ORGANISASI global Ernst & Young Global Limited (EYGL) dalam executive summary-nya menyatakan, di era transformatif “the world’s new largest technology company is in the education business”.
Pernyataan ini tidak perlu diperdebatkan, karena salah infusi terbesar penggunaan kemajuan teknologi di era revolusi industri 4.0 adalah di bidang pendidikan.
Sektor pendidikan yang paling terdampak dari penggunaan teknologi dalam beragam variannya adalah Pendidikan Jarak Jauh (PJJ).
Sebuah sistem pendidikan yang secara historis sejak awal sudah bergelut dengan pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajarannya.
Karenanya, PJJ secara konseptual didefinisikan sebagai sistem pembelajaran/pendidikan yang menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.
Namun, data mengejutkan datang dari survei UNICEF terhadap lebih dari 60 juta siswa (rerata usia antara 15—24 tahun) di seluruh negeri.
Hasilnya, 69 persen mengatakan merasa tidak nyaman (bosan) belajar dari rumah; 39 persen terkendala akses internet; dan 87 persen menyatakan ingin segera kembali ke sekolah.
Jika pembelajaran jarak jauh akan dilanjutkan, sebanyak 62 persen mengatakan membutuhkan penyediaan akses jaringan internet, dan bantuan untuk kuota internet (Unicef, 2020a).
Laporan Unicef tahun 2020 kembali mengungkap setidaknya sepertiga anak sekolah (463 juta anak) di seluruh dunia tidak dapat mengakses pembelajaran darurat (remote learning) selama sekolah ditutup.
Atas dasar itu, UNICEF melakukan Kampanye Reimagine yang menyerukan investasi segera untuk mengatasi ketimpangan akses digital, menjangkau setiap anak dengan pembelajaran jarak jauh (Unicef, 2020b).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.