Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Imam Farisi
Dosen

Dosen FKIP Universitas Terbuka

Peran Pendidikan Jarak Jauh Era Transformatif

Kompas.com - 27/01/2023, 13:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ORGANISASI global Ernst & Young Global Limited (EYGL) dalam executive summary-nya menyatakan, di era transformatif “the world’s new largest technology company is in the education business”.

Pernyataan ini tidak perlu diperdebatkan, karena salah infusi terbesar penggunaan kemajuan teknologi di era revolusi industri 4.0 adalah di bidang pendidikan.

Sektor pendidikan yang paling terdampak dari penggunaan teknologi dalam beragam variannya adalah Pendidikan Jarak Jauh (PJJ).

Sebuah sistem pendidikan yang secara historis sejak awal sudah bergelut dengan pemanfaatan teknologi dalam proses pembelajarannya.

Karenanya, PJJ secara konseptual didefinisikan sebagai sistem pembelajaran/pendidikan yang menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi, dan media lain.

Namun, data mengejutkan datang dari survei UNICEF terhadap lebih dari 60 juta siswa (rerata usia antara 15—24 tahun) di seluruh negeri.

Hasilnya, 69 persen mengatakan merasa tidak nyaman (bosan) belajar dari rumah; 39 persen terkendala akses internet; dan 87 persen menyatakan ingin segera kembali ke sekolah.

Jika pembelajaran jarak jauh akan dilanjutkan, sebanyak 62 persen mengatakan membutuhkan penyediaan akses jaringan internet, dan bantuan untuk kuota internet (Unicef, 2020a).

Laporan Unicef tahun 2020 kembali mengungkap setidaknya sepertiga anak sekolah (463 juta anak) di seluruh dunia tidak dapat mengakses pembelajaran darurat (remote learning) selama sekolah ditutup.

Atas dasar itu, UNICEF melakukan Kampanye Reimagine yang menyerukan investasi segera untuk mengatasi ketimpangan akses digital, menjangkau setiap anak dengan pembelajaran jarak jauh (Unicef, 2020b).

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim juga menyampaikan pada Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi X DPR RI bahwa telah terjadi lost learning sebagai dampak dari penerapan PJJ (daring/virtual) di sekolah.

Jika hal ini tidak segera dicarikan solusi, maka dikhawatirkan Indonesia akan kehilangan generasi emasnya (lost generation), dan mengancam bonus demografi.

Pernyataan Mas Menteri tersebut didasarkan pada hasil survei nasional yang dilakukan Kemendikbudristek (13 November-17 Desember 2020) terhadap para guru SD, SMP, SMA/SMP, dan Kejar Paket terhadap hasil asesmen diagnostik siswa mereka di sekolah.

Hasilnya menunjukkan 68 persen responden guru (dari total 11.306 responden) menyatakan bahwa lebih dari 50 persen siswa tidak memenuhi standar kompetensi yang diharapkan selama belajar dari rumah (BDR).

Untuk jenjang pendidikan tinggi tidak ada laporan terkait learning lost/loss di kalangan mahasiswa.

Mencermati praktik PJJ (daring/virtual) saat covid-19, secara konseptual dan praktikal sebenarnya hal tersebut bukan PJJ sebagaimana disepakati oleh para pakar dan dipraktikkan oleh institusi PJJ secara global.

Pembelajaran selama covid-19 adalah “remote learning”. Sebuah modus pembelajaran darurat yang harus dilaksanakan karena kebutuhan mendesak, tanpa ketersediaan dan kesiapan dukungan teknologi dan infrastruktur pembelajaran yang memadai sebagaimana lazimnya dalam praktik PJJ.

Yang penting bagaimana antara pendidik dan peserta didik tetap terkoneksi dan terlibat dengan konten pembelajaran (Ray, 2020).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com