Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mohammad Imam Farisi
Dosen

Dosen FKIP Universitas Terbuka

Ada Apa dengan Uang Kuliah Tunggal?

Kompas.com - 20/01/2023, 05:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEMINGGU terakhir, berbagai ruang berita publik (medmas dan medsos) banyak menyorot kasus seorang mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang harus berjuang hingga meregang nyawa untuk mendapatkan keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Kasus ini menjadi viral setelah kisah getir tersebut dibagikan teman yang juga kakak angkatannya di media sosial pada 11 Januari 2023 lalu, hampir setahun pascakematian mahasiswa tersebut.

Jika benar faktanya seperti itu, kejadian ini tentu sangat mengusik kesadaran dan rasa keadilan kemanusiaan kita.

Karena publik saat ini masih hangat dengan kasus korupsi penerimaan mahasiswa baru yang dilakukan oleh sejumlah pejabat di salah satu PTN.

Sebuah kasus korupsi yang bukan karena desakan kebutuhan, tetapi karena kerakusan, atau “corruption by greed”, kata Prof. Suyanto, pemerhati pendidikan (Kompas.com, 23/08/2022) .

Sangat masuk akal, jika kemudian publik kembali memprotes dan menggugat PTN yang dipersepsi “tak berpihak pada masyarakat ekonomi lemah”.

Publik, apalagi bagi mereka yang kuliah di Perguruan Tinggi Negeri (PTN), istilah Uang Kuliah Tunggal (UKT) tentu bukan hal baru.

Walaupun mungkin belum memahami betul dinamika yang terjadi pada UKT, yang hingga saat ini telah diterbitkan lima kebijakan pemerintah dalam bentuk Peraturan/Keputusan Menteri (Kepmen/Permen) tetang UKT sejak 2013, yaitu Permendikbud 55/2013 dan terakhir diubah dengan Kepmenristekdikti 91/2018.

UKT adalah “sebagian” dari Biaya Kuliah Tunggal (BKT) yang ditanggung oleh atau dibebankan kepada setiap mahasiswa dari keseluruhan biaya operasional per mahasiswa per semester pada program studi di PTN.

Program UKT ini sebenarnya penjabaran dari subsidi silang dalam bidang pendidikan.

Pemerintah menetapkan besaran UKT per prodi setiap PTN/PTN-BH dalam beberapa kelompok (antara 3—8 kelompok) atas usulan masing-masing PTN berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa, orangtua, atau pihak lain yang membiayai, dihitung dari penghasilan kotor dan tambahan mereka.

Dari Kepmen/Permen yang ada, besaran UKT yang dibebankan kepada mahasiswa rerata antara kisaran 5 persen hingga 80 persen dari BKT, kecuali untuk prodi-prodi kedokteran pada beberapa PT ada UKT yang di atas BKT.

Khusus bagi mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi/KIP Kuliah UKT ditanggung oleh pemerintah (kementerian).

Pemerintah melarang PTN untuk memungut biaya di luar UKT, seperti uang pangkal dan/atau pungutan lain dari mahasiswa baru Program Diploma dan Program Sarjana (jalur SNMPTN/SNBP, SBMPTN/UTBK SNBT) untuk kepentingan pelayanan pembelajaran secara langsung.

Kecuali bagi mahasiswa asing, mahasiswa kelas internasional, mahasiswa kerja sama, dan/atau mahasiswa seleksi jalur mandiri, dengan tetap memperhatikan kemampuan ekonomi mahasiswa, orangtua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com