Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jusuf Irianto
Dosen

Guru Besar di Departemen Administrasi Publik FISIP Universitas Airlangga, Surabaya

Ketika Kampus Menggunakan ChatGPT

Kompas.com - 02/03/2023, 17:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PIMPINAN sebuah fakultas di University of Vanderbilt (UV) di Amerika Serikat (AS) menyesal dan meminta maaf kepada mahasiswa. Padahal kesalahannya sederhana, yakni mengirim surel menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).

Dalam laman CNN dilaporkan bahwa mahasiswa dapat mengenali tulisan tersebut merupakan hasil AI karena di bagian penutup surel ada kalimat: “Parafrase dari model bahasa AI ChatGPT OpenAI, komunikasi pribadi, 15 Februari 2023,” dengan font lebih kecil.

Bagian itu tak dihilangkan oleh staf kampus sebagai pengirim. Surel tersebut memicu kehebohan. Kampus dianggap melegalkan penggunaan AI walaupun pimpinan UV menyatakan cara penyampaian berita tersebut tak sesuai mekanisme alias melanggar prosedur.

Baca juga: Guru Besar IPB: Penggunaan ChatGPT Bisa Majukan Iptek

Secara akademis, mahasiswa menilai sebagai kesalahan fatal (serious academic error). Tak hanya pengirim surel yang ditegur, pimpinan UV menyatakan bahwa penandatangan surel, yaitu dekan dan asisten dekan tak bertanggung jawab menyusul protes keras dari para mahasiswa.

Sementara secara institusional, pihak UV meninjau kebijakannya untuk perbaikan pola distribusi informasi. Salah satu penandatangan email tersebut mengakui penggunaan ChatGPT sebagai "cara yang buruk”.

Karena itu, UV akan memperbaiknya dengan mekanisme berlapis sebelum suatu informasi dikirim. UV berargumen administrator universitas harus mengetahui semua naskah yang akan dipublikasikan sebelum sampai ke mahasiswa atau pihak lain.

Heboh ChatGPT

Aplikasi ChatGPT viral dengan jumlah pengguna meningkat. Dalam tulisannya di laman Forbes, Martine Paris menyajikan data pengguna aktif ChatGPT mencapai puluhan juta orang sejak dirilis menjelang akhir 2022.

Kini, jumlah akses ChatGPT melampaui 100 juta pengguna aktif per bulan. Sementara value creation aplikasi heboh ini mencapai 1 triliun dolar AS sesuai studi UBS. UBS adalah perusahaan perbankan investasi dan jasa keuangan berkantor pusat di Swiss.

ChatGPT merupakan instrumen cerdas yang mampu menjawab pertanyaan pengguna dengan benar. Instrumen ini juga sebagai sumber informasi tentang cara atau metode untuk mengatasi tuntutan akademik, misalnya, berupa penulisan karya ilmiah.

Dalam menulis makalah dan tugas akhir berupa skripsi, tesis, atau disertasi mahasiswa dapat menemukan isu yang sedang menjadi trending-topic sehingga layak dibahas atau diteliti dan kemudian menuliskannya dengan bantuan ChatGBT. Kalangan pendidik khawatir, pelanggaran etika bakal merajalela karena karya ilmiah dapat ditulis menggunakan mesin tanpa risau terjerat tuduhan plagiat.

Hampir semua universitas menggunakan software untuk mengindentifikasi plagiarisme. Namun, hasil ChatGPT ternyata lolos uji plagiat relatif lebih mudah. Padahal jika ditulis sendiri bisa mencapai puluhan persen mirip dengan karya lain yang telah dipublikasikan.

Perguruan tinggi menetapkan standar persentase kemiripan naskah berdasar hasil assessment dari perangkat yang digunakan. Standar tersebut adalah similarity index sebagai alat ukur plagiarisme. Angka kemiripan umumnya ditetapkan maksimal sebesar 25 persen untuk tugas akhir atau 20 persen untuk makalah.

Baca juga: Pemerintah Singapura Akan Ajarkan Siswa dan Guru Menggunakan ChatGPT

Namun, software pelacak plagiarisme memiliki kelemahan. Mahasiswa dapat menyunting atau cari akal lain sehingga lolos tudingan plagiat. Software pun tak mampu melawan karya akademik hasil terjemahan dari Bahasa Inggris atau bahasa lain ke Bahasa Indonesia.

Penggunaan ChatGPT di kalangan mahasiswa menuai kontroversi. Secara normatif, karya akademik harus dibuat mandiri namun tetap menyebut sumber kutipan yang digunakan. Tanpa menyebut sumber kutipan bisa dianggap plagiarisme. Termasuk terkategori plagiat jika karya dibuat menggunakan alat bantu seperti ChatGPT.

Karena itu, berbagai perguruan tinggi berupaya mengatasi penggunaan ChatGPT atau instrumen sejenis di kalangan sivitas akademika.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com