam alternatif. Di mana mahasiswa dapat dinyatakan lulus, tanpa syarat mutlak artikel ilmiah, sehingga terhindar dari potensi praktik plagiarisme. Artinya, momentum untuk meninjau ulang proses pendidikan telah dapat diarungi dengan baik.

Hadirnya ChatGPT adalah cambuk bagi setiap pendidik untuk mengeluarkan kinerja dan kreasi terbaiknya dalam mendidik peserta didik, dan menguji hasil pendidikannya. Potensi kecurangan dalam meraih gelar, perlu selalu dideteksi dan jika perlu lakukan langkah pencegahan.

Filosofi Merdeka Belajar dapat selalu dijadikan pondasi kreasi ini, yaitu di mana peserta didik punya kebebasan penuh untuk menempuh pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kebutuhan karirnya. Tentu saja peserta didik juga memiliki hak untuk memilih ragam tugas dan bentuk pengujian akhir untuk menilai kompetensi yang telah diraihnya.

Terakhir, sangat menarik pesan yang disampaikan Prof Jusuf Irianto, dalam tulisannya di kolom Kompas.com (2/3/23). Dia menyatakan, "Di Dunia Akademik, kejujuran merupakan prioritas untuk ditegakkan. Jangan bohong atau berbuat curang dalam menulis. Tulislah semua bentuk informasi dengan hasil olah pikir sendiri”.

Baca juga: Ketika Kampus Menggunakan ChatGPT

Tentu penulis sangat setuju. Jangan biarkan ilmu pengetahuan dikendalikan oleh mereka yang tidak punya integritas, serta berbuat curang dalam meraih gelar akademiknya. Ekosistem akademik harus terus bersinergi membangun sistem pendidikan, sehingga mampu menghasilkan lulusan yang beretika dan berintegritas tinggi, serta mumpuni dalam bidang ilmumya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com